Ruteng, Vox NTT- Pengerjaan proyek yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur, diangkat dalam sidang paripurna di lembaga dewan setempat.
Baru-baru ini, Fraksi Partai Demokrat menyampaikan pandangan umumnya tentang proyek peningkatan ruas jalan Lante – Ojang dan status ruas jalan Simpang To’e menuju Wangkal yang diduga menyimpan banyak mafia.
Dalam pandangan umum yang dibacakan Silvester Nado, Demokrat mengatakan peningkatan ruas jalan Lante – Ojang di Kecamatan Reok Barat yang menggunakan pagu APBD II Manggarai sebesar Rp1.599.991.048 itu sampai saat ini belum dilaksanakan.
Padahal, dalam dokumen penandatanganan kontrak kerja oleh CV Kali Kassa sudah dilaksanakan pada tanggal 19 April 2023 lalu.
Kontrak kerja itu, kata Silvester, seharusnya sudah berakhir pada Agustus 2023, tetapi hingga saat ini nasib pelaksanaan proyektersebut belum jelas.
“Yang menjadi pertanyaan fraksi bagaimana nasibnya. Apalagi jika dilihat dari masa kontrak kerja harus sudah berakhir. Kami menduga ada mafia,” kata Silvester usai membacakan pandangan umum.
Saat ini, katanya lagi, wilayah Kecamatan Reok Barat terancam memasuki musim hujan. Ketika belum ada pihak yang mengambil tindakan atas proyek tersebut maka pelaksanaannya berpotensi gagal.
Untuk itu, Pemda Manggarai melalui dinas terkait harus segera mengambil keputusan strategis dalam rangka merealisasikan program tersebut.
Selain itu, lanjut Silvester, Demokrat juga mempertanyakan status ruas jalan Simpang To’e menuju Wangkal yang sudah masuk kategori Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP).
Tetapi proyek tersebut belum ada tanda-tanda untuk dilanjutkan sesuai volume pekerjaan yang sudah tertuang dalam kontrak kerja.
Akibatnya, masyarakat selaku penerima manfaat menjadi korban ulah para oknum-oknum yang bermain
“Pertanyaan fraksi sejauh mana penanganan masalah hukum terhadap kontraktor proyeknya, apalagi Penjabat Sementara Kepala Desa persiapan Kajong Barat sudah pernah dipanggil Cabang Kejaksaan Negeri Manggarai di Reo terkait proyek mafia itu,” tukas Silvester.
Dengan demikian, sambung Silvester, Demokrat mendesak agar proses hukum terkait proyek tersebut segera diselesaikan sehingga status KDP tidak menggantung terus tanpa ada upaya penyelesaian.
Masyarakat Reok Barat, tambah Sivester, tentu membutuhkan infrastruktur yang memadai dalam rangka menunjang kebutuhan hidup.
Karena itu, sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk memenuhi hak dasar terhadap kebutuhan masyarakat.
Tak berhenti di situ, Silvester juga menyoroti program peningkatan ruas jalan yang sedang digalakan Pemda Manggarai pada proyek tersebut.
Ia menilai kebijakan pemerintah tidak sesuai, karena dalam perencanaan hanya menyiapkan lebar dua meter untuk HRS dan satu meter di sisi kiri dan kanan menggunakan rabat beton. Sementara dalam perencanaan tahun sebelumnya lebar jalan HRS empat meter.
“Kami mempertanyakan kualitas rabat beton tersebut karena mutu antara HRS dan rabat beton pasti tidak sama. Di sisi lain kita dihadapkan dengan peningkatan jumlah kendaraan yang sangat pesat dari tahun ke tahun,” tutur Silvester.
Menanggapi itu, Pemda Manggarai melalui Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Lambertus Paput menjelaskan peningkatan ruas jalan Lante – Ojang di Kecamatan Reok Barat sudah terealisasi pelaksanaan fisik sebesar 30,43 persen yang terdiri dari pekerjaan minor berupa pemasangan batu dengan mortar (saluran drainase), galian tanah biasa dan galian batu untuk pelebaran badan jalan sepanjang ruas penanganan satu kilometer dan pemasangan batu untuk TPT.
Pada Kamis, 21 September 2023 lalu, kata Paput, sudah dilakukan kegiatan gelar hampar lapen sebagai kegiatan awal untuk menyelesaikan pekerjaan mayor dan waktu pelaksanaan pekerjaan fisiknya baru selesai pada tanggal 30 Oktober 2023 mendatang.
Sementara terkait status ruas jalan Simpang To’e menuju Wangkal yang bersatus KDP, Paput bilang, ruas itu sudah dianggarkan kembali pada perubahan APBD tahun 2023. Namun ia tak menjelaskan status hukum kontraktor yang dipertanyakan Anggota DPRD Silvester Nado.
Sedangkan terhadap pertanyaan Silvester Nado tentang kebijakan dalam perencanaan yang hanya menyiapkan lebar dua meter untuk HRS dan selanjutnya satu meter di sisi kiri dan kanan menggunakan rabat beton, ia menjelaskan, penanganan untuk paket HRS mengikuti eksisting lebar jalan yang ada. Apabila lebar jalan eksisting tiga meter maka pelaksanaannya dilakukan sepanjang tiga meter juga.
“Untuk pekerjaan HRS itu lebar jalan minimal yang dilaksanakan adalah tiga meter dan itu sudah menjadi syarat minimal lebar jalan kabupaten sehingga itu yang kami lakukan,” kata Paput, terpisah di Ruteng.
Pemerintah Kabupaten Manggarai, jelas Paput, tidak diizinkan untuk menambah lebar pekerjaan badan jalan lebih besar dari tiga meter. Sebab, saat ini kondisi kemantapan jalan di Kabupaten Manggarai baru mencapai 55 persen dari kondisi kemantapan jalan kabupaten secara nasional.
“Yang diisyaratkan 65 persen. Jadi, di Kabupaten Manggarai belum bisa karena kemantapannya hanya 55 persen saja, sehingga pembangunan rabat beton mengikuti itu,” urai Paput.
Kontributor: Berto Davids