Jakarta, Vox NTT – Anggota DPR RI Benny K Harman mengungkapkan strategi kaum oligarki dalam mempertahankan kekuasaan dan dominasi bisnis melalui partai politik (Parpol) dan pengaruh mereka terhadap lembaga legislatif.
Hal ini disampaikan Benny dalam diskusi publik bertajuk ‘Demokrasi Cukong: Kajian Teoritis dan Realitas Empiris’, yang diselenggarakan oleh Universitas Nasional (Unas) pada Kamis, 20 Februari 2025.
Benny menjelaskan, pendanaan yang diberikan oleh kaum oligarki kepada Parpol bertujuan untuk membiayai kegiatan operasional dan kampanye politik, terutama saat Pemilu.
Pendanaan ini, menurutnya, membuka peluang bagi oligarki untuk mengendalikan DPR, yang memiliki kekuasaan besar.
Akibatnya, fungsi pengawasan DPR mengalami disfungsi, independensi lembaga tersebut terancam, dan DPR berfungsi sebagai instrumen oligarki, sehingga lahir produk undang-undang yang lebih mencerminkan kepentingan mereka daripada kepentingan rakyat.
Oleh karena itu, Benny menekankan pentingnya mengatur tata kelola pendanaan Parpol guna menjaga independensi legislatif dan mengurangi pengaruh oligarki dalam pembuatan kebijakan.
Dalam diskusi tersebut, Benny juga menggarisbawahi perbedaan pendekatan antara kaum oligarki pada masa Orde Baru dan era Reformasi, khususnya dalam hal pengaruh terhadap eksekutif dan legislatif.
Pada masa Orde Baru, oligarki lebih erat dengan presiden dan lingkaran kekuasaannya, berfokus pada lembaga eksekutif. Namun, di era Reformasi ini, oligarki lebih cenderung mengendalikan legislatif.
Menurut Benny, ada beberapa alasan mengapa oligarki lebih memilih mengendalikan DPR di era Reformasi.
Pertama, anggota dewan era Reformasi lebih independen karena pencalonan anggota DPR tidak lagi dipengaruhi oleh eksekutif.
Kedua, DPR kini memiliki kewenangan yang lebih kuat dalam pembuatan kebijakan dan legislasi.
Ketiga, DPR memiliki fungsi budgeting yang lebih berkuasa, sehingga anggaran besar hanya bisa disetujui melalui persetujuan dewan.
Keempat, fungsi pengawasan DPR sangat krusial bagi oligarki dalam mempertahankan dan memperluas bisnis mereka.
Kelima, model legislasi yang terfragmentasi membuatnya lebih mudah untuk dikendalikan, mengingat partai dan fraksi memiliki kepentingan yang berbeda-beda.
Terakhir, anggota DPR memiliki kewenangan tambahan terkait pengangkatan dan pemberhentian pejabat penting seperti Kapolri, Panglima TNI, dan pimpinan lembaga negara lainnya, yang berpotensi berhubungan langsung dengan kepentingan bisnis mereka.
Di kesempatan yang sama, Dosen Pascasarjana Unas Profesor Syarif Hidayat menambahkan bahwa fenomena ini mencerminkan munculnya “shadow state” pasca-Orde Baru, yaitu kelompok informal yang memiliki pengaruh besar dalam menentukan arah kebijakan negara.
Ia menjelaskan, pada masa Orde Baru, negara memiliki kendali penuh atas perkembangan bisnis, namun di era Reformasi, oligarki telah menjadi aktor yang lebih dominan, mengendalikan negara melalui kepentingan bisnis mereka.
“Saat ini, kita melihat semakin maraknya praktik politik transaksional. Shadow state menjadi arena baru bagi pertemuan antara oligarki politik dan oligarki ekonomi,” tutup Profesor Syarif.
Penulis: Herry Mandela