Borong, Vox NTT- Sekitar pukul 18.00 Wita, Sabtu (22/10/2022), belasan siswa SDI Bangka Jari mulai berkumpul di halaman Kampung Lompong, Desa Golo Lembur, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur. Mereka adalah para penari Danding, sebuah tarian yang cukup terkenal di Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
Informasi yang dihimpun, belasan penari tersebut memang tidak membutuhkan waktu lama untuk bisa tampil apik membawakan tarian Danding dalam rangka menyambut HUT Sumpah Pemuda tahun 2022 itu.
Malam itu riuh tepuk tangan ratusan penontong bergemuruh saat para penari maju ke tengah halaman Kampung Lompong untuk memulai tarian Danding.
Warga Kampung Lompong dan segenap civitas akademika SMAN 3 Lamba Leda tampak menikmati penampilan tarian Danding yang diisi di tengah beragam acara.
Lenggok-lenggok penari yang masih masih duduk di bangku Sekolah Dasar tersebut mampu menyedot perhatian para penonton.
Alunan musik lagu “Leros” dari daerah Manggarai disambut hentakan kaki terukur dan liukan badan para penari cilik ini menambah deretan daya pikat.
Penari pria mengenakan sapu, baju kemeja putih lengan panjang, dan kain songket Manggarai. Sedangkan pakaian yang digunakan penari perempuan adalah balibelo/lando andung, kebaya dan juga kain songket.
Salah satu pelatih tarian Danding siswa SDI Bangka Jari, Kresensia Linja, menjelaskan perayaan HUT Sumpah Pemuda bisa juga digambarkan dalam makna tarian Danding.
Makna Tarian Danding
Dalam prolognya, Kresensia menjelaskan, Danding merupakan salah satu tarian yang cukup terkenal di daerah Manggarai. Sebagai generasi penerus budaya, siswa SDI Bangka Jari menunjukan kobolehan mereka dengan lenggak-lenggok mementaskan tarian Danding.
Danding merupakan warisan budaya peninggalan leluhur (ledong dise empo mbate dise ame), anak-anak SDI Bangka Jari punya caranya tersendiri untuk mempertahankan warisan budaya Manggarai dari gempuran tanpa ampun arus globalisasi seperti yang dirasakan saat ini.
“Malam ini, kita semua dimanjakan dengan lenggak-lenggok tubuh dari 13 penari Danding yang terdiri dari 11 laki-laki dan 2 perempuan,” katanya.
Danding sendiri, lanjut dia, merupakan bagian dari budaya Manggarai¸ yang mempertontonkan kompleksitas dalam satu momen. Go’et atau syair pantun adat dan relasi sosial yang harmonis bisa dinikmati sebagai satu paket komplit dalam tarian ini.
Tari Danding merupakan upacara adat/ritual yang merepresentasikan syukuran atas hasil panen yang dirayakan bersama-sama oleh seluruh warga kampung. Tari ini dimainkan saat syukuran musim panen (hang woja), ritual tahun baru (penti), atau upacara adat besar lainnya.
Danding juga biasa dipentaskan untuk menyambut tamu-tamu penting. Dan yang paling umum, prosesi Danding dijadikan momentum pertemuan keluarga Manggarai.
Danding adalah sebuah tarian serta nyayian dalam bentuk pantun dari kelompok pria, dan kelompok wanita yang menjawabnya ataupun sebaliknya. Lagu atau Danding adalah sebuah tanya jawab apa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam tradisi orang Manggarai, jelas Kresensia, pelaksanaan Danding biasanya pada malam hari, di mana peserta membentuk sebuah lingkaran dan saling berpegangan tangan atau berpelukan. Mereka berjalan sambil mengangkat kaki dan menghentakan kaki ke tanah.
Penari Danding biasanya diketuai oleh seorang yang namanya “Kepala Nggejang” atau pemberi irama gerakan dari lagu atau nyanyian tersebut dan berdiri di tengah lingkaran dengan membunyikan alat Giring-giring.
“Kali ini, anak-anak SDI Bangka Jari mengemaskan dalam konteks kekinian tidak sedang untuk menghilangkan makna Danding, sebagai ungkapan syukur dan kebahagian orang Manggarai dalam kesatuan entitas adat,” ujar Kresensia.
Penulis: Ardy Abba