Kota Kupang, Vox NTT- Dua video beredar di berbagai grup WhatsApp, akhir November tahun kemarin.
Dua video itu memantik rasa dahaga informasi yang cukup tinggi.
Apalagi, isinya berbicara soal pendidikan dan salah satunya adalah usaha untuk membantu pengembangan dunia pendidikan.
Pada video pertama, sebanyak 300 siswa SDK di Halilulik, Kecamatan Tasifeto Barat, mendapat bantuan Program Indonesia Pintar (PIP).
Kepala SDK Halilulik Fransiskus Manek dalam video yang sama menyampaikan terima kasih kepada Anggota DPRD Belu Nini Wendelina Atok atas perjuangannya sehinga anak-anak siswa mendapatkan bantuan PIP.
“Terima kasih banyak buat ibu Nini atas perjuangannya anak-anak kami sudah mendapatkan bantuan PIP ini,” demikian ucapan Kepsek Fransiskus.
Program ini sebetulnya adalah milik Kementerian Pendidikan di Jakarta yang dalam implementasinya membantu anak-anak sekolah untuk mendapatkan bantuan berupa alat tulis, juga dengan dana tabungan.
Pada video yang kedua, Rektor Universitas Muhamadyah Kupang, Dr. Zainur Wula bersama beberapa staf melakukan sosialisasi kepada siswa SMAN 1 Tasifeto Barat terkait Program Kuliah Gratis.
Wendelina Nini Atok, salah satu anggota DPRD Kabupaten Belu yang merupakan inisiator mengharapkan agar hal itu menjangkau hingga ke Kabupaten Belu, daerah yang berbatasan dengan Negara Timor Leste.
Beberapa hari lalu, dalam sebuah diskusi kecil di Penfui Kupang, Nini demikian dia biasa disapa, bercerita soal kerja dirinya untuk membantu peningkatan sumber daya pendidikan di Kabupaten Belu.
Uniknya, ia menyebut hanya bermodalkan semangat.
Perempuan muda yang menjadi anggota DPRD di usia 24 tahun itu, sebetulnya pada masa-masa awal menjadi wakil rakyat tidak banyak dikenal orang.
Meski begitu, dalam urusan tugas dan fungsi sebagai DPRD, Nini bekerja tanpa tedeng aling.
Ia menjangkau hal-hal yang tidak pernah dilakukan politisi senior lain. Bahkan, yang jauh-jauh hari sudah menjadi anggota DPRD Belu.
Dia bercerita, untuk membawa bantuan PIP ke Belu, harus pulang-pergi ke Jakarta dan membangun jaringan dengan orang di Kementerian Pendidikan.
Beberapa kali, Nini bahkan bertemu dan berdialog dengan Mendikbudristek, Abdul Makarim di sana.
Meski hanya bermodal semangat dan juga doa kecil, harapan itu tidak sia-sia. Beberapa bulan kemudian, bantuan PIP datang ke Belu.
Usaha itu tanpa melalui siapapun. Dia pergi dengan segumpal harapan di kepala, agar bantuan yang selama ini tidak menjangkau ke Belu, bisa diakses oleh anak-anak sekolah dasar di Dapilnya.
Pada usaha yang kedua, Nini nekad pergi ke Universitas Muhamadyah Kupang, bertemu Rektor dan bertanya soal peluang kuliah gratis.
Setali tiga uang, usaha ini tidak sia-sia. Sepekan kemudian, Rektor Muhamadyah pergi ke Tasifeto, Belu untuk melakukan sosialisasi kuliah secara gratis.
Sambutan orangtua dan juga siswa malah membuat semangat Nini semakin membara.
The Power of Network
Dalam sebuah pemahanan ilmu sosial, jaringan sosial didefinisikan ke dalam bentuk modal sosial oleh beberapa ahli.
Modal sosial oleh Bourdieu didefinisikan sebagai sumber daya aktual yang potensial dimiliki oleh seseorang berasal dari jaringan sosial yang terlembagakan serta berlangsung terus menerus dalam bentuk pengakuan dan perkenalan timbal balik (keanggotaan dalam kelompok sosial).
Modal sosial memberikan kepada anggotanya berbagai bentuk dukungan kolektif, termasuk di dalamnya pelembagaan jaringan sosial juga menjadi penentu tindakan sosial dari aktor.
Sedangkan Coleman, mendefinisikan modal sosial lebih pada gambaran sebuah institusi formal yang memiliki dua ciri, yaitu merupakan aspek dari struktur sosial serta memfasilitasi tindakan individu dalam struktur sosial tersebut.
Dalam pengertian ini, ada bentuk-bentuk modal sosial berupa kewajiban dan harapan, potensi informasi, norma dan sanksi yang efektif, hubungan otoritas, serta organisasi sosial yang bisa digunakan secara tepat melahirkan kontrak sosial.
Dalam langgam politik, modal sosial yang wajib dimiliki politisi adalah kekuatan jaringan.
Dia tidak bicara hanya berkutat pada tiga fungsi DPRD, yakni legislasi, perundangan hingga anggaran.
DPRD sebetulnya harus bermain pada ranah yang lebih luas. Dia harus pergi membangun jaringan baik secara politis maupun sosial.
Ini penting agar konstituennya, terbantu dalam lingkup, pendidikan, ekonomi maupun lainnya.
Dia tidak boleh bermain nyaman hanya dalam satu aspek.
Sejauh ini, sosok Nini Atok, salah satu DPRD termuda dari PAN yang kini menjadi Anggota DPRD Kabupaten Belu mampu memanfaatkan jaringan, lokal hingga ke pusat.
Bayangkan, anak muda, dan juga perempuan pergi ke ibu kota negara untuk mencari bantuan biaya pendidikan. Perlu angkat topi untuk hal ini.
Sejak dilantik menjadi anggota DPRD Nini sudah membantu sebanyak 2300 siswa terima PIP di Tahun 2022.
Selanjutnya 3400 siswa dapat beasiswa PIP tahun 2023 dan juga sebanyak 540 siswa dapat KIP Kuliah Gratis selama 8 semester di Universitas Muhammad yah Kupang.
Perempuan juga Bisa
Nini Wendelina Atok lahir di Leleteheden, 1 November 1996. Dia menetap di Dusun Leoruas, Desa Bakustulama, Kecamatan Tasifeto Barat, Kabupaten Belu.
Awalnya sosok perempuan yang lahir dari keluarga pejuang itu tidak pernah terlibat dalam hiruk pikuk politik.
Di rahun 2019, dia memberanikan diri untuk menjadi calon anggota DPRD.
Usaha itu tidak sia-sia. Dengan suara yang signifikan, dia mampu diantar untuk mendapatkan satu porsi kursi DPRD di Belu.
Alumnus SMAK Surya Atambua dan Perguruan Tinggi Akademik Perawisata Indonesia Yogyakarta itu tidak suka neko-neko jika berbicara soal kepentingan para pendukungnya.
Keberhasilan yang dicapai itu, dan demikian juga tantangan yang dihadapi semasa hidup selalu dihadapi dengan jiwa besar.
Nini, demikian akrab disapa, termaksud pribadi yang berjiwa besar. A Great Human Being.
Ayahnya, Stefanus Atok Bau dan ibunya Rofina Bria sangat dikenal. Dikenal karena sudah berjasa bagi banyak orang.
Motivasi bagi Perempuan
Banyak perempuan yang bisa jadi motivasi bagi banyak orang. Bekerja tanpa pikir panjang, berjuang dengan sumber daya dan tugas serta wewenang dengan sebaiknya.
Nini Atok adalah perempuan. Banyak peluang dalam dunia politik yang memberikan kebebasan kepada perempuan untuk jadi pemimpin.
Nini memanfaatkan betul ruang ini agar dikenal sebagai politisi perempuan muda yang pernah berbuat baik untuk orang-orang yang telah mendukungnya. Yang menjadi harapan di politik itu.
“Saya sebagai salah satu anak muda, perwakilan kaum perempuan, yang memilih politik di masa depan, akan terus membawa harapan baru bagi penyegaran dan terwujudnya perbaikan kualitas politik,” kata Nini, baru-baru ini kepada VoxNtt.com.
Pendidikan, rupanya menjadi poin utama perjuangan Nini. Dia sadar betul berada di tapal batas negara, sumber daya manusia di Belu harus mampu unggul dan berkembang melampaui negara tetangga.
“Saya juga memilih skema perjuangan dalam politik yakni Nomor Satukan Pendidikan. Karena pendidikan menjadi utama dalam hal apa pun, bagi saya. Karena itu, saya tidak diposisikan menjadi pelengkap dan dimanipulasi oleh kepentingan-kepentingan status quo para politisi tua,” katanya.
“Tapi saya akan menjadi diri saya sendiri dalam perjuangan perjuangan politik ke depan,” kata Nini.
Memilih politik, demikian Nini, karena keterpanggilan untuk membantu dan melayani dalam satu perjuangan yang sama, masih banyak yang harus dibenahi dalam kelompok masyarakat.
“Dengan jalur dan kepentingan politik maka masyarakat dapat dilayani, tergantung bagaimana kita mengambil bagian dalam perjuangan itu,” ujarnya.
Menurutnya, pendidikan di wilayah perbatasan harus dinomorsatukan dan harus bisa dinikmati oleh seluruh anak tanpa perlu memikirkan biaya apapun.
Masih banyak anak-anak yang putus sekolah akibat ekonomi keluarga.
“Keinginan anak anak untuk sekolah sangat tinggi, namun karena ketidakmampuan ekonomi keluarga maka mereka harus berhenti, ini menjadi faktor utama. Alasan inilah yang membuat saya memilih skema perjuangan saya di bidang pendidikan,” imbuhnya.
Penulis: Ronis Natom