Oleh: Eryc Benu
Suasana kampung menjadi heboh. Dalam kamar, kaki Ibu Sara gemetar ketakutan, tanganya mengengam erat tangan Bapak Nial. Tubuhnya bermandikan air keringat.
Mulutnya pun bergetar penuh takut. Suasana kampung pun semakin heboh, bahkan kampung tetangga pun heboh.
Terdengar suara teriakan di mana-mana. Semua warga laki-laki di kampung menggantung kelewang di bagian belakang tubuhnya sambil berlari menuju rumah Bapak Nial.
Ini adalah kejadian yang menimpa Bapak Nial 15 tahun lalu. Pada tahun 2009 Bapak Nial adalah seorang pengembala yang sukses.
Di wilayah Niki-niki, nama bapak Nial terkenal di mana-mana. Baik itu para pedagang yang berasal dari Cina yang familiar dengan sebutan Ence maupun warga lokal yang berada di pelosok desa.
Bapak Nial terkenal dengan Julukan kase yang berarti boss atau orang yang berduit.
Hal ini karena harta Bapak Nial yg cukup banyak dan dia merupakan juragan peternak sapi terbesar di kampung saat itu.
Suasana kampung saat itu sangat memilukan, kelaparan terjadi di mana-mana.
Tanpa terkecuali keluarga Bapak Nial. Masyarakat pada berdatangan di rumah Bapak Nial untuk meminjam uang demi bisa mengisi perut yang kosong atau demi membayar uang kuliah anaknya di Kupang.
Walaupun kaya, Bapak Nial tidak pernah menyombongkan diri. Ibu Sara merupakan istri dari bapak Nial yang baik hati. Mereka berdua selalu rendah hati dan suka menolong warga sekitar yang membutuhkan bantuan.
Semua Ence pada berdatangan di rumah bapak Nial untuk membeli sapi hasil ternaknya. Sekali menjual, Bapak Nial bisa mengeluarkan 10 ekor sapi Jantan besar atau bia keso naek dari kandang. Namun hal ini tidak seberapa bagi dia karena jumlah sapinya sangat banyak.
Rumah bapak Nial sedikit jauh dari perkampungan. Di rumahnya ia hanya tinggal bersama istri dan anak-anaknya. Ia memiliki dua orang anak laki-laki dan satu anak perempuan.
Kedua anak laki-lakinya sudah remaja dan sudah bisa membantu Bapak Nial untuk menggembala. Sedangkan anaknya bungsunya perempuan yang bernama Sinta baru berusia tiga tahun .
Pada suatu malam kisah naas menimpa keluarga bapak Nial. Saat bapak Nial, Ibu Sara dan sinta sedang duduk dan menikmati jagung bose yang dimasak oleh Ibu Sara di ruang makan.
Prakk… bunyi pintu yang yang terbuat dari pohon mahoni itu nyaring digedor oleh sejumlah pria bertubuh kekar yang mengenakan topeng berwarna hitam, dan ditangannya ada yang memegang pisau, kayu bahkan pedang yang berukuran satu meter.
Melihat orang-orang tak dikenal ini Bapak Nial segera menarik Istri dan anaknya Sinta berlari menuju kamar. Di dalam kamar Bapak Nial segerah mengunci kamar.
Tubuhnya bermandikan keringan. Kaki Ibu Sara gemetar ketakutan sambil memeluk Sinta erat-erat.
Bapak Nial mendekat istrinya lalu memeluknya dan berkata ‘mama jaga Sinta baik-baik biar bapa keluar untuk lawan dong, bapa rela tumpah darah intinya bapa pu anak dengan istri jang kenapa-kenapa’.
Bapak Nial belum selesai mengucapkan kalimatnya pada ibu Sara tiba-tiba pintu kamar digedor keras.
Bapak Nial langsung mengambil balok yang tersimpan di balik pintu untuk menjadi pelindung.
Pintu terus di dorong. Ibu Sara memeluk erat anaknya sambil menangis ketakutan. Bapak Nial Segera buka pintu untuk melawan menggunakan sepotong balok yang ia pegang. Namun niat perlawanan Bapak Nial itu sia-sia.
Ketika Bapak Nial membuka pintu, berdirilah tiga orang bertubuh kekar dan menggunakan pakaian serba hitam di depan pintu kamar.
Bapak Nial tak sanggup untuk melawan. Ketiga orang bertubuh kekar itu langsung menghantam tubuh bapak Nial sampai babak belur hingga Bapak Nilai tak sadarkan diri. Hidungnya penuh dengan darah, kepalanya pun mengalami luka parah.
Ibu Sara yang melihat suaminya tak sadar diri itu langsung melepaskan anaknya dan berlari menuju Bapak Nial yang tidur terbentang di tanah.
Ketiga pria itu langsung menarik Ibu Sara masuk ke kamar lalu memaksanya untuk memberikan semua harta yang mereka miliki.
Ibu Sara yang ketakutan itu langsung memberikan semua uang yang ia miliki. Pria itu melihat kalung emas di leher Ibu sara langsung menarik paksa kalung itu hingga leher Ibu Sara berdarah.
Ketiga pria itu masuk ke kamar Bapak Nial Lalu mengambil semua uang, perhiasan hingga jagung yang disimpan di loteng dapur.
Ibu Sara yang hanya seorang diri langsung menuju anaknya memeluknya dan menangis.
Ibu Sara tak berdaya. Ia diancam menggunakan parang, jika ia berteriak minta tolong maka parang tersebut akan mendarat di lehernya.
Ibu sara hanya menangisi hartanya yang diambil semua terlebih khusus suaminya yang tak sadarkan diri.
Teriakan warga di atas memulai menguyun, hingga kampung tetangga pun heboh. Semua orang berteriak “katelinakan…katelinakaf.. Katelinakaf” lalu berlari menuju rumah Bapak Nial.
Warga berlari membawa parang dan kayu guna untuk menyelamatkan Bapak Nial dan Keluarganya.
Setibahnya warga di rumah Bapak Nial, pria bertubuh kekar itu telah lari meninggalkan kampung. Ternyata mereka tidak hanya tiga orang, melainkan mereka ada 10 orang dan ketujuh orang yang lain menunggu di luar.
Warga berteriak lalu mengejar para pria bertubuh kekar ini. Sedangkan para ibu-ibu di kampung segera menyelamatkan Bapak Nial yang tak lagi sadarkan diri. Dan yang lain segerah menenangkan Ibu Sara dan anaknya.
Beberapa menit kemudian Bapak Nial menjadi sadar. Orang-orang yang mengejar para pria ini juga kembali tak membawa kabar apapun.
Bapak Nial kebingungan kenapa rumahnya dipenuhi dengan warga. Ibu Sara memeluknya dan Menangis tanpa mengeluarkan sepatahsepat kata pun.
Kampung menjadi heboh dan malam itu semua warga memperbincangkan kejadian yang menimpa Bapak Nial tersebut.
Katelinakaf adalah julukan untuk para pencuri yang menggunakan baju hitam, dan menggunakan parang untuk mengancam.
Hingga kini ketika kita menyebut kata katelinakaf Bapak Nial akan Ketakutan. Hal ini disebabkan karena kejadian yang menimpanya 15 tahun lalu.
Kini Bapak Nial hidup susah di kampung, dan hartanya yang tersisa hanyalah keluarganya yang harmonis.