Ruteng, Vox NTT- Peneliti Agraria, Yosef Sampurna Nggarang mengatakan, konflik lahan antara Pemerintah Daerah Manggarai dan warga yang terus terjadi seakan mengkonfirmasi bahwa tata kelola pemerintahan yang baik, efisien, efektif, dan transparan memang belum terwujud.
Dalam konteks saling klaim lahan Nanga Banda antara Pemda Manggarai dan beberapa warga di Reo, kata Yos Nggarang, menambah daftar corak konflik model vertikal di Manggarai.
Anggota Satgas Penertiban Aset Pemda Manggarai Barat (Mabar) ini menegaskan, jika prinsip tata kelola pemerintahan dijalankan dengan baik maka otomatis tidak akan terjadi yang namanya konflik lahan Pemda.
“Saya sangat menyayangkan corak konflik vertikal begini terjadi di Kabupaten Manggarai yang notabene Kabupaten tertua, induk dari dua kabupaten Manggarai Barat dan Manggarai Timur. Tertib administrasi dan pengalaman menyelesaikan konflik masa lalu mestinya menjadi role model untuk kabupaten lain,” ujar Yos Nggarang saat dihubungi, Selasa (5/7/2022).
“Tapi apa yang terjadi. Alih-alih mau tertib administrasi malah menghasilkan konflik. Mestinya ini bisa dihindari, jika Pemda Manggarai jalankan betul konsep menyelesaikan sengketa lahan yang saling klaim, dimulai dengan tahapan-tahapan yang benar,” tambah Yos Nggarang.
Menurut dia, Pemda yang memiliki instrumen mulai dari Desa/Kelurahan, Kecamatan, Bagian Tata Pemerintahan, Bidang Aset, Bidang Hukum mestinya melakukan telaahan yang mendalam dan berimbang.
“Misalnya sejarah lahan itu hibah atau apa,kapan pemda menerima,dari siapa yang hibah,apa ada bukti Yuridis formal. Berapa luasnya, siapa saksi pelaku sejarah saat itu,baik dari pemberi dan perwakilan pemda. Lalu,apakah tanah hibah itu sudah masuk dalam inventarisasi aset Pemda? Ini harus punya,” imbuhnya.
“Harus ada data petunjuk awal untuk menguatkan klaim itu. Lalu kemudian pemda mengundang secara resmi para pihak (warga) yang klaim ke pemda,duduk bersama untuk mediasi dengan tujuan menyelesaikan persoalan,” cetus Yos Nggarang lagi.
Untuk mengurai konflik tanah di Nanga Banda, Yos Nggarang mengusulkan agar Pemda Manggarai mesti melibatkan Forkompimda sebagai saksi dan penengah.
Selain itu, dia juga meminta Pemda perlu menghadirkan para tokoh pelaku sejarah, tokoh adat dari wilayah ulayat tanah tersebut, Kepala Desa atau Lurah saat itu, mantan Kepala Tata Pemerintahan atau mantan pejabat yang mengurusi aset tersebut jika mereka masih hidup.
“Di kesempatan ini para pihak harus terbuka. Ini tujuan meluruskan sejarah dan menemukan jalan keluar dari kemelut saling klaim,” sebutnya.
Upaya Hukum
Jika para pihak saling ngotot, maka jalan terbaik untuk menyelesaikan soal ini, kata Yos Nggarang, adalah menempuh jalur hukum.
“Pengadilan saja, ini cara yang paling elegan,” sebutnya.
Menyelesaikan konflik dengan cara menggusur, sebut Nggarang, hanya mau menunjukkan bahwa menggunakan power dengan segala instrumennya bukan cara yang tepat.
“Itu cara instan. Cara ini tidak menyelsaikan masalah,malah memunculkan soal baru,” tekan dia lagi.
Pemda Berpotensi Digugat
Terkait aksi penertiban aset yang dilakukan Pemda Manggarai beberapa waktu lalu sesungguhanya merupakan aksi kekuasaan.
“Alih-alih memakai bahasa ‘menertibkan’ padahal yang sesungguhnya adalah penggusuran yang tidak berdasar kekuatan hukum,ini sebuah pelanggaran hukum. Penertiban atau penggusuran itu berlaku jika lahan itu sudah sah ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap dari lembaga yang berwenang, yaitu Pengadilan,” terang Yos.
Pemda Manggarai, ia menilai sangat ceroboh dan bukan tidak mungkin berpotensi digugat secara Pidana dan Perdata. Sudah masuk pasal 167 dan 251 KUHP serta pasal 1365 KUHPerdata.
“Melakukan tindak pidana dan perbuatan melawan hukum. Ini baru soal yang terjadi di lapangan,” terang Yos Nggarang.
Untuk para pihak yang sudah membayar pajak atau yang mengantongi sertifikat, saran Yos, idealnya harus melakukan penyelesaian dengan cara yang elegan, yaitu melayangkan gugatan di Pengadilan.
Langkah ini untuk menunjukkan bahwa klaim mereka memiliki lahan harus mempunyai dasar dan bisa dibuktikan di meja hukum.
“Apa yang saya ungkapkan ini adalah pengalaman mengadvokasi non litigasi persoalan lahan 30 hektare di Labuan Bajo Manggarai Barat selama 3 tahun dan hasilnya lahan seluas itu kembali jadi aset Pemda Mabar dengan dasar kekuatan hukum tetap, inkrah kasasi,” paparnya.
“Saran saya untuk Pemda Manggarai, tiru Pemda Manggarai Barat yang punya segudang persoalan tanah Pemda dengan membentuk Satgas Penertiban Aset. Prinsip kerjanya tiga unsur kehati-hatian, jujur dan saksama,” tutup Yos Nggarang.
Penulis: Igen Padur
Editor: Ardy Abba