Oleh: Emilianus Julio
Mahasiswa IFTK Ledalero Semester III
Jumat, 1 November 2024, merupakan hari yang penuh bahagia bagi masyarakat “diosis” (keuskupan) Labuan Bajo. Setelah menunggu berberapa bulan dalam menyongsong tabhisan dari uskup terpilih Labuan Bajo, Mgr. Maksimus Regus, Pr, masyarakat keuskupan Labuan Bajo sangat ceria dan bersukacita karena hal yang mereka tunggu-tunggu akhirnya terjawab.
Persis di sini pembahasanya. Pada 21 Juni 2024, Pastor Maks Regus, terpilih untuk menjadi uskup Labuan Bajo. Sebelum menjadi uskup, Pastor Maks Regus merupakan rektor pada Universitas Katolik Indonesia Satu Paulus (Unika) Ruteng.
Biografi Mgr. Maks Regus
Maksimus Regus seorang imam Projo, yang lahir pada 23 September, 1973, tepatnya di Todo, Satarmese Barat, Kabupatan Manggarai.
Pastor Maks Regus pada masanya menjalani pendidikan pada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) yang sekarang telah diubah menjadi Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero, sejak tahun 1993 – 1997.
Setelah meraih sarjana filsafat, beliau kemudian melanjutkan pendidikan teologi dalam institusi yang sama sejak tahun 1999 – 2001.
Pada masa diakonnya ia bertugas di Gereja Kristus Raja, Ruteng sejak pada bulan Mei sampai Agustus 2001.
Lebih jauh, Pastor Maks Regus, setelah berberapa tahun menjadi Rektor Unika Ruteng, kini ia diutus oleh Paus Fransiskus untuk menjadi uskup di keuskupan Labuan Bajo.
Sesuatu hal yang istimewa bagi Pastor Maks Regus karena telah dipilih menjadi uskup pertama di keuskupan Labuan Bajo.
Dalam pentahbisannya menjadi uskup, beliau menerima Sakramen tahbisan tersebut pada 21 November 2024, tepatnya di Gereja Santu Petrus, Sernaru.
Sakramen Tahbisan Uskup yang diterima oleh Pastor Maks Regus sangat meriah, sebab imam-imam, entah diosesan atau misionaris, biarawan-biarawati serta para awam senantiasa berpatisipasi aktif dalam perayaan misa tahbisan tersebut.
Kebahagian, kesedihan, serta beban terlihat jelas dalam raut wajah Pastor Maks Regus.
Namun, semangat spiritualitas yang Tuhan berikan kepada Pastor Maks Regus senantiasa memapukanya agar semuanya berjalan dengan baik.
Menerima kepercayaan untuk menjadi sang Gembala bukanlah hal yang gampang bagi para imam yang telah terthabis (suara penulis).
Penulis teringat dengan sebuah buku yang berbunyi, “Ketika seorang imam atau uskup ditahbiskan, Roh Kudus datang memasuki dan meresapi seluruh diri dan kepribadian seorang (imam dan Uskup) badan dan jiwanya”.
Penyambutan dan Partisipasi Masyarakat Gereja Keuskupan Labuan Bajo
Titik tolak dari refleksi ini, berangkat dari pemikiran kritis penulis terhadap masyarakat Gereja Labuan Bajo dalam menyambut sang Gembala baru.
Kehadiran Pastor Maks Regus disambut meriah oleh masyarakat Labuan Bajo, dalam perayaan Ekaristi yang berlangsung pada 21 November kemarin.
Dalam artian yang positif, masyarakat Labuan Bajo merasa bahagia, karena hal yang mereka tunggu-tunggu akhirnya dijawab.
Penulis melihat dan merasakan begitu banyak makna serta perhatian dalam dinamika pentahbisan uskup Maks Regus.
Keterlibatan masyarakat Labuan Bajo merupakan suatu penghargaan yang amat besar bagi para kaum religius, secara khusus bagi Pastor Maks Regus.
Bahkan di antara berbagai kehadiran yang sangat mapan, di tengah para uskup dan para imam kehadiran seorang Kardinal, perutusan dari Vatikan merupakan suatu aspek yang membanggakan masyarakat Labuan Bajo.
Para pastor amat bangga, melihat persiapan dan partisipati masyarakat Labuan Bajo dalam menyambut sang Gembala baru.
Dalam hal ini penulis berasumsi, bahwa pengharapan dan kepercayaan masyarakat bagi kaum religius (secara khusus saya) sangat tinggi.
Budaya Terlibat
Unsur budaya atau atribut lokal pun turut berpatisipasi dalam parayaan misa pentahbisan tersebut.
Terlihat jelas, bagaimana masyarakat dengan antusias melibatkan budaya untuk mengarahkan sang Gembala ke hadapan Altar Tuhan.
Warna- warni pakian adat, pun kian memberikan keindahan bahkan perhatian bagi tamu-tamu yang hadir.
Pakaian adat yang digunakan oleh masyarakat Labuan Bajo amat menarik perhatian para tamu undangan, secara khusus non – Katolik.
Dari sini, kita dapat melihat secara implisit, bahwa partisipasi dari atribut budaya cukup aktif dalam perayaan pentahbisan Uskup Labuan Bajo.
Pendeknya, keterlibatan budaya amat penting dalam gereja, sebab budaya merupakan salah satu faktor atau pola cara hidup beragama bagi masyarakat.
Lebih lanjut, dinamika perayaan ekaristi pentahbisan Uskup Labuan Bajo, amat diapresiasikan sebab segala hal yang disediakan oleh para panitia bisa berjalan dengan baik, mulai dari keamanan, budaya, tempat duduk, hingga persediaan bahan makanan.
Terkait dengan hal demikian, penulis berpikir partisipasi umat merupakan tindakan yang seutuhnya diberikan oleh Allah.
Di balik kesibukan yang mungkin sangat mendesak bagi mereka, Allah dengan sukacita menerangi hati serta pikiran mereka untuk berbalik dan melihat arti hidup yang sebenarnya (mengikuti perayaan ekaristi).
Di sisi lain, Allah memberikan kekuatan kepada umat-nya, agar mengikuti perayaan dengan penuh sukacita, tanpa ada beban yang dipikirkan.
Lebih lanjut, realitas yang diberikan oleh masyarakat dalam perayaan pentahbisan tersebut berjalan dengan baik dari awal hingga akhir perayaan.
Refleksi Teologis
Pembahasan ini mengantar penulis pada suatu aspek tentang pertobatan, yakni melanjutkan karya atau misi pelayanan Yesus.
Saya teringat dalam sebuah perikop injil (Matius 10:1-25), tentang bagaimana Yesus memanggil murid – murid – Nya. “Dalam hal ini, Yesus tidak sekedar menginginkan mereka untuk menemani – Nya atau untuk berjalan-jalan bersamanya.
Sebaliknya, panggilan yesus bagi para murid- murid – Nya amat serentak dan merupakan sebuah perutusan untuk menyampaikan kepada bangsa Israel, bahwa kerajaan Allah hampir tiba.”
Sebagai konsekuensinya, Ia mengutus mereka untuk misi mengajarkan bahwa “kerajaan surga sudah dekat,” dan untuk menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati, menahirkan orang kusta, serta mengusir roh jahat (Bdk. Mat 10:7-8).
Ungkapan demikian merupakan suatu yang mesti direnungkan dan diingat oleh masyarakat Gereja Katolik, sacara khusus bagi kaum tertahbis.
Amat relevan dengan awal pembahasan dalam tulisan ini. Sebagaimana para imam, uskup, bahkan sampai Bapa Sri Paus merupakan alat yang dipakai oleh Kristus untuk mengantar, mengajarkan dan menguatkan spiritual umat Gereja tentang kerajaan Allah.
Lebih jauh, Yesus Kristus sebagai sang Gembala pertama sebagaimana dipercaya oleh masyarakat katolik, telah mendirikan pemerintahan – Nya sebagai raja bagi dunia, yang dirujuk sebagai kerajaan Allah.
Dalam terang perspektif, model seperti ini merupakan pola atau cara Allah menyapa umat-umatnya. Allah melakukan hal ini dengan penuh daulat melalui inkarnasi, salib, kebangkitan, naik ke surga, pentakosta, serta karya penyelamatan bagi umat manusia.
Jika dilihat dari kecamata iman, perjalanan ini merupakan suatu tradisi yang amat mendalam dan pemberi semangat bagi masyarakat Gereja sekarang.
Kesimpulan
Keterlibatan masyarakat dalam menyambut tahbisan yang diterima oleh uskup Labuan Bajo, Maks Regus merupakan suatu hal yang patut diamati bagi perkembangan iman Gereja dewasa ini.
Tahbisan merupakan sakramen yang olehnya Yesus Kristus mengutus dan mempercayai murid – murid – Nya, untuk mewartakan kerajaan Allah di tengah Masyarakat sampai pada akhir zaman.
Harapan umat menjadi bagian integral bagi satiap kaum religius yang dipercaya dalam mewartakan misi Allah.
Dalam konteks penahbisan Uskup Maks Regus, umat dalam hati pasti memiliki harapan besar terhadap beliau sebagai Gembala.
Dalam artian yang luas, tahbisan ini dapat mencerminkan bagaiman masyarakat hadir sebagai pemberi semangat terhadap kaum – kaum religius.
Lebih lanjut, di tengah perkembangan zaman yang amat signifikan kehidupan masyarakat tampaknya masih memiliki rasa tanggung jawab dalam mengembangkan dan memperjuangkan misi Allah.
Refrensi
[1] Paus Fransiskus Mendirikan Keuskupan Labuan Bajo dan Memilih Romo Maksimus Regus sebagai Uskup Pertama“. Mirifica.net. 22 Juni 2024. Diakses tanggal 31 Oktober 2024
[2] Dr. Hubertus Leteng. Spiritualitas Imamat Motor Kehidupan Imam. Maumere: Ledalero, 2003. hal. 253.
[3] Peter C. Phan. Memperjuangkan Misi Allah Di Tengah Dunia Dewasa Ini. Ende: NUSA INDAH, 2004. Hal. 17-21.
[4] Ibid. 21.