Ruteng, Vox NTT- Ketua Dewan Pembina Lembaga Hukum dan HAM Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia, Gabriel Goa, menilai Polsek Reo, Manggarai, NTT tidak profesional dalam menangani laporan yang dilayangkan seorang warga Reo, Bertolomeus Jematu alias Tommy.
Tommy melaporkan warga berinisial FRS (46) ke Polsek Reo atas dugaan membuat laporan palsu dan pencemaran nama baik pada 26 September 2022 lalu.
Namun menurut Gabriel, hingga kini laporan tersebut terkesan lamban dalam penanganannya.
“Lambannya proses penanganan laporan polisi dengan pelapor Bertolomeus Jematu alias Tommy menunjukkan kinerja Polsek Reo kurang profesional dalam penegakan hukum. Diduga kuat ada oknum Polsek Reo ikut bermain dengan terlapor,” kata Gabriel dalam keterangan tertulis yang diterima VoxNtt.com, Jumat (02/12/2022) sore.
Gabriel pun mendukung langkah Kapolda NTT Irjen Pol Johny Asadoma untuk menertibkan oknum-oknum polisi nakal, tidak profesional dan tidak berintegritas.
“Karena itu, kami mendesak Kapolda NTT perintahkan Kapolres Manggarai copot Kapolsek dan Kanit Reskrim Polsek Reo, Manggarai dan segera diperiksa Propam,” tegas Gabriel.
Kapolsek Reo Ipda Komang Agus Budiawan mengatakan, berkas kasus tersebut sudah dilimpahkan ke Kejaksaan beserta tersangkanya.
“Berkaitan dg kasus itu, sdh kami limpahkan berkas perkara beserta TSK ke kejaksaan om tadi pagi,” tulis Ipda Komang saat dihubungi melalui pesan WhatsApp-nya, Jumat sore.
Sementara untuk laporan dugaan membuat laporan palsu dan pencemaran nama baik yang dilayangkan Tommy terhadap FRS, menurut Komang, secara otomatis gugur.
“Otomatis laporan ini gugur, karena perkara pokok memenuhi syarat untuk diajukan ke persidangan berkaitan adanya laporan penganiayaan yg dilakukan oleh Bertolomeus Jematu om,” katanya.
Kronologis
Dalam keterangan tertulis yang diterima VoxNtt.com, Tommy mengungkapkan kronologis kejadian sebelum akhirnya ia dilaporkan ke Polsek Reok oleh FRS yang adalah kakak iparnya.
Pada 17 Juni 2022 terjadi pertengkaran di sawah orangtua antara ibu Tommy, Tommy, dan dua kerabat versus ipar (istri almarhum kakak Tommy) berinisial FRS.
Hari itu untuk ketiga kalinya pihak Tommy turun langsung ke sawah untuk menghentikan aktivitas menanam padi oleh ipar dan berapa orang yang dia pekerjakan.
“Permintaan mama berulangkali kepada para pekerja agar mereka berhenti menanam padi ditanggapi ipar dengan menyuruh orang-orang sewaannya itu melanjutkan pekerjaan. Ipar juga berulang kali menyatakan bahwa bagian sawah yang sedang digarapnya sudah menjadi miliknya,” terang Tommy.
Sempat terjadi kontak fisik antara Tommy dan iparnya. Tommy memegang dua belah pipi iparnya dengan dua telapak tangan sambil mengatakan bahwa sawah orangtua belum dibagi ke anak-anak untuk dimiliki.
Keributan tidak berlangsung lama, berakhir setelah orang sewaan ipar berhenti menanam padi. Ipar selanjutnya duduk di bale-bale pondok kurang dari satu jam sebelum meninggalkan pondok/sawah.
Ibu Tommy kemudian duduk di bale-bale yang sama saat itu dan kondisinya aman-aman saja. Tidak ada hal yang luar biasa. Selama duduk di bale-bale itu, ipar sibuk dengan HP-nya, tampak sedang mengirimkan pesan entah dengan siapa.
Setelah kejadian hari itu, Tommy mendapat kabar bahwa ipar sudah melaporkannya ke polisi dengan tuduhan melakukan penganiayaan (pemukulan). Dua kerabat Tommy juga dilaporkan dengan tuduhan mendukung peristiwa penganiayaan.
Pihak Tommy juga mendapat kabar bahwa iparnya sudah dilakukan visum et repertum atas beberapa gores luka tipis di dada. Dari foto yang sudah diihat Tommy, luka di dada itu tampaknya akibat cakaran.
“Tuduhan penganiayaan itu tuduhan palsu, fitnah. Dalam keributan pada 17 Juni itu tidak ada pemukulan, apalagi pemukulan yang mengakibatkan luka,” tegas mantan Aktivis 98 itu.
Tawaran Damai Bersyarat
Pada 22 Juni 2022, sebelum Tommy dan dua kerabatnya mendapat panggilan pertama dari Polsek Reo, Kanit Reskrim Polsek Reo menemuinya.
Dia menginformasikan bahwa ipar sudah melaporkan Tommy dan dua kerabatnya ke Polsek, dan visum et repertum sudah dilakukan.
Kanit Reskrim juga menyampaikan bahwa ipar menawarkan damai dengan syarat bahwa orangtua memutuskan sebagian petak sawah jadi hak miliknya. Bila syarat dipenuhi, ipar menarik laporan. Bila syarat tidak dipenuhi, proses hukum diteruskan.
Dan kata Kanit Reskrim, lanjut Tommy, kalau proses hukum diteruskan, dia pasti masuk penjara. Sebab, dalam kasus ini posisi Tommy sangat lemah.
Kanit Reskrim juga berapa kali meminta Tommy untuk memberitahu apa tanggapan keluarga terhadap syarat yang diajukan ipar.
“Syarat itu bisa dipenuhi atau tidak? Karena berapa alasan, saya menolak permintaan itu,” kata Tommy.
Mediasi yang Gagal
Pada 28 Juli 2022 diadakan mediasi di Polsek Reo. Saat itu ipar Tommy sendiri menyampaikan tawaran damai bersyaratnya.
“Syaratnya mama putuskan sebagian petak sawah dan rumah orangtua jadi hak milik ipar. Kalau syarat dipenuhi, laporan ditarik. Syarat tidak dipenuhi, perkara jalan terus,” tegasnya.
“Tapi mama tidak penuhi syarat itu. Mama tetap pada sikap bahwa sawah baru akan dibagi ke anak-anak untuk jadi hak milik nanti entah kapan, bahwa rumah orangtua nanti diwariskan ke salah satu anak laki-laki yang masih hidup,” imbuh dia.
Setelah ibu Tommy menyampaikan tanggapan terhadap syarat damai itu, berulang kali Kanit Reskrim memintanya untuk memberikan gambaran mengenai keputusan suatu waktu nanti terkait pembagian sawah kepada anak-anak.
Tapi ibu Tommy tidak memenuhi permintaan Kanit Reskrim itu. Sebab, terkait sawah, soal siapa dapat apa dan berapa baru dipikirkan dan diputuskan nanti entah kapan.
“Karena syarat damai yang diajukan ipar tidak dipenuhi, proses hukum dilanjutkan,” kisah Tommy.
Penarikan Kembali Atas Sawah
Tahun 2020 ibu Tommy membagi sawah ke berapa anak untuk digarap, bukan untuk dimiliki. Kalau saat itu dibagi untuk dimiliki, tentu dibuat surat hibah. Sampai sekarang belum ada surat hibah dari orangtua karena memang sawah belum diputuskan dibagi untuk dimiliki anak-anak.
Pada Juli 2021 kakak laki tertua Tommy (suami dari ipar) meninggal dunia. Sawah bagian almarhum kakaknya itu terus digarap ipar.
Pada Hari Raya Paskah 2022 ibu Tommy menyampaikan ke ipar keputusan menarik kembali sawah dari anak-anak. Penarikan kembali terhitung usai panen pertama tahun ini (Mei 2022).
Selanjutnya, dalam rentang waktu yang belum ditentukan, semua petak sawah dikelola atas nama ibu Tommy sendiri.
Ipar melawan keputusan ibu Tommy itu. Dia bersikeras untuk terus menggarap sawah. Dia juga mengklaim bahwa bagian sawah yang digarapnya adalah miliknya. Sebab, menurutnya, sudah menjadi milik suaminya (almarhum kakak Tommy) sejak pembagian untuk digarap pada tahun 2020.
“Hampir 10 kali mama menyampaikan keputusan itu ke ipar dan mengingatkan dia mengenai status kepemilikan sawah yang belum beralih dari orangtua ke anak-anak. Tapi, ipar tidak peduli. Puncaknya pertengkaran mulut di sawah pada 17 Juni 2022 itu,” katanya.
Masalah Alat Bukti Visum
Proses hukum atas dugaan laporan palsu ipar Tommy berlanjut sampai saat ini. Berapa hari lalu berkas kasus Tommy masuk kantor Kejaksaan Cabang Reo untuk diperiksa sebelum diserahkan lagi ke Polsek.
“Begitu informasi yang saya dengar,” kata Tommy.
“Terkait penetapan tersangka, sampai saat ini saya belum menerima surat penetapan tersangka. Tapi, status saya sebagai tersangka disebutkan dalam surat panggilan untuk memberi keterangan di polsek dua minggu lalu,” imbuh dia.
Terkait penetapan tersangka, Tommy sempat bertanya ke penyidik mengenai kecukupan alat bukti. Penyidik bilang, penetapan tersangka dapat dilakukan karena tersedia dua alat bukti, yakni keterangan 3 saksi yang memberatkan (orang yang dibayar ipar untuk menanam padi) dan bukti visum.
Terkait saksi, dari pihak Tommy dan ibunya menjadi saksi yang meringankan. Ibu Tommy menjadi saksi atas permintaannya. Selain ibunya, ikut menjadi saksi dua kerabat Tommy yang di awal ikut dilaporkan dengan dugaan mendukung tindak penganiayaan itu.
“Terkait visum, saya menyampaikan ke penyidik bahwa dalam kasus ini visum tidak memadai menjadi alat bukti karena tidak menjelaskan siapa penyebab berapa gores luka di dada ipar,” ujar Tommy.
“Saya menyampaikan keberatan terkasit visum ini karena berapa gores luka itu bukan akibat perbuatan saya. Dugaan kuat saya, luka itu akibat perbuatan ipar sendiri setelah meninggalkan pondok pada 17 Juni itu,” imbuh dia.
Tommy pun menduga, tindakan itu dilakukan ipar setelah mendapat masukan entah dari siapa. Tujuannya menjerat Tommy secara hukum dan selanjutnya memanfaatkan kasus ini sebagai penekan agar keluarga mau memenuhi keinginan ipar itu untuk secepatnya memiliki sebagian sawah orangtua.
Penulis: Ardy Abba