Oleh: Yohanes Mau
Misionaris SVD tinggal di Zimbabwe, Afrika
Mungkinkah alam sudah mulai bosan melihat manusia di Lamaknen- Belu Utara, NTT, Indonesia? Pertanyaan ini muncul ketika beberapa video dan foto yang diposting di media-media sosial tentang longsor yang sedang terjadi di beberapa wilayah pedesaan seperti desa Ekin, Henes, Loonuna, Sisi Fatuberal, Lutharato, Debululik dan Kewar Kecamatan Lamaknen dan Lamaknen Selatan, Belu, Nusa Tenggara Timur.
Kini alam semakin tak bersahabat dengan manusia. Para korban menjerit atas pristiwa alam ini dan menangis mengemis-ngemis uluran tangan kasih untuk segera ditolong.
Teriakan minta tolong datang dari rakyat-rakyat kecil sederhana yang tidak mampu menolong dirinya sendiri.
Mereka merintih dan mendambakan cuaca alam yang bersahabat di segala musim. Namun satu hal paling urgen yang mereka lalai selama ini adalah lupa bersahabat dengan alam.
Bersahabat dengan alam artinya meluangkan waktu untuk memerhatikan alam secara baik dan benar.
Memberikan hati secara penuh kepada alam dan merawatnya dengan cinta yang tulus tanpa bungkus kepalsuan sedikit pun.
Pristiwa alam longsor yang menyebabkan putusnya akses-akses umum seperti jalan raya dan jembatan. Misalkan bulan lalu akses jalan raya dari Kupang ke Soe dan jalur selanjutnya putus total akibat longsor.
Pristiwa alam seperti ini sebenarnya gugatan atas tindakan manusia yang selama ini merasa cuek dan tidak peduli dengan alam. Padang sabana yang selama ini tidak ada pohon diterlantarkan begitu saja tanpa adanya inisiatip tanam pohon.
Andaikan penanaman pohon telah dilakukan sejak 20 tahun lalu maka saya yakin alam akan bersahabat dan baik-baik saja. Namun betapa sedihnya hati saya karena masyarakat kecilku berpikir belum sampai di sana.
Semoga longsor yang terjadi di mana-mana tahun ini menggoreskan hati mereka mencair untuk tanam pohon. Tanam pohon itu sangat penting.
Tanpa tanam pohon maka janganlah kaget merasakan longsor dan banjir seperti yang sedang terjadi di sebagian besar wilayah NTT. Bencana yang sedang gencar ini adalah cara lain teriakan alam untuk diperhatikan.
Alam semesta, manusia dan Tuhan adalah ketiga elemen terpenting yang sangat erat memiliki relasi tak terputuskan. Artinya kapan dan dalam situasi apa pun hidup manusia bisa bertahan hingga detik ini oleh karena kemurahan kasih Tuhan.
Tuhan menciptakan manusia dengan segala akal budi dan secitra denganNya bertujuan agar manusia menjadi rekan kerja di dalam menjaga dan melestarikan segala sesuatu yang ada di semesta secara baik agar tidak hancur berantakan.
Namun di dalam realitas, manusia tidak sadar akan tugas mulianya ini. Manusia malah mengeksploitasi alam semesta secara sewenang-wenangnya demi kepentingan pribadi dan golongan.
Alam semesta yang adalah saudara ciptaan oleh tangan seni Tuhan Sang Skenario diperkosanya hingga tak berdaya. Lahan-lahan tandus dibiarkan begitu saja.
Hutan-hutan lebat ditebas dan diambil kayunya untuk urusan bisnis demi kenikmatan duniawi semata tanpa adanya penghijauan kembali. Inilah pembiaran alam semesta menjerit hingga terjadinya pelbagai bencana alam pada musim hujan.
Semoga cara ini menyadarkan hati manusia untuk segera peduli melakukan relasi pemulihan kembali dengan alam yang telah murka selama hari-hari ini.
Segala sesuatu yang tersaji indah di tengah semesta ini adalah anugerah terberi dari Tuhan. Manusia dengan segala akal budinya memerhatikan dan menggunakannya untuk menjaga kelangsungan hidupnya.
Namun manusia salah memainkan perannya sebagai co-creator yang turut melestarikan alam ini indah seperti yang dulu.
Manusia tahu mengambil isi alam tanpa bersyukur dan merawatnya kembali menjadi indah. Inilah kelemahan manusia yang tidak pernah sadar akan alam sebagai saudara seciptaan. Masih adakah manusia yang berhati terhadap alam sebagai sesama ciptaan Tuhan?
Semoga gugatan-gugatan alam lewat hujan, angin taupan, tanah longsor, banjir, dan bencana alam lainnya selama ini menjadi awasan yang serius untuk kita. Alam mesti diperhatikan sebagaimana kita memerhatikan diri kita sendiri.
Tidak boleh mengabaikan alam semesta hingga merana tetapi selalu meluangkan waktu untuk memupuk relasi yang harmonis dengan segala sesuatu yang tersaji di alam ini sebagai anugerah terindah dari Tuhan.
Manusia mesti berusaha untuk membaca keindahan alam dengan baik. Manusia harus mampu melihat wajah Tuhan yang nampak secara nyata di dalam semesta yang indah dan juga lewat semesta yang tak terawat. Di sana Tuhan hadir dan menyapa kita setiap hari.
Hanya manusia yang belum memiliki mata dan hati untuk melihat dan merasakan pancaran wajah Tuhan yang penuh belaskasih di tengah semesta yang maha luas ini.
Jangan kaget dan merasa sangsi hadapi badai hidup yang sedang mengamuk saat ini karena segalanya terjadi oleh karena kelalaian dan kealpaanmu di masa-masa yang silam.
Pristiwa alam longsor di beberapa wilayah yang saya sebutkan di atas adalah gugatan untuk manusia agar segera sadar akan relasi yang dibangun selama ini dengan Tuhan dan semesta.
Sudahkah kita meluangkan waktu untuk menjalin relasi yang harmonis dengan Tuhan? Ataukah kita hanyut di dalam bahagia dan gembira tanpa melibatkan Tuhan sebagai sumber dari segalanya itu.
Maka mari kita kembali merenung dan berbalik kepada Tuhan. Alam semesta ada dan hadir melayani manusia tanpa kalkulasi untung dan rugi.
Lantas apakah yang telah manusia berikan untuk alam semesta? Alam semesta tak menuntut yang lebih dari manusia.
Alam semesta hanya mengharapkan manusia-manusia yang tahu bersyukur dan berterima kasih atas segala kelimpahan yang ada di semesta ini.
Alam semesta hanya mengharapkan kepedulian manusia untuk menjaga dan melestarikannya dengan baik agar tidak tercabik dari keutuhan originalnya.
Maka lewat pristiswa-pristiwa alam yang sedang terjadi di sekitar, manusia dipanggil untuk tanggalkan keegoismean dan ketamakan manusiawi yang memenjarahkan selama ini dan memulihkan relasi dengan Tuhan, dan alam semesta.
Hanya lewat beberapa tawaran yang saya sajikan ini hidup manusia akan mengalami bahagia, gembira dan kedamaian di segala musim tanpa ada gugatan dari semesta.