Labuan Bajo, Vox NTT – Sebanyak 36 perempuan petani dari 12 desa dampingan Yayasan Komodo Indonesia Lestari (Yakines) mengikuti Pelatihan Manajemen Konflik yang berlangsung di Hotel Green Prundi, Labuan Bajo, pada 16-19 Maret 2025.
Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan perempuan dalam mengelola konflik, baik dalam keluarga, kelompok, maupun di desa mereka.
Pelatihan ini dipimpin oleh Gabriela Uran, Direktur Yayasan Komodo Indonesia Lestari, yang bertindak sebagai fasilitator utama.
Kegiatan ini menyajikan materi mengenai resolusi konflik, negosiasi, dan teknik mediasi, agar peserta dapat menghadapinya dengan cara yang konstruktif dan solutif.
Dalam sesi diskusi, beberapa peserta berbagi pengalaman terkait cara mereka menangani konflik di desa masing-masing.
Imelda, salah satu peserta dari Desa Golo Ronggot, menyampaikan harapannya bahwa pelatihan ini akan memberinya wawasan baru yang berguna untuk kelompok dan desanya.
“Saya berharap ilmu yang saya peroleh dapat bermanfaat untuk memperkuat kelompok kami,” ungkapnya.
Regina dari Desa Lale juga menyampaikan ketertarikannya untuk mendalami materi yang disampaikan oleh Yakines, yang diyakininya dapat memperkaya pemahaman tentang konflik.
Gabriela Uran dalam sesi pelatihan menekankan pentingnya melihat konflik sebagai bagian dari kehidupan sosial yang bisa dikelola secara positif.
“Konflik tidak harus menjadi pemecah, justru bisa menjadi alat untuk menyatukan kita jika dikelola dengan baik,” ujar Gabriela.
Sesi berbagi pengalaman semakin memperkaya materi pelatihan, di mana para peserta saling bertukar cerita tentang tantangan yang mereka hadapi, baik dalam keluarga, kelompok, maupun di desa.
Ivon dari Desa Wae Mose, misalnya, menceritakan bagaimana pemerintah desa mereka memberikan dukungan besar kepada kelompok petani, meski masih ada kendala utama seperti ketersediaan air.
Linda, seorang petani dari Desa Munting, menyoroti pentingnya komunikasi terbuka dalam menyelesaikan konflik.
“Jika ada masalah, yang penting kita bicarakan baik-baik. Jangan langsung mengambil keputusan tanpa musyawarah,” pesannya.
Pelatihan ini ditutup dengan penyusunan rencana tindak lanjut oleh peserta dari masing-masing desa.
Diharapkan, ilmu yang diperoleh dapat diterapkan untuk membangun kehidupan sosial yang lebih harmonis dan mendukung ketahanan pangan di desa masing-masing.
Gabriela Uran dalam penutupan acara menyampaikan apresiasi kepada para peserta atas partisipasi aktif mereka.
Ia menegaskan, perempuan harus menjadi lokomotif dalam penyelesaian konflik.
“Perempuan harus menjadi lokomotif dalam penyelesaian konflik, karena dari keluarga yang harmonis, kita bisa membangun komunitas yang lebih kuat,” tuturnya.
Melalui pelatihan ini, diharapkan perempuan petani semakin berdaya dalam mengelola konflik dan mampu memperjuangkan kepentingan mereka dalam komunitas dengan lebih percaya diri dan strategis.
Para peserta yang mengikuti kegiatan ini merupakan perwakilan dari 12 desa di 5 kecamatan, Kabupaten Manggarai Barat, yang merupakan bagian dari program dampingan Yakines sejak 2023.
Program ini bertujuan untuk memberdayakan perempuan petani dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, ketahanan iklim, dan mempertahankan pangan lokal non-beras di Manggarai Barat.
Penulis: Sello Jome