Labuan Bajo, Vox NTT – Advokat Siprianus Edi Hardum meminta majelis hakim yang memeriksa perkara dengan terdakwa kliennya, Lelo Yosef Laurentius atau Yosef Lelo dibebaskan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), Vendy Trilaksono.
JPU menuntut agar Yosef Lelo dihukum sembilan bulan penjara atas dugaan tindak pidana penyerobotan lahan atau tanah, dengan Pasal 167 ayat (1) KUHP tentang penyerobotan.
“Kami meminta majelis hakim yang mulia agar dalam putusannya nanti menyatakan Yosef Lelo tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penyerobotan tanah,” kata Edi Hardum dalam pembelaannya (pledoi) yang dibacakan dalam sidang terbuka di Pengadilan Negeri Labuan Bajo, Senin, 6 Januari 2025.
“Sebagaimana melanggar Kesatu Pasal 167 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan Kesatu JPU. ”
Edi meminta agar membebaskan Yosef Lelo dari segala tuntutan hukum atau setidak-tidaknya menyatakan dakwaan JPU batal demi hukum.
Dalam penyampaian pledoi itu, ia didampingi advokat Robertus Antara. Edi mengatakan, perkara yang menjerat kliennya adalah sebuah perkara kriminalisasi.
“Kami menyebut perkara kriminalisasi tentu mengacu kepada fakta persidangan yang didapat dari keterangan para saksi, terdakwa, ahli dan bukti-bukti surat,” kata pemilik kantor Kantor Hukum “Edi Hardum dan Partners” ini.
Salah satu argumentasi perkara yang menjerat kliennya sebagai perkara kriminalisasi, adalah saksi Kam Maria Kamallan yang merasa tanahnya diserobot Yosef Lelo menerangkan dalam persidangan terbuka bahwa ia sudah yakin dengan batas-batas pengukuran final atau rekonstruksi (rekon) keempat pada 10 Agustus 2023.
Rekon final atau rekon keempat pada 10 Agustus 2023 sangat penting karena terkait tiga instrumen bukti, yaitu dasar dan waktu terbitnya surat somasi, surat dakwaan, dan surat tuntutan.
Edi bilang, berita acara pengembalian batas setelah rekon keempat 10 Agustus 2023 bahwa batas lokasi tanah tersebut ada terjadi perubahan.
Sebagaimana tercantum di sertifikat Kam Maria Theresa Kamallan antara lain; batas utara dengan Haji Radja; batas timur dengan Longginus Sayang; batas selatan dengan Jalan Raya Ruteng-Labuan Bajo; batas barat (depan) dengan Maria Goreti Erlin Gunawan; batas barat (belakang) dengan Kornelis Kokeng.
Sementara dalam sertifikat sebagaimana dimiliki Kam Maria Theresa Kamallan atas tanah tersebut batas-batasnya adalah: utara dengan Haji Radja; timur depan dengan Maria Goreti Erlin Gunawan dan belakangnya dengan Kornelis Kokeng; selatan berbatasan dengan Jalan Raya Ruteng-Labuan Bajo; Barat dengan Mikael Dindu.
Menurut Edi, dengan keterangan Kam Maria Theresa Kamallan yang mengaku tanahnya diserobot terdakwa sama sekali tidak benar.
“Jadi surat somasinya kepada Yosef Lelo, dakwaan dan tuntutan tidak benar, ” ujarnya.
Edi menegaskan, kalau berdasarkan keterangan Kam Maria Theresa Kamallan, maka tanah milik Kam Maria Theresa Kamallan terletak di semua area SPBU Merombok dan di semua area pekarangan belakang SPBU Merombok, tidak termasuk tanah terdakwa yang diklaim oleh
Kam Maria Theresa Kamallan.
Bahwa tanah yang dikuasai Yosef Lelo seluas 7.500 M2 yang terletak di Lingko Cancor Wae Cungga, Dusun Capi, Desa Golo Bilas, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat yang menurut Kam Maria Theresa Kamallan adalah tanahnya diperoleh dengan cara jual beli, dan bukti-buktinya lengkap.
“Klaim Kam Maria Theresa Kamallan tidak benar,” kata Edi.
Menurut Edi, klienya memperoleh tanah seluas 7.500 M2 di Marombok berdasarkan Surat Perjanjian Jual-Beli.
Batas-batas tanah terdakwa berdasarkan surat jual-beli antara lain; utara dengan saluran irigasi dan jalan dan ibu Bunga; timur dengan Kornelis Kokeng; selatan dengan Jalan Raya Rueng-Labuan Bajo; serta barat dengan Sani Hamali.
Edi mengatakan, Yosef Lelo menguasai tanah di Lingko Cancor Wae Cungga, Dusun Capi, Desa Golo Bilas, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat karena telah membeli dengan cara adat tanah itu dari Tu’a Golo (tua adat) Capi, Sani Hamali.
Dalam konteks budaya Manggarai, jelas Edi, tokoh adat dan masyarakat yang memiliki legitimasi membagi, menyerahkan, menjual dan membuat surat bukti perolehan tanah adat atau surat alas hak untuk warganya.
Dan untuk warga lain yang menurut pertimbangannya dapat layak dan pantas untuk memiliki tanah di suatu kewilayahan Tu’a Golo yang bersangkutan.
“Ddakwaan dan tuntutan JPU tidak benar, karena itu kami meminta majelis hakim harus menyatakan dakwaan dan tuntutan itu tidak terbukti,” kata Edi.
Lebih jauh Edi mengatakan, dalam persidangan terungkap proses pembuatan sertifikat tanah dari Kam Maria Theresa Kamallan diduga dengan cara-cara palsu. Tanda tangan Tu’a Golo Capi, Hamali diduga dipalsukan.
“Bapak almarhum Hamali buta huruf, tidak bisa tangan tangan, bisanya hanya cap jempol. Tetapi dari perolehan tanah Kam Maria Theresa Kamallan almarhum Hami ada tanda tangannya. Hakim harus pertimbangan ini baik-baik,” kata pengajar Ilmu Hukum Pidana Universitas Tama Jagakarsa, Jakarta ini.
Diketahui, majelis hakim dalam perkara ini adalah Erwin Harilond Palyama (ketua), anggota Sikharnidin dan Nicko Andrealdo dan panitera pengganti Didik Suherlan. [VoN]