Oleh: Prof. Dr. Drs. Fransiskus Bustan, M.Lib
Dosen Pascasarjana Undana Kupang
Sebut pesta sekolah, ingat Manggarai. Mengapa tidak? Karena kata atau istilah pesta sekolah memiliki bentuk dan makna yang bercorak khas dan khusus dalam konteks kehidupan masyarakat Manggarai.
Meski bergayut dengan pendidikan sekolah, kata atau istilah pesta sekolah yang digunakan dalam konteks kehidupan masyarakat Manggarai tidak bertalian dengan pesta penerimaan siswa baru atau pesta perpisahan siswa yang tamat sekolah atau pesta syukuran seusai wisuda.
Kata atau istilah pesta sekolah adalah sebuah produk dan praktek budaya hasil olah nalar dan rekayasa sosial masyarakat Manggarai dalam menengarai dan menanggulangi kesulitan biaya bagi anak-anak mereka yang mau melanjutkan studinya pada jenjang pendidikan tinggi di luar wilayah Manggarai.
Beberapa fakta historis hasil telusuran penulis, pesta sekolah mulai berkembang dalam rahim kehidupan masyarakat sejak era 1970-an.
Akan tetapi, siapa sosok tokoh pertama atau kelompok masyarakat mana di wilayah Manggarai yang membidani kelahiran budaya pesta sekolah masih merupakan sebuah pertanyaan.
Karena belum ada data memadai hasil penelitian khusus dan mendalam yang dapat memberikan jawaban sebagai sumber pencerahan atas pertanyaan itu.
Tanpa mempersoalkan lebih jauh tentang sejarah asal-usul pesta sekolah, secara dasariah, pesta sekolah adalah suatu pesta yang dirancang dan dilaksanakan secara khusus oleh masyarakat Manggarai dengan tujuan utama untuk mengumpulkan dana guna membantu menanggulangi biaya pendidikan anak-anak mereka yang melanjutkan sekolahnya pada jenjang pendidikan tinggi.
Guratan nilai sebagai anjung berpikir yang melatari pelaksanaan pesta sekolah di Manggarai adalah gotong royong yang dikenal dengan sebutan leles dalam bahasa Manggarai.
Manifestasi guratan nilai budaya gotong royong yang menjiwai dan menafasi pesta sekolah tersurat dan tersirat melalui beberapa ungkapan verbal bahasa Manggarai seperti Bantang cama, reje leles dan Nai ca anggit, tuka ca leleng, yang seringkali diusung sebagai tema utama dalam konteks pesta sekolah di Manggarai.
Bertalian dengan tujuannya, resapan keinginan dan harapan pihak orang-tua kepada anak-anak mereka yang melanjutkan pendidikan sekolah, terutama pada jenjang pendidikan tinggi, agar mencapai kesuksesan.
Resapan keinginan dan harapan akan kesuksesan itu dapat disimak dalam beberapa ungkapan verbal bahasa Manggarai, Lalong bakok du lakom, lalong rombeng du kolem ‘Ayam jantan berbulu putih ketika engkau pergi, ayam jantan berbulu warna-warni ketika engkau pulang’.
Sebagaimana tampak dalam struktur mukaan, ungkapan verbal Lalong bakok du lakom, lalong rombeng du kolem adalah sebuah kalimat majemuk setara yang terbentuk dari dari klausa independen atau kalimat sempurna sebagai unsur bawahannya, (1) Lalong bakok du lakom ‘Ayam jantan berwarna putih ketika engkau pergi’ dan (2) Lalong rombeng du kolem ‘Ayam jantan berwarna-warni ketika engkau pulang’.
Kata lalong ‘jantan’ merupakan konversi dari kata manuk lalong ‘ayam jantan’ yang ditandai dengan pelesapan kata manuk ‘ayam’.
Pelesapan kata manuk bertujuan untuk menjaga keselarasan tempo dan ritme ketika kalimat itu diucapkan atau dituturkan.
Selain bergayut dengan diksi atau pilihan kata, kalimat itu mengandung keindahan bentuk yang mengundang kenikmatan inderawi ketika disimak karena kata-kata dalam kedua klausa independen tersebut sama-sama berjumlah empat kata.
Penggunaan kata-kata yang mengandung keindahan bentuk dan mengundang kenikmatan inderawi ketika disimak semakin menyengat rasa ditandai dengan fenomena permainan fonem vokal tidak sama /a-o/ dalam pasangan kata bakok dan kata lakom serta fenomena permainan fonem vokal tidak /o-e/ dalam pasangan kata rombeng dan kata kolem.
Luar biasa. Butir-butir nasihat dikemas dalam racikan bahasa beraroma seni melalui pilihan kata dan cara pengungkapannya.
Mencermati esensi isinya, indikator kesuksesan yang diinginkan dan diharapkan dapat dicapai anak-anak mereka setelah mengikuti pendidikan sekolah tidak hanya ditandai dengan pemilikan ijazah sebagai Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) tetapi juga ditandai dengan pemerolehan pengetahuan dan kecakapan hidup.
Mengapa? Karena pemerolehan pengetahuan dan kecakapan hidup merupakan jaminan utama yang sangat menentukan kebermaknaan hidupnya di kemudian hari.
Pemerolehan pengetahuan dan kecakapan hidup sebagai indikator kesuksesan pendidikan sekolah dilambangkan dengan perubahan warna bulu ayam dari bulu berwarna putih menjadi bulu berwarna-warni.
Ungkapan verbal itu menyiratkan makna yang sangat dalam karena fenomena perubahan warna bulu ayam itu bukan sekedar coretan warna-warni.
Perubahan warna bulu ayam itu bergayut dengan pergantian warna bulu yang menyiratkan perubahan pola perilaku setelah mengenyam pendidikan sekolah.
Mengapa? Karena dalam konseptualisasi masyarakat Manggarai, masalah kualitas hasil pendidikan sekolah lebih penting dari pada masalah kuantitas.
Bukan cuma itu. Dalam konseptualisasi masyarakat Manggarai, sekolah tidak hanya dipandang sebagai suatu lembaga pendidikan formal tetapi sekaligus juga sebagai pusat kebudayaan dan pusat peradaban.
Kebermaknaan peran sekolah sebagai pusat kebudayaan dan pusat peradaban ditandai dengan perubahan perilaku.
Karena adanya amalgamasi nilai lama dan nilai baru dalam kesatuan, maka tradisi pesta sekolah yang hidup dan berkembang dalam rahim budaya masyarakat Manggarai sampai saat ini dipahami dan dimaknai sebagai anggur lama dalam kemasan baru (old wine in a new bottle).
Dimensi kebaruan pesta sekolah ditandai dengan adanya pengumpulan uang yang dikemas dalam pigura nilai budaya gotong royong sebagai produk dan praktek budaya tetesan sejarah lalu dalam upaya menengarai masalah biaya pendidikan sekolah.
Karena itu, kepada seluruh lapisan dan kalangan masyarakat, dihimbau agar budaya pesta sekolah perlu dilestarikan agar tetap hidup dan berkembang.
Jangan merancang dan melaksanakan pesta sekolah demi peruntukan lain seperti membuka usaha dan membayar belis agar budaya pesta sekolah tidak terancam punah dari khasanah budaya Manggarai. Semoga.