Ruteng, Vox NTT- Pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) pada 14 Februari 2024 lalu di Desa Loce, Kecamatan Reok Barat, Kabupaten Manggarai, NTT meninggalkan kisah pilu.
Kisah pilu itu terjadi lantaran adanya dugaan konspirasi secara terstruktur, sistematis dan massif antara KPPS dan para saksi termasuk juga pengawas TPS di TPS 06, satu dari tujuh TPS yang ada di Desa Loce.
Dugaan konspirasi itu berhasil dibongkar oleh salah seorang warga Loce yang meminta dirahasiakan namanya. Kepada VoxNtt.com, sumber terpercaya itu mengungkapkan secara detail berbagai modus perilaku manipulatif tersebut.
Seperti misalnya 38 para pemilih yang ada dalam dokumen Daftar Pemilih Tetap (DPT) namun tidak ada di tempat karena sudah pergi merantau ke luar daerah. Anehnya, surat suara mereka yang pergi merantau itu digunakan semua oleh KPPS.
“Saya menduga bahwa KPPS dan pengawas TPS bersama para saksi yang ada bekerja sama untuk mengamankan kepentingan dari salah satu calon,” ujarnya, Jumat (23/02/2024)
Sumber tersebut menjelaskan, terdapat 216 total keseluruhan DPT yang ada di TPS 06, Desa Loce. Dari total itu, 38 di antaranya kini sudah pergi merantau ke luar daerah Manggarai. Sehingga bisa dipastikan bahwa pemilih yang hadir hanya sebanyak 178 orang saja.
“Fakta di lapangan kan tidak. Hanya tiga orang saja yang hadir. Yang hadir sebanyak 213 orang. Siapa yang mencoblos surat suara para pemilih yang sudah jelas pergi merantau?” tambahnya.
Bahkan, ia juga menjelaskan bahwa pada proses pemilihan berlangsung dia selalu berada di sekitar TPS dan mendengarkan konspirasi yang didesain oleh KPPS dan para saksi.
Para saksi, katanya, diberikan keistimewaan seperti membagi satu-satu surat suara yang pemilihnya sudah tidak hadir karena berada di luar daerah. Para saksi menurutnya, berjumlah sembilan orang sehingga sisanya diisi oleh KPPS.
Sumber itu juga menjelaskan saat proses pemilihan, dirinya mendengarkan kesepakatan gelap tersebut yang intinya mengamankan kepentingan salah satu calon.
VoxNtt.com berupaya menemui Rafael Adi, Ketua KPPS 06 Desa Loce di Dusun Rabok, pada Jumat (23/02/2024).
Rafael awalnya membantah tuduhan bahwa ada pemilih di TPS 06 yang sudah pergi merantau namun surat suaranya dicoblos oleh orang lain.
Namun, setelah menanyakan satu per satu dari 38 DPT yang berada di tanah rantauan itu, ia akhirnya mengaku bahwa memang nama-nama itu sudah pergi merantau.
“Kalau nama Didimus Sardin memang dia tidak ada di sini karena dia di Makassar. Nama Eduardus Asri Jaya juga tidak ada orangnya pak. Saya juga tidak tahu kenapa sampai namanya ada yang coblos,” jelasnya.
Namun, ketika ditanyakan lebih lanjut tentang siapa yang berani mencoblos surat suara dari puluhan pemilih tersebut, ia mengaku tidak tahu karena saat itu ia hanya bertugas melayani tanda tangan surat suara.
“Itu tugasnya KPPS empat bernama Emanuel Tu’er. Ketua KPPS di hari H itu cuma tanda tangan dengan memberi kertas suara. Ketua tidak tahu bagaimana kerjanya di KPPS empat. Yang tahu hadir dan tidak hadir itu ada di KPPS empat,” jelasnya.
Rafael menambahkan saat jadwal makan siang berlangsung, yang bertugas menjaga surat suara adalah KPPS empat, sedangkan ia pergi makan duluan.
“Kalau mau tanya informasinya, tanya dulu saksi-saksi. Tanya juga anggota KPPS. Jadi memang posisi jam istrahat karena giliran makan siang. Yang lain jaga di tempat TPS yang lain pergi makan. Saya waktu itu pergi makan duluan,” jelasnya.
Menariknya, Rafael mengaku mengetahui kejanggalan tersebut setelah proses pencoblosan berlangsung. Namun, ia mengaku tidak berdaya dan melanjutkan perhitungan suara walau sudah ada kejanggalan.
“Saya tahunya (ada DPT yang dicoblos oleh orang lain karena pergi merantau) setelah semua ikut coblos. Tapi mau bagaimana lagi. Kita lanjut saja. Karena sudah tidak ada jalan keluar lagi. Panwas saat itu juga ada. Tapi saya tidak tahu apakah dia juga tahu dengan hal itu atau bagaimana,” tutupnya.
Untuk diketahui, TPS 06 Desa Loce ini dimenangkan oleh Aventinus Mbejak, calon bernomor urut satu dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan perolehan suara sebanyak 116.
Terpisah, Koordinator Divisi Hukum Pencegahan Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat (HP2H) Bawaslu Kabupaten Manggarai Yohanes Manasye mengatakan, pihaknya belum bisa berkomentar.
“Kami belum bisa berkomentar terkait ini. Coba tanyakan dulu kepada pihak KPU Manggarai,” jelas Yohanes melalui sambungan telepon pada Sabtu (24/02/2024).
Manasye juga senada dengan rekannya Marselina Lorensia, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kabupaten Manggarai. Marselina mengaku, pihaknya belum menerima laporan terkait kasus tersebut.
“Siang. Kami belum terima laporannya,” tulis Marselina melalui pesan WhatsApp-nya.
Penulis: Igen Padur