Belu, Vox NTT- Frater Yeremias Arimatea Tnomel melalui kuasa hukumnya Robertus Salu mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Atambua, Kabupaten Belu.
Hakim tunggal Faizal Munawir Kossah kemudian mengabulkan gugatan praperadilan tersebut dan menyatakan penetapan tersangka Frater Yeremias oleh penyidik Polres Belu tidak sah.
Pada salinan putusannya, hakim menyatakan penetapan tersangka atas diri pemohon yang dilakukan oleh termohon sebagaimana tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana penganiayaan adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.
“Oleh karenanya, penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum,” bunyi keterangan hakim saat dibacakan pada Senin (3/6/2024).
Majelis hakim dalam amar putusannya, selain mengabulkan permohonan, juga memerintahkan Polres Belu untuk menghentikan penyidikan terhadap Frater Yeremias dan mengembalikan harkat dan martabat pemohon.
Sementara itu, Robert Salu menjelaskan hakim praperadilan pada pokoknya memutuskan bahwa penetapan tersangka oleh Polres Belu tidak sah secara hukum.
Robert pun menyampaikan apresiasi kepada hakim yang telah memeriksa perkara ini dan memberikan putusan yang benar-benar sesuai hukum dan berkeadilan.
Frater Yeremias sebelumnya ditetapkan tersangka oleh Polres Belu atas dugaan penganiayaan terhadap seorang siswa Seminari Lalian Atambua bernama Gaspario Obe.
“Namun, dalam putusan hari ini, Majelis Hakim PN Atambua menyatakan bahwa penetapan tersangka oleh Polres Belu terhadap biarawan Katolik Frater Yeremias Arimatea tidak sah,” katanya.
Ia menilai, putusan tersebut didasarkan pada keputusan hukum yang adil dan objektif.
Kata Robert, penetapan tersangka terhadap kliennya tidak didukung oleh bukti yang cukup, dan tidak memenuhi syarat-syarat sesuai hukum yang berlaku.
Dalam permohonan praperadilan sebelumnya, kuasa hukum pemohon, Robert Salu mengungkapkan keberatannya terhadap penanganan kasus oleh pihak Kepolisian Resor Belu.
Ia menyoroti bahwa pihak penyidik tidak menggunakan rekomendasi dari dewan kehormatan guru dalam menetapkan pemohon sebagai tersangka, yang diatur dalam Pasal 44 ayat (3) UU 14/2005.
Ia membela tindakan frater sebagai upaya pendisiplinan terhadap siswa, yang menurutnya, dilakukan dalam batas kewajaran sebagai seorang pendidik.
Ia menyoroti surat penetapan tersangka dan surat perintah penyidikan dikeluarkan pada tanggal yang sama, di mana menunjukkan bahwa tidak ada serangkaian tindakan penyidikan yang dilakukan sebelum menetapkan pemohon sebagai tersangka, sesuai dengan amanat KUHAP.
Penulis: Ronis Natom