Ruteng, Vox NTT- Sebuah mobil angkutan umum berwarna merah campur kuning di Kota Ruteng membawa sejumlah jeriken yang hendak mengisi bahan bakar minyak di SPBU Mbaumuku, Kelurahan Mbaumuku, Kecamatan Langke Rembong pada Minggu (21/01/2024).
Mobil itu mengikuti antrean seperti layaknya para pembeli yang lain saat mengisi BBM. Anehnya, perlakuan terhadap pembeli jeriken itu berbeda dengan yang berlaku di SPBU lainnya di kota itu.
Para pegawai tidak menanyakan dokumen berupa surat-surat izin kepada pembeli BBM yang menggunakan jeriken. Hal itu sontak menuai berbagai spekulasi negatif lantaran pihak SPBU tidak menerapkan regulasi yang benar kepada para pembeli.
Dalam regulasi, para pembeli BBM diberi ruang untuk menggunakan jeriken selama mengantongi izin dari dinas terkait. Sebaliknya, saat seorang tidak menggunakan izin maka ia tidak diizinkan mengisi BBM menggunakan jeriken.
Ditemui di lokasi pada Minggu, (21/01/2024), salah seorang bernama Carles menjelaskan pihaknya memang sudah lama mengisi BBM mengunakan jeriken dan sama sekali tidak menggunakan dokumen izin.
Bahkan menurut Carles, pihaknya tidak pernah menanyakan dokumen izin oleh pihak SPBU saat proses pengisian BBM menggunakan jeriken tetapi malah memanggil mereka untuk mengisi meski tanpa dokumen izin.
“Ai nggop ta kae, eme nggo tae dise pakai aturan surat pasti manga surat lata welin. Tapi eme nggo tae dise, mai e isi jeriken situ, bas lami. (Begini kakak, kalau pihak pertamina menyuruh agar menggunakan surat izin, pasti pihak pembeli membuat surat itu. Tetapi kalau mereka memanggil untuk membeli menggunakan jeriken maka kami bawa jeriken itu),” jelasnya.
Carles mengaku bahwa aktivitas itu ia lakukan sejak lama. Namun ia sama sekali tidak pernah ditanyakan dokumen perizinan sebagaimana yang ada pada aturan yang sebenarnya berlaku.
“No’o kami kawe seng, urusan manga surat-surat atau apa, toe ma baen lami hitu. Intin kat manga jeriken ami, rei ise ngance weli ko pake jeriken. Eng nganceng, isi ga. Ba jeriken ami. (Kami mencari uang dari sini, urusan ada surat izin atau yang lain, kami tidak tahu. Intinya ketika ada jeriken, kami menanyakan ke mereka (pihak pertamina) apakah bisa isi. Iya bisa, maka kami pergi bawa jeriken itu),” tambahnya.
Hal yang sama juga dikemukakan Iwan, salah seorang warga asal Mbaumuku yang mengaku sejak lama membeli BBM dengan cara seperti itu.
Iwan mengaku mencari uang dengan cara seperti itu karena ia menerima orderan dari pihak yang ingin membeli bahan bakar yang menjual kembali secara eceran.
“Saya melayani khusus pembeli BBM yang datang dari kampung,” jelas Iwan.
VoxNtt.com mencoba meminta klarifikasi pihak SPBU Mbaumuku Ruteng dan mendapat jawaban bahwa itu tidak benar.
“Tidak ada seperti itu,” jelas Aven melalui sambungan telepon dengan media ini.
Tidak berhenti di situ, VoxNtt.com terus mendalami praktik dugaan permainan gelap yang dilakukan oleh pihak SPBU Mbaumuku dan menemukan hal serupa yang terjadi pada Senin (29/01/2024) pukul 17.24 Wita.
Saat itu, sebuah mobil pikap berwarna putih melakukan pengisian bahan bakar minyak (BBM) menggunakan jeriken secara diam-diam dan diisi sendiri oleh pengemudinya.
Melihat gerak-gerik dari pengemudi itu diduga kuat tidak mengantongi surat izin dan merupakan orang dekat pihak SPBU.
Setelah ia mengisi BBM di jeriken tersebut, dirinya bergerak begitu cepat mengangkat dan menyimpan di bagian depan tepatnya di kursi yang diduduki sopir.
Untuk diketahui, perbuatan memperjualbelikan kembali BBM adalah perbuatan melanggar aturan niaga BBM, pasal 53 UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Migas dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara, dan denda maksimal Rp30 miliar.
Atas perbuatan tersebut apabila pihak SPBU juga ikut membantu melancarkan bisnis BBM berarti perbuatan tersebut sudah melanggar Pasal 56 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Pasal tersebut selengkapnya berbunyi dipidana sebagai pembantu kejahatan.
Selain itu, pembelian BBM menggunakan jeriken juga bisa dilakukan asal untuk kebutuhan pertanian, industri kecil dan kepentingan sosial dan untuk pembelinya diperlukan rekomendasi dari dinas terkait.
Hal ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 tahun 2012 mengenai Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Tertentu.
Penulis: Igen Padur