Oelamasi, Vox NTT – Petani rumput laut di Kelurahan Sulamu, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengeluhkan harga rumput laut turun dalam beberapa bulan terakhir.
Ketua RT 07, Kelurahan Sulamu, Yashinta BL De Rosari mengaku ia bekerja sebagai petani rumput laut sejak tahun 2006 silam.
Ia juga mengaku pernah mengalami penurunan harga lumput laut pada tahun 2009 silam.
“Penurunan harga ini juga pernah alami pada tahun 2009 harganya Rp5.000 per kg. Itu karena belum ada perusahaan-perusahaan di NTT. Waktu itu hanya ada satu pengepul di Kupang yang namanya pak Arif. Beliau itu yang mengekspor sampai ke Surabaya. Jadi, dengan harga rumput laut sesuai harga standar di Surabaya,” kata Yashinta kepada wartawan di Kelurahan Sulamu, Sabtu (17/09/2022) siang.
Ia mengatakan penurunan harga rumput laut sejak bulan Juli 2022. Pasca Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur melakukan sosialiasi di wilayah itu terkait harga rumput laut.
“Tapi akhir-akhir ini, bulan Juli itu ada sosialiasi aturan. Aturan itu dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) provinsi NTT menyangkut harga rumput laut,” katanya.
Mirisnya, kata dia, dalam sosialisai yang berlangsung di Ibu Kota Kecamatan Selamu itu, mereka sebagai petani rumput laut tidak dilibatkan.
“Memang sosialisasi ini, kami tidak diundang kami petani waktu itu. Kami tidak diundang untuk ada di Kecamatan untuk mendengar sosialisasi dari DKP. Kami tidak tahu, cuman kami dengar informasi saja,” kesal dia.
Ia menegaskan Kelurahan Sulamu salah satu mengekspor rumput laut terbesar di NTT. Jumlah petani rumput laut sekitar ribuan orang.
“Ada satu kampung di bawah itu, sebelumnya mereka sebagai nelayan. Tapi sekarang mereka lebih berkecimpung dengan petani rumput laut. Jadi, hampir rata-rata warga di kampung bawah dengan di atas sini sudah menjadi petani rumput laut. Sekitar 1.500 orang petani rumput laut. Sebetulnya pengekspor paling banyak itu di sini,” katanya.
Ia berharap agar Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur bisa melakukan sosialisasi terbuka dengan para petani rumput laut di wilayah itu.
“turunlah ke tempat-tempat yang dimana ekspor rumput lautnya paling banyak. Marilah turun supaya lebih terbuka dengan kami petani. Supaya kami juga merasa puas,” harapnya.
Ketua RT 01, Kelurahan Sulamu, Melsy Pian yang juga sebagai petani rumput laut menambahkan, ia hadir dalam sosialisasi yang diselenggarakan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan NTT itu. Namun ia hadir dalam kapasitas sebagai MC.
“Jadi, saya ada disitu karena ada permintaan untuk menjadi MC, tapi saya tidak tahu sosialisasi tujuannya apa?. Namun di dalam situ saya dengar dan saya ikuti ternyata itu sosialisasi terkait penurunan harga rumput laut,” katanya.
Dalam sosialisasi itu, kata dia, pihak DKP mengatakan harga rumput laut tidak akan turun dari Rp20.000 untuk kering. Sementara rumput laut mentah ada patokannya. Itu mulai dari Rp2.000, 3.000, dan Rp5.000 berdasarkan kategori klasifikasi rumput laut.
“Waktu saya sempat tanya, tetapi memang kalau melihat bahwa orang-rang yang hadir pada saat itu adalah orang-orang yang diundang oleh PT Agar Kembang dari Semau. Yang dia beli agar mentah itu. Karena dia punya anak buah disini. Waktu saya sempat bilang kenapa tidak diundang pengepul dengan petani yang lebih menghasilkan rumput laut lebih banyak. Yang hadir ini yang bekerja sampingan saja. Kenapa petani sebagai mata pencaharian kok tidak diundang, supaya sama-sama puas,” kesal dia.
Ia berharap agar peraturan yang dikeluarkan oleh pemprov NTT benar-benar untuk mensejahtrakan masyarakat. Tidak boleh hanya untuk orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu.
“Aturan yang dibuat itu harus benar-benar untuk kesejahtraan masyarakat, bukan untuk kepentingan beberapa orang tertentu. Kalau untuk kepentingan masyarakat, cobalah turun sosialisasi langsung ke masyarakat,” tegasnya.
Sementara itu, Anggota DPRD Kabupaten Kupang, Hengki Febrianus Loden saat mendampingi warga Kelurahan Sulamu itu mengaku kecewa dengan peraturan penuruan harga rumput laut oleh pemerintah provinsi NTT.
“Hampir setiap hari masyarakat datang mengeluh soal harga rumput laut. Awalnya mereka merasa gembira, senang karena harga yang mereka jual selama ini dengan harga rumput laut kering Rp38.000 per kg. Namun karena ada Pergub yang dikeluarkan oleh dinas teknis dalam DKP NTT, maka harga ini dia menurun,” katanya.
Politis PBB itu menegaskan, dari ribuan KK petani rumput laut di Kelurahan Sulamu itu, nama-nama mereka sudah ada di BRI. Pinjaman UMKM.
“Dan mereka sekarang kendala untuk pembayaran, karena dengan spekulasi harga ini diturunkan karena adanya pergub ini,” ujarnya.
Sebagai anggota DPRD mewakili masyarakat yang membudidaya rumput laut di Kelurahan Sulamu, ia mengapresiasi dan mendukung pemprov NTT, dan Pemkab Kupang dengan visi-misi yang sama mau mensejahtrakan masyarakat lewat komoditi rumput laut.
“Namun akhirnya sangat disayangkan, bahwa pergub yang dikeluarkan ini masyarakat terbelenggu, karena tidak bisa jual kemana-kemana lagi. Hanya bisa jual ke perusahaan yang sudah memegang ijin dari pemerintah,” ujarnya.
Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Kupang itu berharap agar harga tersebut kembali ke semula dengan harga Rp38.000. Dan perlu ada sosialisasi terhadap masyarakat.
“Petani sekarang mengeluh dan pasrah. Mereka berharap pemerintah berlaku adillah. Kalau omong kesejahtraan ini peraturan tidak berpihak kepada masyarakat,” tegasnya.
Ia juga berjanji akan menyurati pemerintah provinsi NTT tarkait penurunan harga rumput laut tersebut.
“Saya siap, satu dua hari ini saya bersurat ke pemerintah provinsi. Saya mewakili masyarakat yang membudidaya rumput laut saya bersurat ke provinsi untuk menanyakan harga spekulasi yang sudah dikeluarkan itu. Kami tidak dapat informasi juga soal sosialisasi ini,” katanya.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba