Oleh: Marianus Mantovanny Tapung
Bagi banyak orang Indonesia, bekerja di luar negeri barangkali terlalu optimistis dipandang sebagai tiket menuju kehidupan yang lebih baik.
Namun kenyataan bagi banyak pekerja migran Indonesia, setidaknya dari sejumlah isu terakhir, jauh dari mimpi yang mereka bayangkan.
Pekerja migran Indonesia seringkali mengalami eksploitasi, pelecehan, dan kondisi kerja yang tidak manusiawi.
Para pekerja ini rentan terhadap berbagai kekerasan, termasuk penilepan upah, kekerasan fisik dan seksual, dan kondisi kerja yang tidak aman.
Terlepas dari upaya pemerintah Indonesia dan organisasi internasional seperti Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) untuk memperbaiki situasi, banyak pekerja migran terus menderita dalam kesunyian.
Saat kita merayakan Hari Buruh Internasional (Mayday), penting untuk menyoroti nasib para pekerja migran Indonesia dan mendorong perlindungan dan hak yang lebih besar bagi para pekerja yang telah berkorban begitu banyak untuk keluarga dan negara mereka.
Tanggal 1 Mei diperingati secara global sebagai Hari Buruh Internasional. Ini adalah hari untuk mengakui kontribusi dan perjuangan para pekerja di seluruh dunia.
Di Indonesia, hari ini sangat penting, karena negara ini adalah rumah bagi jutaan pekerja migran yang telah meninggalkan keluarga dan rumah mereka untuk mencari peluang yang lebih baik.
Namun, kenyataan bagi banyak pekerja migran Indonesia jauh dari apa yang mereka harapkan. Banyak yang menghadapi eksploitasi, pelecehan, dan kondisi kerja yang tidak manusiawi, dan seringkali tidak mendapatkan perlindungan dan dukungan hukum.
Dalam diskursus ini, kita akan menggali persoalan-persoalan kritis yang dihadapi buruh migran Indonesia, perlunya kesadaran sosial dan politik mengenai situasi mereka, dan solusi komprehensif untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut.
Apa yang Harus Dipedulikan?
Seperti yang disebutkan dalam judul dan pengantar di atas, kepedulian terhadap situasi buruh migran Indonesia sangatlah penting.
Menurut International Organization for Migration (IOM), ada lebih dari 4 juta pekerja migran Indonesia saat ini yang tengah bergelut dengan ragam pekerjaan di luar negeri.
Para pekerja ini seringkali rentan terhadap berbagai permasalahan kritis yang mengancam keselamatan mereka.
Selain itu, banyak pekerja migran tidak memiliki akses terhadap perlindungan dan dukungan hukum, sehingga sulit bagi mereka untuk mengadvokasi dan mendapatkan pembelaan hukum atas hak-hak mereka.
Masalah Kerawanan Buruh Migran
Salah satu masalah kritis utama yang dihadapi pekerja migran Indonesia adalah perlindungan hukum yang tidak memadai.
Petama, banyak pekerja migran bekerja di sektor informal dan tidak memiliki akses terhadap perlindungan hukum, seperti peraturan upah minimum, standar kesehatan dan keselamatan, dan perlindungan dari perlakuan diskriminatif di tempat mereka berkarya.
Bahkan mereka yang bekerja di sektor formal mungkin tidak memiliki akses ke perlindungan hukum karena rumitnya Undang-undang Ketenagakerjaan di negara tujuan dan sulitnya mendapatkan perlakuan adil atas keberadaan mereka.
Kedua, adalah akses terhadap kesehatan dan keselamat kerja; dalam sejumlah pemberitaan diperlihatkan fakta bahwa banyak di antara para pekerja migran yang kurang mendapatkan akses terhadap layanan kesehatan di negara tujuan.
Banyak pekerja migran dipekerjakan dalam pekerjaan berbahaya dan berisiko tinggi terhadap kemungkinan cedera dan terinfeksi penyakit berbahaya pada bidang pekerjaan yang mereka geluti.
Namun, karena kendala bahasa, kurangnya informasi, dan diskriminasi, banyak banyak di antara mereka tidak dapat mengakses layanan kesehatan.
Ketiga, kondisi kerja yang buruk juga merupakan masalah signifikan yang dihadapi oleh pekerja migran Indonesia.
Banyak pekerja migran bekerja di sektor konstruksi, manufaktur, dan pekerjaan rumah tangga, yang seringkali tanpa batasan jam kerja yang wajar, upah rendah, dan kondisi kerja yang tidak aman.
Selain itu, banyak pekerja migran yang dipaksa bekerja dalam kondisi yang tidak manusiawi, seperti tempat tinggal yang penuh sesak, pengap, dan lingkungan kerja yang tidak sehat.
Keempat, penilepan (pencurian) upah adalah masalah signifikan lain yang dihadapi oleh pekerja migran Indonesia.
Banyak buruh migran tidak dibayar upah yang seharusnya mereka terima, atau mereka dibayar kurang dari upah minimum atau tidak sesuai dengan durasi waktu kerja yang telah mereka jalankan terutama yang bekerja sebagai asisten rumah tangga atau buruh perkebunan.
Hal ini dapat terjadi karena pemberi kerja mengeksploitasi kerentanan mereka, atau pemberi kerja memanfaatkan Undang-undang Ketenagakerjaan yang kompleks dan seringkali membingungkan di negara tujuan.
Kebutuhan akan Solusi yang Komprehensif
Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan solusi yang komprehensif. Langkah pertama adalah memberikan perlindungan hukum yang lebih baik bagi pekerja migran.
Hal ini dapat melibatkan peningkatan kerangka hukum seputar hak-hak pekerja migran, penyederhanaan Undang-undang Ketenagakerjaan agar lebih mudah diakses oleh pekerja migran, dan penguatan penegakan Undang-undang Ketenagakerjaan.
Solusi lain adalah meningkatkan akses layanan kesehatan bagi pekerja migran. Ini dapat melibatkan penyediaan informasi yang lebih baik tentang layanan perawatan kesehatan, meningkatkan layanan dukungan bahasa, dan bekerja sama dengan pemberi kerja untuk menyediakan cakupan perawatan kesehatan yang lebih baik bagi karyawan mereka.
Untuk meningkatkan kondisi kerja bagi pekerja migran, penting untuk mempromosikan standar dan perlindungan tenaga kerja yang lebih baik.
Hal ini dapat melibatkan kerja sama dengan pemberi kerja untuk memastikan bahwa mereka menyediakan kondisi kerja yang aman dan manusiawi, mempromosikan praktik ketenagakerjaan yang lebih baik melalui kampanye kesadaran sosial dan politik, dan menciptakan peraturan yang lebih kuat seputar perlakuan terhadap pekerja migran.
Untuk mengatasi pencurian/pemotongan upah yang tidak manusiawi, penting untuk meningkatkan penegakan hukum ketenagakerjaan dan memberikan dukungan yang lebih baik bagi pekerja migran yang mengalami pencurian upah.
Hal ini dapat melibatkan pembuatan layanan dukungan khusus untuk pekerja migran yang telah mengalami pencurian upah, meningkatkan hukuman bagi pemberi kerja yang melanggar Undang-undang Ketenagakerjaan, dan bekerja sama dengan pemberi kerja untuk menciptakan sistem penggajian yang lebih baik yang mempermudah pelacakan dan pemantauan upah.
Untuk mengatasi masalah kurangnya perlindungan dan dukungan bagi pekerja migran, penting bagi pemerintah Indonesia untuk memperbaiki kebijakan dan peraturannya.
Salah satu cara untuk mencapainya adalah dengan memperkuat koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait.
Saat ini, tanggung jawab terkait pekerja migran tersebar di berbagai instansi, antara lain Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja, dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (BNP2TKI).
Hal ini sering menyebabkan kurangnya akuntabilitas dan kebingungan mengenai peran dan tanggung jawab masing-masing instansi.
Dengan membentuk badan atau komite terpusat yang didedikasikan untuk masalah pekerja migran, pemerintah dapat merampingkan proses koordinasi dan memastikan bahwa semua badan bekerja sama secara efektif.
Aspek penting lainnya dalam melindungi pekerja migran adalah memastikan bahwa mereka mengetahui hak-hak mereka dan memiliki akses ke bantuan hukum.
Banyak pekerja migran yang tidak menyadari hak-hak mereka, yang membuat mereka rentan terhadap eksploitasi dan pelecehan.
Oleh karena itu, pemerintah harus memprioritaskan pemberian pendidikan dan pelatihan kepada pekerja migran tentang hak-hak mereka, serta menetapkan mekanisme bagi mereka untuk mengakses bantuan hukum.
Hal ini dapat dilakukan melalui kemitraan dengan organisasi masyarakat sipil dan lembaga bantuan hukum.
Kerja Sama Lintas Pihak
Selain semua tawaran solusi di atas, hal yang tidak kalah pentingnya untuk disadari bahwa masalah hak pekerja migran tidak terbatas pada tanggung jawab pemerintah Indonesia.
Komunitas internasional, termasuk pemberi kerja, negara tuan rumah, dan organisasi internasional, juga memiliki peran untuk memastikan bahwa pekerja migran dilindungi dan diperlakukan secara adil.
ILO telah mengambil langkah-langkah untuk mendukung hak-hak pekerja migran, termasuk adopsi Konvensi Migrasi untuk Pekerjaan (Revisi) pada tahun 1949, yang menyerukan perlindungan hak-hak pekerja migran dan penghapusan kerja paksa.
Namun, lebih banyak yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa standar internasional ini ditegakkan dan dan dipatuhi oleh semua pihak.
Dengan demikian, persoalan hak-hak pekerja migran merupakan masalah yang kompleks dan mendesak yang membutuhkan solusi yang komprehensif dan kolaboratif.
Kurangnya perlindungan dan dukungan bagi pekerja migran, ditambah dengan tantangan yang ditimbulkan oleh pandemi COVID-19, menyoroti perlunya tindakan segera.
Untuk mengatasi masalah ini, penting bagi pemerintah Indonesia untuk memprioritaskan perlindungan hak-hak pekerja migran dengan memperbaiki kebijakan dan peraturan, memperkuat koordinasi antar instansi terkait, memberikan pendidikan dan bantuan hukum kepada pekerja migran, dan terlibat dengan komunitas internasional.
Dengan demikian, Indonesia dapat memastikan bahwa pekerja migrannya dilindungi, diperlakukan secara adil, dan mampu memberikan kontribusi bagi pembangunan negara.
Oleh karena itu, isu hak pekerja migran merupakan masalah kritis yang membutuhkan perhatian mendesak dari berbagai pemangku kepentingan.
Kurangnya perlindungan dan dukungan bagi pekerja migran telah menyebabkan eksploitasi dan pelecehan, yang semakin diperparah dengan tantangan yang ditimbulkan oleh pandemi COVID-19 yang baru berlalu dan masih menyisakan dampak yang masih kompleks ke depannya.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia harus memprioritaskan perlindungan hak-hak pekerja migran dengan memperbaiki kebijakan dan peraturan, memperkuat koordinasi antar instansi terkait, memberikan pendidikan dan bantuan hukum kepada pekerja migran, dan menjalin hubungan dengan komunitas internasional.
Sudah saatnya mengakui kontribusi penting pekerja migran bagi pembangunan Indonesia dan memastikan bahwa mereka diperlakukan dengan bermartabat dan hormat.*
Dr. Marianus M. Tapung adalah seorang pakar sosial humaniora dengan jabatan akademis Associate Professor di Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng