Mbay, Vox NTT – Dua proyek infrastruktur di Kabupaten Nagekeo yang menelan anggaran miliaran rupiah saat ini sedang mendapat sorotan.
Alih-alih memberikan manfaat bagi masyarakat, proyek-proyek ini justru terbengkalai dan tak dapat dimanfaatkan.
Masyarakat pun dibuat geram hingga mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera turun tangan untuk mengusut dugaan penyimpangannya.
Salah satu proyek yang kini menuai kritik tajam adalah Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Desa Nataute, Kecamatan Nangaroro.
Sejak mulai dikerjakan pada tahun 2024, proyek ini mulanya digadang-gadang akan menyuplai air bersih bagi 90 kepala keluarga, di wilayah Desa tersebut.
Namun, harapan warga justru telaj berubah menjadi kecewa sebab air sudah tak lagi mengalir.
Proyek Pengembangan Jaringan Distribusi dan Sambungan Rumah (SR) ini dikerjakan oleh CV Shilla asal Ende dengan anggaran lebih dari Rp900 juta.
Sayangnya, kondisi di lapangan jauh dari yang diharapkan. Air yang dijanjikan tak kunjung mengalir, sementara warga terus menunggu.
Sejumlah temuan di lapangan mengungkap adanya indikasi pekerjaan asal-asalan dan dugaan penyimpangan, seperti Penggunaan pipa bekas sebagai pipa distribusi untuk RT 04, RT 05, RT 06, dan RT 07, Pipa bocor di RT 08, RT 09, dan RT 10 yang dibiarkan tanpa dikubur, bak kaptering, aset Pemda Nagekeo, justru dibangun di wilayah Kabupaten Ende.
Kepala Desa Nataute, Timotius Negha, sebelumnya telah memperingatkan bahwa masyarakat akan melakukan aksi demonstrasi jika proyek ini gagal memenuhi kebutuhan air bersih mereka.
Kekecewaan serupa juga disampaikan kepada Anton Sukadame Wangge, anggota DPRD Nagekeo dari Partai Nasdem, saat dirinya melakukan reses di desa tersebut.
“Kami mohon agar Tipikor Polres Nagekeo segera turun tangan. Jangan biarkan uang rakyat habis untuk proyek yang tidak berguna!” ujar salah satu warga dengan nada penuh kemarahan.
Tak hanya soal SPAM, warga juga meminta agar pemerintah memperhatikan kebutuhan lain, seperti pembangunan embung untuk pengairan pertanian dan pembukaan jalan baru dari Nangamboa hingga Malasera.
Kasus serupa juga terjadi di desa Wolotelu, Kecamatan Mauponggo dalam proyek pembangunan menara pemantau di Pantai Ena Gera.
Proyek senilai Rp650 juta lebih itu, kini terbengkalai dan hanya menjadi bangunan setengah jadi yang tak bisa dimanfaatkan.
Proyek yang bersumber dari APBD Kabupaten Nagekeo tahun 2021 ini dikerjakan oleh CV Em Ka Utama. Namun, hasilnya jauh dari yang diharapkan.
Pantauan di lapangan ditemukan kondisi bangunan yang sudah mengalami kerusakan serius pada tiang, pagar, dan beberapa bagian lainnya.
Yang lebih mengejutkan, proyek ini juga diliputi berbagai persoalan internal dan dugaan penyimpangan.
Informasi yang beredar menyebutkan bahwa sejak awal, proyek ini tidak pernah dikerjakan langsung oleh Direktur CV Em Ka Utama, Hilarius Mbusa, melainkan oleh seseorang bernama Luken, yang hanya menggunakan bendera perusahaan tanpa memperoleh kuasa direktur.
Karena hal ini, Hilarius Mbusa memegang penuh pada akses keuangan perusahaan hingga keduanya terlibat konflik sehingga proyek ini terbengkalai.
Selain itu, dikabarkan pula bahwa tukang asal Jawa yang dipercayakan mengerjakan proyek ini kabur membawa uang puluhan juta rupiah, menyebabkan pekerjaan terhenti begitu saja.
Maria Florida Dapi, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek ini, sebelumnya berdalih bahwa proyek memang direncanakan hanya setengah jadi karena keterbatasan anggaran.
“Memang perencanaannya begitu. Rencananya akan dilanjutkan ke tahap finishing, tapi anggaran terbatas,” katanya saat dikonfirmasi.
Namun, bagi masyarakat, alasan ini tidak dapat diterima. Dengan anggaran lebih dari Rp650 juta, proyek seharusnya memberikan manfaat, bukan malah menjadi monumen kegagalan.
Vox NTT telah berupaya menghubungi Kasat Reskrim Polres Nagekeo, Iptu Leonardo Marpaung untuk dimintai tanggapan terkait dua proyek bermasalah ini. Namun, hingga berita ini diterbitkan, belum ada jawaban resmi dari pihak kepolisian
Penulis: Patrianus Meo Djawa