Oleh: Darmin Mbula, OFM
Ketua Presidium Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK)
Gonjang-ganjing terkait penerapan Test Kemampuan Akademik (TKA) sebagai bagian dari upaya penyempurnaan Ujian Nasional (UN) dan Asesmen Nasional (AN) menyoroti beberapa permasalahan mendasar dalam sistem pendidikan Indonesia.
Salah satunya adalah fokus yang terlalu sempit pada lima bidang mata pelajaran utama (Matematika, bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dan dua mata pelajaran pilihan) yang dilakukan di semester 6 SMA, yang menimbulkan ketimpangan bagi siswa yang memiliki minat dan bakat di luar bidang tersebut.
TKA dinilai memperburuk ketergantungan pada bimbingan belajar (bimbelisasi) sebagai strategi utama untuk mempersiapkan ujian, yang justru memperburuk ketidaksetaraan pendidikan antara siswa dari keluarga mampu dan tidak mampu.
Ketidakadilan struktural ini tercermin dari akses yang terbatas terhadap sumber daya pendidikan berkualitas bagi sebagian besar siswa, yang kemudian berisiko memperlebar jurang kesenjangan antara kelompok sosial ekonomi.
Sehingga, meski dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas pendidikan, Tes Kemampuan Akademik berpotensi memperburuk masalah yang ada, alih-alih menciptakan sistem pendidikan berkualitas unggul yang lebih adil dan merata untuk semua.
Pendidikan berkualitas unggul untuk semua anak Indonesia merupakan tujuan besar yang harus dicapai untuk mempersiapkan generasi masa depan. Namun, pencapaian tersebut tidak bisa hanya diukur dan dicapai melalui satu indikator tunggal, seperti Tes Kemampuan Akademik (TKA) saja.
Meskipun TKA dapat memberikan gambaran tentang kemampuan akademik siswa dalam beberapa mata pelajaran, pendidikan berkualitas mencakup berbagai aspek yang lebih luas, termasuk pengembangan karakter, keterampilan sosial, kreativitas, dan keterampilan hidup yang tidak selalu terukur melalui ujian semacam itu.
Oleh karena itu, mengandalkan TKA sebagai satu-satunya cara untuk menilai kualitas pendidikan akan sangat terbatas dan tidak mencerminkan keseluruhan potensi anak-anak Indonesia.
Selain itu, mengandalkan TKA sebagai alat utama dalam sistem pendidikan juga memperbesar kesenjangan sosial yang ada. Anak-anak dari keluarga kurang mampu sering kali tidak memiliki akses yang sama terhadap bimbingan belajar, fasilitas pendidikan yang memadai, atau bahkan waktu dan kesempatan untuk belajar dengan optimal di rumah.
Dalam konteks ini, TKA bisa menjadi tidak adil karena ia lebih menguntungkan bagi siswa yang berasal dari keluarga yang mampu dan sudah memiliki akses ke berbagai sumber daya pendidikan.
Dengan kata lain, meskipun TKA bertujuan untuk menyempurnakan ujian nasional, pendekatan ini berpotensi memperlebar jurang kesenjangan pendidikan antara kelompok sosial ekonomi yang berbeda.
Pendidikan berkualitas unggul untuk semua anak Indonesia memerlukan pendekatan yang lebih holistik dan berkelanjutan.
Hal ini termasuk peningkatan kualitas prose pengajaran, pengembangan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan zaman, serta pemenuhan hak-hak pendidikan anak tanpa memandang latar belakang ekonomi mereka.
Pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan perlu bekerja sama untuk menciptakan sistem yang lebih inklusif dan berkeadilan sosial, di mana setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan seluruh potensi diri mereka.
Oleh karena itu, TKA hanya bisa menjadi salah satu elemen dari sistem pendidikan yang lebih besar dan kompleks, bukan solusi tunggal untuk mencapainya.
Keterampilan Kehidupan
Di abad ke-21, asesmen untuk keterampilan hidup (life skills) menjadi sangat penting dalam menciptakan pendidikan berkualitas untuk semua anak.
Keterampilan hidup seperti kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, komunikasi efektif, kerjasama, dan pengelolaan emosi adalah kompetensi yang sangat dibutuhkan di dunia yang semakin kompleks dan dinamis, tidak pasti.
Dengan mengintegrasikan asesmen keterampilan hidup ke dalam sistem pendidikan, kita dapat memastikan bahwa anak-anak tidak hanya siap dalam hal pengetahuan/kemampuan akademik, tetapi juga memiliki kesiapan kesehatan mental dan sosial untuk beradaptasi dengan perubahan, berinovasi, serta berkontribusi secara positif di masyarakat.
Hal ini menjadi kunci untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga tangguh, kreatif, dan mampu menghadapi berbagai tantangan di masa depan.
Asesmen Nasional (AN) di Indonesia diharapkan dapat berfungsi sebagai alat untuk mengevaluasi sistem pendidikan secara menyeluruh dan mengukur sejauh mana kualitas pendidikan di berbagai tingkatan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam konteks menciptakan pendidikan berkualitas unggul untuk semua anak Indonesia, AN seharusnya tidak hanya berfokus pada hasil tes kemampuan akademik, tetapi juga mampu menggali potensi lain yang dimiliki oleh setiap siswa.
Seharusnya AN lebih mengarah pada pengukuran keterampilan hidup, karakter, dan kemampuan berpikir kritis siswa, sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih utuh tentang perkembangan anak-anak di Indonesia.
Dengan demikian, AN tidak hanya menjadi alat ukur keberhasilan kemampuan akademik, tetapi juga bagian dari pembentukan individu yang siap menghadapi tantangan global, nasional dan lokal.
Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan dalam AN adalah keberagaman indikator penilaian. Saat ini, AN lebih banyak berfokus pada hasil tes literasi dan numerasi, yang memang penting untuk mengukur kemampuan dasar siswa dalam membaca, menulis, dan berhitung.
Namun, dalam dunia yang terus berkembang, keterampilan seperti pemecahan masalah, kreativitas, kerjasama tim, dan kecakapan sosial menjadi sama pentingnya.
Oleh karena itu, AN yang mampu menciptakan pendidikan berkualitas unggul harus melibatkan penilaian terhadap kemampuan-kemampuan tersebut agar siswa tidak hanya unggul dalam hal kemamuan akademik, tetapi juga dalam kemampuan hidup yang relevan dengan perkembangan zaman abad ke 21.
Selain itu, Assesmen Nasional yang ideal untuk menciptakan pendidikan berkualitas harus bersifat inklusif dan tidak diskriminatif. Sebuah sistem penilaian yang baik harus mempertimbangkan beragam latar belakang siswa, termasuk faktor ekonomi, geografis, dan budaya.
Pendidikan berkualitas tidak hanya untuk mereka yang berada di kota besar atau daerah dengan akses pendidikan yang baik, tetapi juga untuk anak-anak di daerah terpencil atau yang memiliki keterbatasan.
Oleh karena itu, AN harus dirancang sedemikian rupa agar dapat mengakomodasi perbedaan ini dan memberikan kesempatan yang adil bagi semua siswa untuk menunjukkan kemampuan mereka.
Penting juga untuk menekankan bahwa AN bukan hanya sebuah ujian yang memberikan nilai, tetapi lebih sebagai alat untuk memperbaiki dan mengembangkan kualitas pendidikan di semua jenjang.
Hasil dari AN harus digunakan untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kualitas pembelajaran yang diterima oleh siswa, serta untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dalam sistem pendidikan.
Dengan demikian, AN tidak hanya menjadi alat ukur bagi siswa, tetapi juga bagi sekolah, guru, dan pemerintah untuk terus meningkatkan mutu pendidikan secara keseluruhan.
Untuk menciptakan pendidikan berkualitas unggul bagi semua, Assesmen Nasional harus didukung dengan kebijakan yang mengutamakan pemerataan akses dan kesempatan.
Peningkatan kualitas pengajaran, perbaikan fasilitas pendidikan, dan pemberdayaan guru adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberhasilan AN.
Hanya dengan sistem yang mendukung secara komprehensif, pendidikan berkualitas unggul untuk semua anak Indonesia dapat terwujud, sehingga mereka tidak hanya siap menghadapi ujian, tetapi juga siap menghadapi kehidupan yang lebih luas dan kompleks.
Asesmen Autentik dan Terstandardisasi
Asesmen autentik dan terstandarisasi adalah dua konsep penting yang dapat menciptakan pendidikan berkualitas unggul untuk semua anak di abad ke-21.
Asesmen autentik menilai kemampuan siswa berdasarkan situasi nyata dan relevansi dunia kerja atau kehidupan sehari-hari, sedangkan asesmen terstandarisasi memberikan ukuran yang konsisten dan dapat dibandingkan di seluruh sistem pendidikan.
Menggabungkan kedua jenis asesmen ini dapat memberikan gambaran yang lebih menyeluruh tentang pencapaian siswa, tidak hanya dari segi pengetahuan akademik, tetapi juga dari sisi keterampilan hidup, pemecahan masalah, dan kreativitas.
Dengan cara ini, pendidikan menjadi lebih komprehensif dan mempersiapkan siswa untuk menghadapi dunia yang semakin kompleks dan dinamis.
Asesmen autentik memungkinkan siswa untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam konteks yang lebih praktis dan relevan. Misalnya, siswa bisa diminta untuk menyelesaikan proyek, presentasi, atau tugas yang berkaitan langsung dengan masalah kehidupan nyata.
Hal ini membantu siswa memahami bagaimana pengetahuan yang mereka pelajari dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, meningkatkan keterlibatan mereka dalam proses belajar.
Dengan asesmen autentik, evaluasi lebih berfokus pada proses dan pencapaian nyata siswa, daripada hanya sekadar hasil ujian yang terbatas pada aspek kognitif saja.
Oleh karena itu, asesmen autentik mendukung pengembangan keterampilan berpikir kritis, kreativitas, dan keterampilan sosial yang penting untuk abad ke-21.
Namun, untuk memastikan bahwa asesmen autentik dapat diterapkan secara efektif di seluruh Indonesia, dibutuhkan standar yang jelas dan konsisten agar hasil asesmen dapat dibandingkan dan diukur secara objektif.
Di sinilah asesmen terstandarisasi berperan penting. Asesmen terstandarisasi memberikan kerangka kerja yang memastikan bahwa semua siswa, di berbagai daerah dan latar belakang, diuji dengan cara yang sama dan diukur dengan standar yang sama.
Dengan adanya standar yang jelas, kita dapat memantau perkembangan pendidikan di seluruh Indonesia dan memastikan bahwa semua anak mendapatkan kesempatan yang setara untuk belajar dan berkembang. Hal ini juga memberikan dasar yang kuat bagi kebijakan pendidikan yang lebih adil dan merata.
Kombinasi antara asesmen autentik dan terstandarisasi memberikan gambaran yang lebih akurat tentang capaian siswa dan potensi mereka.
Asesmen autentik memastikan bahwa siswa tidak hanya menguasai teori, tetapi juga dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam situasi yang nyata.
Sementara itu, asesmen terstandarisasi memberikan evaluasi yang objektif dan dapat dibandingkan antar siswa, yang memungkinkan untuk identifikasi kekuatan dan kelemahan dalam sistem pendidikan.
Dengan kombinasi keduanya, sekolah dan lembaga pendidikan dapat merancang program pembelajaran yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa dan memastikan bahwa tidak ada anak yang tertinggal.
Penerapan asesmen autentik dan terstandarisasi di seluruh Indonesia berpotensi untuk menciptakan pendidikan yang lebih inklusif dan berkualitas.
Di abad ke-21, di mana dunia terus berubah dengan cepat, siswa tidak hanya perlu menguasai pengetahuan akademik, tetapi juga keterampilan yang memungkinkan mereka untuk beradaptasi dan sukses di masyarakat global.
Asesmen yang menyeluruh dan komprehensif ini akan membantu menciptakan sistem pendidikan yang lebih adil, merata, dan relevan dengan kebutuhan zaman, memberikan setiap anak kesempatan untuk berkembang sesuai dengan potensi terbaik mereka.
Dengan demikian, asesmen autentik dan terstandarisasi akan menjadi alat yang sangat penting untuk mencapai pendidikan berkualitas unggul untuk semua anak di Indonesia.