Jakarta, Vox NTT – Koalisi Masyarakat Flores Tolak Geotermal menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jakarta, pada Rabu, 12 Maret 2025.
Aksi ini melibatkan berbagai organisasi, antara lain JPIC OFM, Padma Indonesia, Formmada NTT, Amman Flobamora, dan Komnas Ngada, yang mendesak Menteri ESDM untuk memanggil Gubernur dan Wakil Gubernur NTT, serta Bupati dan Wakil Bupati Ngada dan Ende. Mereka menuntut agar proyek geotermal di Pulau Flores diaudit dan dibatalkan.
Ketua Dewan Pembina Padma Indonesia, Gabriel Goa, dalam keterangannya menegaskan, proyek geotermal di daerah cincin api Flores telah menggugah kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup yang lestari dan keberlanjutan penghidupan.
Ia menambahkan, lahan-lahan produktif seperti ladang, sawah, kebun kopi, coklat, serta tanaman lainnya seperti kemiri dan cengkih, merupakan sumber utama nafkah bagi masyarakat setempat.
“Proyek geotermal yang berpotensi merusak kawasan ini dapat menghancurkan lahan pertanian yang selama ini menjadi andalan kehidupan masyarakat Flores,” kata Gabriel dalam keterangan yang diterima media, Rabu sore.
Gabriel juga menyebutkan proyek geotermal Daratei Mataloko sebagai contoh nyata kegagalan, yang membawa dampak negatif terhadap lingkungan.
Menurutnya, proyek ini telah menyebabkan kerusakan parah pada lahan pertanian, pencemaran sumber mata air, serta hilangnya habitat bagi berbagai makhluk hidup.
Selain itu, hubungan sosial masyarakat adat dengan lingkungan budaya mereka pun turut terkoyak.
“Keberadaan lumpur dari dalam yang keluar tanpa henti meninggalkan rongga pada lempengan cincin api Flores, yang tentunya menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan kehidupan masyarakat setempat,” tambah Gabriel.
Dorong Jadi Lahan Pertanian
Ia menegaskan, lahan proyek panas bumi akan lebih mulia dan beradab jika lahan milik masyarakat adat sekitar 1000 hektare tersebut digunakan untuk lahan pertanian bagi Kedautan Pangan.
Aplagi pada saat ini, negara Indonesia sedang gencar-gencar mencanangkan Kedaulatan Pangan.
“Sesuai pantauan, data dan kajian lapangan, tanah seluas itu merupakan lahan pertanian produktif yang menjadi sumber kehidupan keluarga sepanjang hidup mereka,” kata Gabriel.
Seharusnya, kata dia, Pemerintah Kabupaten Ngada lebih kritis mendalami soal pilihan kebutuhan hidup. [VoN]