Kupang, Vox NTT – Nusa Tenggara Timur (NTT) telah dipilih sebagai provinsi proyek percobaan atau piloct project untuk kolaborasi dalam upaya penurunan stunting dan penghapusan kemiskinan, seiring dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam menanggulangi kedua permasalahan ini.
Langkah penting ini ditandai dengan pertemuan strategis antara Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, dan Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Dr. Wihaji, yang berlangsung pada Sabtu, 8 Maret 2025, di Kantor Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga RI.
Pertemuan ini membahas finalisasi grand design kolaborasi dan rencana aksi yang akan menjadi cetak biru untuk mengatasi masalah stunting dan kemiskinan yang telah lama menjadi tantangan besar di Indonesia.
Gubernur Melki menegaskan, program ini harus memberikan dampak nyata dan terukur, dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha, akademisi, hingga masyarakat.
“Kita tidak bisa bekerja sendiri. Ini adalah gerakan besar yang harus dikerjakan bersama. NTT harus menjadi contoh bagaimana strategi kolaboratif bisa mengubah wajah Indonesia dari segi kesehatan dan kesejahteraan rakyatnya,” ungkap Melki, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum DPP Golkar.
Menteri Wihaji juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk keberhasilan program ini.
Pemerintah akan bekerja sama dengan berbagai kementerian, seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Kementerian Desa, serta lembaga pendidikan dan penelitian seperti Universitas Brawijaya dan Universitas Muhammadiyah Malang, guna menghadirkan solusi berbasis riset dalam menangani stunting dan kemiskinan.
Langkah Nyata untuk Perubahan
Program ini tidak hanya sebatas wacana. Grand design yang telah disusun akan segera diterapkan di NTT dengan sejumlah strategi utama, termasuk intervensi gizi untuk ibu hamil dan anak balita, penguatan ekonomi masyarakat miskin melalui pemberdayaan berbasis komunitas, serta pendidikan dan pendampingan keluarga, khususnya ibu dan calon ibu.
Selain itu, sinergi dengan dunia usaha diharapkan dapat memperluas program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk mendukung pengentasan stunting dan kemiskinan.
Melki menegaskan, keberhasilan program ini akan menjadi model nasional. Jika terbukti efektif di NTT, pola yang sama akan diterapkan di provinsi lain dengan kondisi serupa.
“NTT bukan hanya jadi proyek percontohan, tetapi juga bukti bahwa jika kita bekerja bersama, perubahan besar bisa terjadi. Stunting dan kemiskinan bukan takdir, melainkan tantangan yang bisa kita atasi,” tegasnya.
Tantangan di NTT
Pemilihan NTT sebagai lokasi pilot project ini didasarkan pada tingginya angka kemiskinan dan stunting di provinsi berbasis kepulauan ini.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2024, angka kemiskinan di NTT mencapai 19,48 persen, atau sekitar 1.127.570 orang, menjadikannya salah satu provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia.
Selain itu, hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan prevalensi stunting pada balita di NTT sebesar 37,9 persen, menjadikannya provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi kedua setelah Papua Pegunungan.
Dengan dukungan penuh dari pemerintah pusat, akademisi, dunia usaha, dan masyarakat, proyek kolaborasi ini diharapkan dapat menciptakan masa depan yang lebih sehat dan sejahtera bagi generasi mendatang.
NTT kini tidak hanya menjadi titik awal perubahan, tetapi juga mercusuar harapan bagi Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang bebas dari stunting dan kemiskinan ekstrem. [VoN]