Oleh: Soteris Seperuri Tanggul
Mahasiswa Semester VII Stipas Santo Sirilus Ruteng
Kehidupan manusia di era milenial ini merupakan corak kehidupan yang diwarnai oleh sistem digital. Setiap manusia bebas dalam mengatur kehidupannya di tengah masa yang baru ini.
Semua teknologi yang dibangun telah memberi ruang baru untuk kehidupan manusia saat ini. Teknologi terus bertumbuh tanpa henti layaknya mati satu tumbuh seribu.
Perkembangan teknologi khususnya media informasi media sosial sudah menjadi kendaraan utama dalam mengatur jalannya informasi, komunikasi, serta wadah eksistensi teknologi.
Media sosial menjadi kebutuhan primer dari masyarakat. Media sosial dewasa ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia, tak terkecuali generasi muda. Mereka lahir, hidup, dan terkena dampak dunia digital.
Mereka dimanjakan oleh gelombang teknologi informasi dan sistem informasi yang pesat. Mereka terkena dampak revolusi berita yang membuat mereka secara intens terlibat pada informasi melalui media sosial dan akses internet yang murah dan mudah.
Mereka mudah beradaptasi dengan informasi di bidang apapun di dunia. Mereka menjadi warna dunia (citizen of the world) di dunia maya.
Fashion, lifestyle, makanan, film serial televisi, tokoh-tokoh imajiner, produk-produk branded, barang-barang elektronik, dan segala informasi di dunia mempengaruh respons mereka seperti cara ekspresi, tutur kata, visualisasi, dan lain-lain.
Mereka memiliki cara dan gaya belajar yang berbeda, karena asupan gizi digital dari digitized information yang berlimpah ruah, yang membuat mereka menjadi kelabakan tanpa smartphone atau akses internet yang memadai (M. J Tulung. 2019).
Kemajuan teknologi komunikasi tidak hanya membawa dampak positif tetapi juga dampak negatif bagi penggunanya. Fakta menunjukan bahwa terkadang media sosial disalahgunakan sebagai ajang adu argumentasi, penyebaran berita-berita hoaks, komentas-komentar yang bersifat rasis dan menyudutkan orang lain, bahkan sampai menunjukan terjadi perkelahian.
Dampak-dampak nagatif itu terkadang disebabkan oleh pemahaman kebebasan yang salah. Orang tidak memperhatikan etika dalam menggunakan teknologi di bidang media sosial.
Adanya penyalahgunaan kebebasan dalam bermedia sosial tampak dalam ruang lingkup kehidupan Kaum Muda genarasi millenial saat ini. Salah satu dampak buruk yg marak terjadi saat ini dikenal dengan istilah body shaming.
Akibat lebih jauh dari body shaming ini adalah terganggunya sikap, pendirian, bahkan hati nurani seseorang. Orang tidak merasa leluasa dan bebas untuk membentuk pandangan dan pendapat pribadi, bahkan menentukan ke mana arah pembentukan dirinya, tetapi bergantung pada apa yang dikatakan orang, atau apa penilaian orang lain atas dirinya.
Kebebasan untuk mengekspresikan dirinya menjadi terhambat. Ini termasuk salah satu dari sekian banyak dampak negatif yang lahir dari kemajuan teknologi informasi dewasa ini.
Ajaran sosial gereja tentang Gereja dalam Dunia Dewasa Ini Gaudium et Spes merumuskan kebebasan yang sejati sebagai tanda yang mulia gambar Allah dalam diri manusia.
Manusia seharusnya dan sejatinya bertindak berdasarkan kebebasan hati nuraninya, dan bukan oleh karena paksaan dari luar.
Katekismus Gereja Katolik juga mengajarkan bahwa Allah bermaksud menyerahkan manusia kepada kebebasannya sendiri supaya manusia dengan sukarela mencari pencipta-Nya dengan mengabdi kepada-Nya secara bebas mencapai kesempurnaan yang membahagiakan.
Sebab hanya dalam Allah manusia dapat menemukan kebenaran dan kebahagiaan yang dicarinya terus-menerus.
Syarat hakiki bagi tindakan moral adalah kebebasan kehendak. Maka untuk melakukan sesuatu, manusia mesti mendasarkan tindakannya pada kebebasan itu sendiri.
Orang Muda Katolik, sebagaimana kaum muda pada umumnya, adalah bagian nyata dari dunia yang sedang berkembang. Mereka berada di tengah arus perkembangan teknologi informasi dengan berbagai dampak ikutannya.
Orang Muda Katolik adalah bagian nyata dari Gereja. Mereka adalah harapan Gereja, harapan bangsa dan negara. Mereka adalah penentu, sekaligus pembaharu Gereja, masyarakat, bangsa dan negara di masa depan.
Seraya mempersiapkan diri menuju masa depan, mereka pun harus bersikap kritis terhadap kemajuan teknologi informasi agar tidak hanyut di dalam dampak-dampak negatif yang dapat menghancurkan masa depan mereka. Untuk itu, mereka tentunya harus didampingi agar dapat berkembang dengan baik.
Dalam konteks perkembangan dunia digital, mereka juga harus dibantu agar dengan bijaksana menyikapi dan menggunakan alat-alat komunikasi dengan benar dan bertanggung jawab.
Kebebasan mereka dalam menggunakan alat-alat teknologi mestinya membantu mereka untuk bertumbuh dan berkembang secara baik, dengan memperhatikan integritas kepribadian mereka.
Tindakan mereka tidak boleh terpengaruh oleh aneka pandangan yang datang dari luar dirinya, melainkan harus datang dari dalam dirinya dan didasarkan pada suara hatinya.
Orang Muda Katolik adalah bagian nyata dari dunia yang sedang berkembang. Karena itu mereka harus mempunyai sikap kritis terhadap kemajuan teknologi informasi agar tidak hanyut dalam dampak-dampak negatif yang berpengaruh pada prilaku dan cara pandang mereka.
Mereka perlu dibantu untuk bijaksana dalam menyikapi dan menggunakan alat komunikasi dengan benar dan bertanggung jawab.
Ajaran sosial Gereja dalam dunia dewasa ini sebagaimana dalam enskilik Gaudium et Spes merumuskan kebebasan yang sejati sebagai tanda yang mulia gambar Allah dalam diri manusia.
Manusia seharusnya dan sejatinya bertindak berdasarkan kebebasan hati nuraniya dan bukan paksaan dari luar.
Persoalan pokok adalah bagaimana membantu kaum muda untuk mewujudkan kebebasan yang sejati dalam berteknologi di bidang media sosial.
Orang Muda Katolik harus didampingi, Gereja Katolik Indonesia harus memperhatikan usaha pembinaan dan pendampingan bagi kaum Muda Katolik. Sebagai usaha Gereja dalam membangun kepribadian Orang Muda Katolik, merelvansikannya masalah ini kehidupan OMK dengan “ keluhuran kebebasan” dalam Gaudium et Spes artike 17.
Saya melihat bahwa kemajuan perkembangan teknologi informasi itu berdampak terhadap pengahayatan kebebasan Orang Muda Katolik yang bisa menghantar mereka pada pengenalan diri mereka sebagai putra-putri Allah.
Ajaran sosial Gereja menanggapai dunia Dunia Dewasa ini dalam ensiklik Gaudium et Spes artikel 17 menyatakan:
“…kebebasan yang sejati merupakan tanda yang mulia gambar Allah dalam diri manusia. Sebab Allah bermaksud menyerahkan manusia kepada keputusannya sendiri, supaya ia dengan sukarela mencari Penciptanya, dan dengan mengabdi kepada-Nya secara bebas mencapai kesempurnaan sepenuhnya yang membahagiakan. Maka martabat manusia menuntut, supaya ia bertindak menurut pilihannya yang sadar dan bebas, artinya digerakkan dan didorong secara pribadi dari dalam, dan bukan karena rangsangan hati yang buta, atau semata-mata karena paksaan dari luar”
Orang Muda Katolik adalah bagian dari Gereja. Mereka adalah penentu, sekaligus pembaharu Gereja, masyarakat, bangsa dan negara di masa depan.
Seraya mempersiapkan diri menuju masa depan, mereka pun harus bersikap kritis terhadap kemajuan teknologi informasi agar tidak hanyut di dalam dampak-dampak negatif yang dapat menghancurkan masa depan mereka.
Mereka harus menjadikan teknologi Informasi di bidang media sosial penting bagi banyak kegiatan dan program Gereja seperti evangelisasi, termasuk baik reevangelisasi, evangelisasi baru dan kegiatan-kegiatan tradisional misioner ad gentes, katekese dan bentuk-bentuk lain pendidikan, berita-berita dan informasi, pembelaan iman, pemerintahan, administrasi dan beberapa bentuk bimbingan rohani dan pastoral.
Hemat saya, Walaupun realitas virtual dunia maya tidak dapat menggantikan komunitas antarpribadi yang autentik atau realitas sakramen-sakramen dan liturgi atau pewartaan Injil seketika dan langsung, internet dapat melengkapi hal-hal tersebut, mendorong orang-orang untuk menghayati iman secara lebih penuh dan memperkaya kehidupan religius para penggunanya.
Hendaknya para Orang Muda Katolik sebagai makhluk sosial saling menghargai dan menghormati kelebihan dan kekurangan orang lain. Jika hal itu tidak bisa dilakukan, atau ketika cara kita memandang orang lain melalui kekurangannya, maka tak heran kata celaan sering muncul bahkan hingga terucap dengan sadar maupun tanpa disadari.
Orang Muda Katolik mesti membebaskan diri dari perlakuan buruk tersebut. Ensklik Gaudium et Spes artikel 17 menekankan agar dalam upaya mencapai martabat manusia kiranya umat yang dipanggil memanfaatkan sarana-sarana yang memadai dengan benar dan tepat guna.
Communio et Progressio menunjukkan bahwa “penemuan-penemuan terkini menawarkan kepada manusia cara-cara baru perjumpaan dengan kebenaran injili.