Oleh: Elibertha Hoar
Mahasiswi STIPAS St. Sirilus Ruteng
Korupsi yang telah meluas dalam sejarah kehidupan berbangsa. Ia dijadikan sebagai penyakit kronis yang sulit untuk diobati. Sehingga menjadi penyakit sosial yang merusak fondasi negara dan menghambat kemajuan serta kesejahteraan masyarakat.
Indonesia memiliki sejarah panjang korupsi yang dapat ditelusuri hingga era kolonial. Praktik korupsi semakin meluas selama periode sesudah-kemerdekaan, dan korupsi menjadi semakin terintegrasikan dalam budaya politik dan bisnis negara.
Faktor historis ini telah mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap korupsi dan menciptakan norma sosial yang memudahkan praktik-praktik koruptif.
Birokrasi sistem pemerintahan yang tidak jujur, kurangnya transparansi, dan minimnya akuntabilitas dalam sistem pemerintahan telah menciptakan lingkungan rentan terhadap tindakan koruptif.
Dari tema ‘Korupsi: Menggali Akar, Menemukan Solusi’ kita sebagai masyarakat sebenarnya bisa mengatasi korupsi yang ada di Indonesia.
Dengan menggali akar masalah korupsi dan menerapkan solusi-solusi yang komprehensif dan berkelanjutan, diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang bebas dari korupsi dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi seluruh masyarakat.
Karena kita tahu bahwa Negara Indonesia telah menjadi salah satu negara demokrasi yang mempertimbangkan nilai-nilai keluhuran Pancasila, dengan potensi yang sangat luar biasa.
Akan tetapi, segala hal tentang kebesaran Indonesia sirna, manakala berkembang suatu bahaya bahkan kini terlihat secara nyata yaitu korupsi.
Adapun beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya korupsi di Indonesia antara lain;
Sistem Hukum yang Lemah
Kelemahan sistem hukum merupakan salah satu penyebab utama korupsi di Indonesia. Penegakkan hukum yang tidak adil dan lambat membuat pelaku korupsi bisa melarikan diri tanpa mendapatkan hukuman yang setimpal.
Selain itu, lemahnya pengawasan terhadap aparat penegak hukum juga membuat pelaku korupsi bisa dengan mudah menghindari tanggung jawab.
Hal ini dikarenakan ketidakseimbangan Kekuasaan: antara lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif dapat mengakibatkan interferensi politik dalam proses hukum.
Hal ini dapat menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan dan pengaruh politik yang merugikan keadilan.
Keterbatasan Sumber Daya
Kurangnya sumber daya manusia, keuangan, dan infrastruktur dalam sistem hukum dapat membatasi kemampuan lembaga penegak hukum untuk melakukan tugasnya dengan efektif.
Hal ini dapat menghambat proses peradilan dan penegakan hukum yang adil.
Adanya Ketidakpastian Hukum yang tidak konsisten dapat menciptakan celah untuk penyalahgunaan dan manipulasi hukum. Sehingga merugikan keadilan dan kepastian hukum dalam masyarakat.
Selain ketidakpastian hukum juga berkaitan dengan, moralitas untuk bertindak secara etis dan berintegritas juga dapat menjadi penyebab sistem hukum yang lemah.
Kurangnya kesadaran akan pentingnya moralitas dan etika dalam penegakan hukum dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.
Budaya Kepemimpinan yang Koruptif
Budaya kepemimpinan yang koruptif turut berperan dalam tingginya tingkat korupsi di Indonesia.
Kesadaran akan pentingnya etika dan integritas sebagai pemimpin masih belum cukup ditanamkan secara luas. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya korupsi dalam suatu sistem antara lain:
Ketidakmampuan Memisahkan Kepentingan Pribadi dan Publik: Kepemimpinan yang koruptif seringkali tidak mampu memisahkan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan publik.
Pemimpin yang koruptif cenderung menggunakan jabatannya untuk keuntungan pribadi, sehingga memicu praktik korupsi.
Kurangnya Etika dan Integritas: Kepemimpinan yang koruptif seringkali kurang memiliki nilai etika dan integritas yang tinggi. Pemimpin yang tidak memiliki integritas cenderung terlibat dalam praktik korupsi untuk memperkaya diri sendiri atau kelompoknya.
Kontrol Kekuasaan yang Tidak Terbatas: Pemimpin yang memiliki kontrol kekuasaan yang tidak terbatas cenderung menyalahgunakan kekuasaan tersebut untuk kepentingan pribadi. Kurangnya pembatasan kekuasaan dapat memperkuat praktik korupsi dalam pengambilan keputusan.
Kurangnya Akuntabilitas: Kepemimpinan yang koruptif seringkali tidak bertanggung jawab atas tindakan korupsi yang dilakukan. Sehingga Kurangnya mekanisme akuntabilitas yang efektif dapat menciptakan lingkungan di mana praktik korupsi dapat berkembang tanpa hambatan.
Budaya Korupsi yang Merajalela: Kepemimpinan yang koruptif dapat menciptakan budaya korupsi yang merajalela di lingkungan kerja. Budaya korupsi yang diterapkan oleh pemimpin dapat menyebar ke bawahannya dan menciptakan lingkungan yang mendukung praktik korupsi.
Selain upaya pencegahan, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi juga sangat penting.
Sistem peradilan yang efisien dan independen harus diperkuat untuk memastikan bahwa pelaku korupsi tidak luput dari hukuman.
Selain itu, mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan dan pelaporan kasus korupsi juga dapat membantu mengurangi praktik korupsi .
Kita ketahui penyebab dari perilaku koruptif ini, lantas apa yang harus kita perbuat? Apakah kita hanya berdiam diri untuk menyaksikan penyakit yang semakin merambat dan menular keseluh bagian jiwa manusia? Kita tentu memiliki akal dan kebebasan untuk memberantas peredaran korupsi tersebut.
Dengan melakukan penegakan hukum yang tegas di Indonesia dalam memberantas korupsi antara lain memberatkan sanksi untuk pelaku korupsi, menerapkan budaya anti-korupsi di masyarakat, dan pelaku korupsi di Indonesia masih banyak dan merajalela.
Selain melakukan penegakan hukum, kita perlu memastikan nilai-nilai etika dan integritas untuk menjadi landasan dalam budaya kepemimpinan dalam mencegah praktik korupsi.