Oleh: Pater Darmin Mbula, OFM

Ketua Presidium Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK)

Guru aktivator menurut Michael Fullan adalah pemimpin pembelajaran yang membangkitkan rasa ingin tahu dan kreativitas siswa melalui pengalaman nyata, sehingga deep learning menjadi kekuatan yang mengubah kehidupan.

Deep learning, sebagai pendekatan pendidikan dan proses pembelajaran mendalam (PM) yang menekankan pemahaman mendalam, pemikiran kritis, dan koneksi antardisiplin, telah menarik perhatian para pendidik dan pembuat kebijakan di seluruh dunia.

Tidak seperti pendekatan pembelajaran tradisional yang sering berfokus pada hafalan fakta, deep learning mendorong siswa untuk memahami konsep secara menyeluruh, utuh holistik,  mengaitkan pengetahuan, keterampilan dan nilai nilai dengan pengalaman nyata, dan mengembangkan keterampilan abad ke-21 seperti bernalar kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi.

Hal ini menjadikan deep learning sebagai strategi yang relevan dalam menjawab tantangan global nasional lokal (glonakal) yang kompleks serta mempersiapkan generasi muda untuk berkontribusi secara bermakna di masyarakat.

Dengan semboyan “engage the world, change the world”, deep learning mengajak peserta didik untuk tidak hanya memahami dunia, tetapi juga terlibat secara aktif dalam upaya mengubahnya ke arah yang lebih baik, damai, adil dan inklusif.

Melalui proyek-proyek autentik, pembelajaran berbasis masalah, dan integrasi teknologi digital, siswa diajak untuk mengidentifikasi isu-isu penting di sekitar mereka dan mencari solusi inovatif.

Pendekatan ini tidak hanya memperkuat kompetensi akademik, tetapi juga membentuk karakter dan kepemimpinan humanis  sosial  ekologis yang kuat.

Oleh karena itu, deep learning berperan penting dalam menciptakan sistem pendidikan yang transformatif, yang mampu membekali siswa untuk menjadi agen perubahan di era global yang dinamis.

Apa itu Deep Learning

Deep learning, menurut Michael Fullan, adalah pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk menumbuhkan kompetensi mendalam pada siswa agar mereka mampu menghadapi tantangan dunia nyata secara kreatif dan bertanggung jawab.

Fullan menekankan bahwa deep learning bukan hanya tentang memahami materi pelajaran secara mendalam, tetapi juga tentang mengembangkan kapasitas siswa sebagai pembelajar seumur hidup dan agen perubahan sosial.

Dalam kerangka ini, pembelajaran tidak lagi dipusatkan pada guru sebagai satu-satunya sumber informasi, melainkan pada keterlibatan aktif siswa dalam proses penciptaan pengetahuan.

Enam Komponen Utama

Michael Fullan mengidentifikasi enam kompetensi utama yang disebut sebagai 6C (Six Global Competencies) sebagai inti dari deep learning, yaitu: Character education (pendidikan karakter)

Character education dalam konteks deep learning menurut Michael Fullan adalah proses pengembangan nilai-nilai, etika, tanggung jawab, dan ketekunan yang menjadi fondasi bagi siswa untuk berkontribusi positif dalam masyarakat.

Fullan menekankan bahwa karakter yang kuat diperlukan agar siswa tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga berintegritas dan peduli terhadap lingkungan sosialnya.

Salah satu contoh konkret adalah ketika siswa dilibatkan dalam proyek layanan masyarakat, seperti mengembangkan program daur ulang sampah di sekolah untuk meningkatkan kesadaran lingkungan.

Dalam proses ini, siswa belajar tentang tanggung jawab, kerja sama, dan empati terhadap sesama serta lingkungan.

Pendidikan karakter seperti ini mendukung tujuan deep learning untuk menciptakan pembelajar yang bukan hanya kompeten, tetapi juga bermoral dan berdaya ubah.

Citizenship (kewarganegaraan) dalam kerangka deep learning menurut Michael Fullan adalah kemampuan siswa untuk menjadi warga dunia yang aktif, peduli, dan bertanggung jawab terhadap isu-isu sosial, lingkungan, dan global.

Fullan menekankan pentingnya keterlibatan siswa dalam tindakan nyata yang berdampak positif bagi komunitas, seperti kampanye kesehatan atau advokasi keberlanjutan.

Melalui pengalaman ini, siswa tidak hanya memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara, tetapi juga mengembangkan kesadaran global dan empati lintas budaya.

Collaboration (kolaborasi) dalam konteks deep learning menurut Michael Fullan adalah kemampuan siswa untuk bekerja sama secara efektif dalam kelompok yang beragam, dengan saling menghargai dan menyumbangkan ide untuk mencapai tujuan bersama.

Fullan menekankan bahwa kolaborasi bukan sekadar kerja kelompok, tetapi melibatkan keterampilan komunikasi, kepemimpinan, dan pemecahan masalah secara kolektif.

Melalui pembelajaran berbasis proyek, siswa belajar membangun kepercayaan, menyelesaikan konflik secara konstruktif, dan menciptakan solusi inovatif bersama timnya.

Communication (komunikasi) dalam kerangka deep learning menurut Michael Fullan adalah kemampuan siswa untuk menyampaikan ide, perasaan, dan informasi secara jelas dan efektif melalui berbagai media dan kepada audiens yang beragam.

Fullan menekankan pentingnya komunikasi yang tidak hanya bersifat informatif, tetapi juga empatik, persuasif, dan kontekstual sesuai dengan tujuan dan situasi.

Contoh konkret adalah ketika siswa mempresentasikan solusi dari proyek sosial di komunitas kepada pejabat lokal menggunakan presentasi digital, video dokumenter, dan argumentasi yang meyakinkan untuk mendorong perubahan kebijakan.

Creativity (kreativitas) dalam deep learning menurut Michael Fullan adalah kemampuan siswa untuk menghasilkan ide-ide baru, memecahkan masalah secara inovatif, dan mengambil risiko intelektual dalam proses pembelajaran.

Fullan menekankan bahwa kreativitas tidak hanya muncul dalam seni, tetapi juga dalam sains, teknologi, dan pemecahan isu-isu sosial melalui pendekatan yang orisinal dan adaptif.

Contoh konkret termasuk siswa yang merancang aplikasi sederhana untuk membantu lansia mengingat jadwal obat, atau membuat kampanye media sosial kreatif untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya daur ulang.

Critical thinking (berpikir kritis)  dalam konteks deep learning menurut Michael Fullan adalah kemampuan siswa untuk menganalisis informasi secara mendalam, mengevaluasi berbagai sudut pandang, dan mengambil keputusan berdasarkan bukti yang logis dan etis.

Fullan menekankan bahwa berpikir kritis sangat penting agar siswa tidak hanya menerima informasi, tetapi mampu mengajukan pertanyaan, mengidentifikasi bias, dan membangun argumen yang kuat.

Contohnya, siswa diminta meneliti dampak penggunaan plastik sekali pakai, membandingkan data dari berbagai sumber, lalu menyusun rekomendasi kebijakan berbasis bukti yang dipresentasikan kepada pemerintah lokal.

Enam kompetensi ini tidak hanya mencerminkan hasil yang diharapkan dari proses pembelajaran, tetapi juga menjadi kerangka kerja yang memandu guru dalam merancang kegiatan pembelajaran yang bermakna, kontekstual, dan relevan dengan kebutuhan masa depan.

Peran Guru sebagai Aktivator

Ciri-ciri utama dari deep learning menurut Fullan meliputi pembelajaran yang bersifat kolaboratif, berbasis proyek, kontekstual, dan terhubung dengan dunia nyata.

Pembelajaran tidak berlangsung secara pasif, melainkan mendorong partisipasi aktif siswa dalam menyelidiki, memecahkan masalah, dan menciptakan solusi inovatif.

Selain itu, proses evaluasi dalam deep learning juga menekankan pada asesmen formatif dan refleksi diri yang berkelanjutan, bukan sekadar ujian akhir.

Lingkungan belajar dirancang untuk mendorong eksplorasi, kreativitas, dan penggunaan teknologi secara strategis dalam mendukung pengembangan kompetensi global.

Deep learning is a global partnership merupakan inisiatif pendidikan yang bertujuan mentransformasi peran guru dari sekadar penyampai informasi menjadi activator, pemandu yang merancang pengalaman belajar bermakna.

Dalam pendekatan ini, guru berperan menciptakan lingkungan pembelajaran yang menantang, kolaboratif, dan kontekstual, di mana siswa tidak hanya mempelajari teori, tetapi juga menerapkannya untuk menyelesaikan masalah nyata di kehidupan sehari-hari.

Guru menjadi fasilitator yang membimbing siswa mengembangkan global competencies seperti kreativitas, berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi, kewarganegaraan, dan karakter.

Kemitraan global ini menciptakan jaringan sekolah, guru, dan sistem pendidikan di berbagai negara yang saling berbagi praktik terbaik dan inovasi.

Melalui pembelajaran berbasis proyek dan pemecahan masalah dunia nyata, siswa dilatih untuk berpikir secara sistematis dan bertindak sebagai agen perubahan dalam komunitas mereka.

Misalnya, guru dapat merancang proyek di mana siswa mengeksplorasi solusi untuk isu lokal seperti polusi air atau ketimpangan sosial, sekaligus mengasah kemampuan riset, komunikasi, dan kerja tim.

Transformasi peran guru sebagai aktivator ini sangat penting untuk menyiapkan generasi muda yang adaptif dan berdaya saing global.

Akhirnya, menurut Michael Fullan, dive into deep learning adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada pengembangan kompetensi mendalam yang relevan dengan abad ke-21, seperti kolaborasi, kreativitas, komunikasi, berpikir kritis, karakter, dan kewarganegaraan.

Fullan menekankan bahwa pembelajaran yang bermakna harus melibatkan keterlibatan emosional dan intelektual siswa, serta menciptakan lingkungan belajar yang mendorong eksplorasi, inovasi, dan pemecahan masalah dunia nyata.

Melalui deep learning, guru bertindak sebagai pembimbing yang memfasilitasi proses belajar yang bersifat personal, kontekstual, dan transformasional, sehingga siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan, tetapi juga mampu menerapkannya secara efektif dalam kehidupan.