Oleh: Gris Ambot
Staf Pendidik di SMAK St. Gregorius Reo
Setiap tanggal 28 Oktober, kita memperingati sumpah pemuda. Pristiwa penting yang membawa kita kembali pada sejarah perjuangan para pemuda masa lalu.
Masa-masa ketika para pemuda dari berbagai pelosok negeri, bersatu membangun kekuatan dan komitmen bersama bersumpah untuk bertumpah darah satu tanah air Indonesia, berbangsa yang satu bangsa Indonsia, dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Ikrar dan sumpah tersebut lahir dari sebuah kesadaran sekelompok pemuda akan pentingnya semangat kebersamaan dan persatuan untuk memperjuangan kemerdekaan.
Sumpah pemuda sebagai penanda bersatunya pemuda dari seluruh tanah air sebagai penggerak untuk mencapai cita-cita besar kemerdekaan bangsa Indonesia.
Kekuatan pemuda tersebut terletak pada kesadaran akan pentingnya semangat persatuan dan kesatuan bangsa.
Dengan semangat yang satu dan sama itulah membuat mereka berhasil menyatukan perbedaan dengan meninggalkan ego sektoral dan sentimen kedaerahan.
Perbedaan suku, ras, bahasa, dan agama bukan menjadi penghalang bagi para pemuda untuk bergerak maju, melainkan perbedaan sebagai energi positif yang memberikan kontribusi besar dalam misi merintis kemerdekaan bangsa Indonesia.
Karena itu, peringatan sumpah pemuda yang kita rayakan setiap tanggal 28 Oktober setiap tahun menjadi kesempatan yang sangat baik bagi kita untuk berhenti sejenak, menyegarkan kembali ingatan kita akan spirit perjuangan para pemuda terdahulu, nilai-nilai persatuan dan kebersamaan yang dimiliki oleh pemuda saat itu setidaknya sebagai kekuatan bagi kita untuk bangkit bersama menumbuhkan semangat kerja keras, gotong royong, persatuan dan kesatuan yang utuh membangun kebersamaan agar pulih kembali dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19 yang melanda bangsa Indonesia beberapa waktu lalu.
Pandemi Covid-19 telah menghancurkan sendi kehidupan sosial, ekonomi, budaya,dan pendidikan. Dalam dunia pendidikan misalnya, terjadi perubahan sistem pembelajaran dari pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh yang dialakukan secara online dengan menggunakan media internet.
Aktivitas sekolah menjadi lumpuh total yang berdampak pada interaksi guru dan peserta didik tidak berjalan normal seperti biasanya.
Proses pembelajaran dunia nyata telah beralih ke dunia maya yang mengakibatkan proses pembelajaran tidak bisa berjalan secara efektif, ruang-ruang kelas menjadi sepi tanpa penghuni.
Peran guru dalam membentuk karakter peserta didik semakin berkurang bahkan hampir tidak ada waktu karena harus mengejar materi untuk mencapai target kurikulum dengan sejumlah tugas yang diberikan justru menimbulkan beban psikologis bagi peserta didik.
Intan Prawitasari dalam Jurnal Pendidikan Tambusai melaporkan bahwa masalah psikologis lain yang harus dihadapi anak adalah depresi.
Isolasi sosial, ketakutan dan kekhawatiran akan terinfeksi, ruang pribadi yang tidak mencukupi serta perpisahan dengan teman kelas dan guru mengakibatkan anak mengalami depresi (Tang et al, 2020).
Berangkat dari berbagai persoalan pendidikan tersebut, kita perlu menjiwai spirit sumpah pemuda sebagai roh penggerak yang mendorong kita untuk terus melangkah maju mewujudkan lingkungan pendidikan yang memerdekakan sebagaimana yang dicanangkan oleh menteri pendidikan dan kebudayaan Nadiem Makarim melalui peluncuran kurikulum merdeka belajar.
Konsep merdeka belajar yang dimaksudkan adalah konsep pengembangan pendidikan di mana seluruh pemangku kepentingan diharapkan menjadi agen perubahan (agent of change).
Para pemangku kepentingan yang dimaksud yakni keluarga, guru, institusi pendidikan, dunia industri, dan masyarakat. Keterlibatan semua komponen tersebut menjadi faktor penentu untuk menggerakan terjadinya perubahan dalam dunia pendidikan.
Karena itu, melalui tulisan ini penulis mau mengajak sekaligus menggugah nurani kita untuk bangkit bersama mewujudkan pendidikan yang memerdekakan.
Pendidikan yang memerdekakan menurut Kihajar Dewantara adalah suatu proses pendidikan yang meletakan unsur kebebasan anak didik untuk mengatur dirinya sendiri, bertumbuh dan berkembang menurut kodratnya secara lahiriah dan batianiah.
Proses pembelajaran dikelas harus menempatkan peserta didik sebagai subyek belajar, pembelajaran yang berpusat pada peserta didik agar memungkinkan mereka bisa bertumbuh dan berkembang sesuai dengan kodratnya.
Warga sekolah perlu berkolaborasi dalam merencanakan visi lingkungan belajar yang menyenangkan sehingga membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya.
Untuk mewujudkan lingkungan belajar yang menyenangkan diperlukan kesepakatan bersama dalam satu konsep sekolah sebagai rumah kedua bagi peserta didik mesti membuat mereka merasa betah dan nyaman untuk belajar (feel at home). Peserta didik diberikan kebebasan untuk mengembangkan bakat dan potensi dirinya.
Peran guru sangat penting dalam membantu peserta didik untuk lebih mengenal potensi dirinya. Penanaman budaya positif oleh guru di lingkungan sekolah dengan menunjukan nilai-nilai keteladanan selalu disertai harapan agar siswa dapat memberi respon atau manfaat yang baik bagi dirinya, lingkungan sekolah, keluarga dan lingkungan tempat tinggal.
Peringatan Sumpah Pemuda tahun ini, sudah selayaknya kita maknai tidak cukup dengan menggelorakan kembali semangat para pemuda terdahulu hanya sebatas narasi tanpa makna, tapi harus memaknai dengan sebuah tindakan nyata.
Memulai dari diri untuk bangkit bersama, terus berkarya sesuai dengan profesi kita masing-masing, lupakan perbedaan, bersatu dalam satu semangat sumpah pemuda.
Kita perlu bekerja keras, bekerja sama dan sama-sama bekerja untuk mewujudkan visi bersama menuju pendidikan yang memerdekakan.