Labuan Bajo, VoxNTT.com – Di sebuah ruang kelas sederhana di SDN Labuan Bajo 2, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Ni Kadek Novyanti (11) duduk santai sambil menyantap makan siangnya. Dengan senyum malu-malu, siswi ini menceritakan pengalamannya soal makan siang yang datang terlambat.

“Pernah terlambat datang, kami awalnya cukup kecewa tapi pas mobilnya datang kami semua girang kembali,” katanya polos, saat ditemui Rabu, 4 Juni 2025.

Novyanti adalah satu dari banyak siswa yang merasakan manfaat program makan siang bergizi gratis dari pemerintah.

Program nasional ini bertujuan mengatasi masalah gizi pada anak sekolah, sekaligus menjadi penopang ekonomi bagi keluarga kurang mampu.

Namun di balik kemuliaan tujuannya, pelaksanaannya di lapangan masih menghadirkan sejumlah tantangan nyata.

Lapar Menjelang Pulang Sekolah

Siang itu, makanan datang terlambat ke SDN Labuan Bajo 2. “Itu pas jam-jam pulang sekolah baru makannya datang. Itu terjadi beberapa minggu yang lalu tepatnya di hari Senin kalau tidak salah. Saya tidak ingat tanggalnya,” ujar Novyanti, mengingat kejadian tersebut.

Bersama teman-temannya, ia menunggu dengan perut kosong. Suara kecil mulai bertanya-tanya, “Aduh ini mobil kah tidak datang-datang.”

Sebagian teman memilih pulang karena sudah dijemput orang tua. Sementara yang lain bertahan dengan harapan makanan segera tiba. Ada juga yang membeli jajanan seadanya.

Ni Kadek Novyanti usai menyantap makan bergizi gratis di SDN Labuan Bajo 2 pada Rabu, 4 Juni 2025 (Foto: Sello Jome/Vox NTT)

“Kami pakai uang sendiri untuk jajan tapi jajannya tidak terlalu banyak,” ungkap Novyanti.

Kepala SDN Labuan Bajo 2, Klementina Jetia, mengakui adanya beberapa keterlambatan dalam distribusi makanan.

Ia mengatakan, pada awal program, keterlambatan bahkan membuat makanan datang setelah sebagian siswa pulang.

“Pada awalnya, memang ada beberapa kali pengantaran yang terlambat. Bahkan, sering kali makanan baru datang setelah anak-anak pulang sekolah,” ujarnya, Selasa, 9 Juni 2025.

Meski sudah memberi instruksi kepada siswa untuk menunggu, tak semua bisa bertahan.

Beberapa memilih pulang lebih awal, apalagi saat menjelang libur bersama, di mana keterlambatan makin sering terjadi.

“Terkadang hari Jumat libur, lalu Sabtu tetap sekolah, tapi makanannya tidak diantar,” jelas Klementina.

Dampak pada Proses Belajar

Keterlambatan makanan berdampak langsung pada semangat belajar siswa. Anak-anak yang tak sarapan berharap mendapat makanan di sekolah sekitar pukul 09.00–10.00 Wita. Jika makanan terlambat, mereka lemas dan sulit berkonsentrasi.

“Anak-anak sering bilang, ‘Ibu, saya lapar, makanannya belum datang’,” ujar Klementina.

Meski tidak sampai mengganggu secara total, guru tetap merasakan penurunan antusiasme siswa saat perut kosong.

Klementina mengatakan sudah beberapa kali bertanya di grup komunikasi dengan penyedia makanan, namun hanya mendapat permintaan maaf tanpa penjelasan detail soal penyebab keterlambatan. Apakah karena manajemen, logistik, atau pendanaan—semuanya belum jelas.

Ia juga menyoroti kondisi saat makanan tidak dikirim di hari Sabtu atau ketika hari sebelumnya libur.

“Kami hanya bisa berharap ke depan distribusinya lebih lancar dan tepat waktu,” ucapnya.

Dian Jaya, salah satu orangtua siswa menyatakan, program Makan Bergizi Gratis sangat penting bagi anak-anak di sekolah karena memberikan kontribusi besar terhadap kesehatan, pertumbuhan, dan prestasi belajar mereka.

Ia menjelaskan, banyak anak yang tidak sempat sarapan, bahkan tidak memiliki makanan di rumah akibat kondisi ekonomi, sehingga mengalami kesulitan berkonsentrasi di kelas. Namun, dengan adanya program ini, semangat belajar mereka meningkat.

“Ada juga anak-anak yang tidak biasa makan sayur atau susah makan sayur di rumahnya menjadi termotivasi untuk makan sayur karena lihat teman-temannya di sekolah termasuk anak saya,” imbuh Dian.

“Sehingga berat badannya bertambah. Anak saya juga cerita ada anak-anak yang sebelumnya malas datang sekolah menjadi lebih rajin, program ini juga dapat memperkuat kebersamaan atau kekeluargaan anak-anak di dalam kelas.”

Sejumlah siswa SDN Labuan Bajo 2 saat menunggu makan bergizi gratis pada Rabu, 4 Juni 2025 (Foto: Sello Jome/Vox NTT)

Mekanisme Penyaluran dan Menu Makanan

Menurut Klementina, sekolah berkoordinasi dengan penyedia makanan soal jumlah siswa dan kebutuhan khusus.

Menu biasanya mencakup nasi, ayam, sayur, dan buah. Pada bulan puasa, menu disesuaikan, seperti telur dan susu tanpa nasi.

SDN Labuan Bajo 2 adalah salah satu sekolah pertama yang jadi lokasi uji coba program ini. Klementina bersyukur karena sekolahnya dipercaya menjadi pionir.

Program makan siang ini membawa perubahan besar. Novyanti merasa lebih semangat belajar dan kenyang hingga pulang ke rumah. Kebiasaan jajan sembarangan juga menurun drastis.

“Tidak terlalu banyak jajan, jadi tidak ada sampah plastik snack di sekolah. Kami juga jadi lebih jaga kebersihan,” tuturnya.

Ia bahkan menyebut peningkatan berat badan sebagai salah satu bukti keberhasilan program.

“Sebelum makan gratis, berat saya 20 kilogram. Sekarang 23 kilogram. Kami senang sekali,” ujarnya sambil tersenyum.

Salah satu temannya, Richie, yang dulu malas masuk sekolah, kini lebih rajin.

“Kalau ada makanan gratis, dia semangat sekali,” ucap Novyanti.

Meski begitu, ia tetap menyampaikan kritik. “Beberapa hari ini tidak datang makanan, kami kecewa. Kami pikir makanan setiap hari ada. Intinya kami merasa lapar kalau tidak ada makanan itu,” katanya.

Ia juga punya saran sederhana, “Permintaannya kurangnya itu di susu dan sambalnya, yang lain sudah pas.”

Senada, Fransiskus Bayu Richie (11) dari kelas 5A, juga merasa lebih rajin sekolah. Ia bahkan menyampaikan terima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto.

“Semoga ke depannya ada lebih banyak sayuran dalam menu, dan lauk yang saya suka itu ikan,” ujarnya.

Siswa-siswi kelas 5A SDN Labuan Bajo 2 saat menyantap makanan bergizi gratis pada Rabu, 4 Juni 2025 (Foto: Sello Jome/Vox NTT)

Keberlanjutan Jadi Harapan

Klementina mengapresiasi program ini dan menyampaikan bahwa dampaknya terlihat nyata, salah satunya peningkatan jumlah siswa baru.

“Saya ucapkan terima kasih kepada Presiden Prabowo. Kami harap program ini tidak dihentikan. Saat ini saja siswa baru di kelas 1 sudah lebih dari 100 orang. Dulu tidak pernah sebanyak ini,” ujarnya.

Ia berharap ke depan kualitas dan kuantitas makanan terus ditingkatkan.

“Kalau bisa, nasinya ditambah, lauknya juga, dan harus ada sambal serta buah-buahan,” pungkasnya.

Kepala Dinas Pendidikan, Kebudayaan, dan Olahraga (PKO) Kabupaten Manggarai Barat, Yohanes Hani menegaskan, pembagian makanan bergizi gratis di sekolah sebenarnya telah memiliki jadwal tetap yang harus dipatuhi.

Menurut Yohanes, penting bagi seluruh pihak, khususnya pengelola program MBG, untuk tetap berkomitmen menjalankan jadwal yang telah ditetapkan.

Ia mengingatkan, keterlambatan dalam distribusi makanan dapat berdampak langsung pada aktivitas belajar-mengajar di sekolah.

“Jadi sebaiknya tetap koordinasi dengan satuan pendidikan, terkait dengan waktu pengiriman agar bisa menyesuaikan dengan waktu belajar siswa,” ujar Yohanes dihubungi, Kamis, 12 Juni 2025.

Wakil Ketua DPRD II Manggarai Barat, Sewargading S.J. Putera, turut menanggapi keterlambatan pengiriman makanan dalam program MBG.

Ia berharap pengelola dapur MBG atau pihak yang bertanggung jawab atas program tersebut dapat melakukan pemetaan secara menyeluruh terhadap potensi hambatan yang dapat mengganggu kelancaran penyaluran MBG.

“Misalnya kendala topografi, jarak antara sekolah dan dapur dan mungkin kesiapan tenaga kerja,” kata Sewargading.

Dari hasil identitikasi soal tersebut, ia berharap dapat merumuskan solusi strategis, misalnya kalau kendala jarak atau topografi maka diminta untuk sesuaikan jumlah kendaraan penyalur,

“Jangan terlalu terpaku pada standar normatif,” kata politisi PKB itu.

Sewargading menambahkan, kalau seandainya faktor penyebabnya adalah kesiapan tenaga kerja maka sesuaikan jumlah tenaga kerja dan perhatikan kualifikasinya.

“Intinya bahwa tidak ada soal yang tak bisa diselesaikan kalau kita fokus,” imbuh dia.

Sewargading juga menyampaikan harapannya agar penyaluran program MBG ke sekolah-sekolah penerima manfaat dilakukan secara tepat waktu.

Menurutnya, ketepatan waktu sangat penting untuk menghindari risiko penurunan kualitas makanan yang dapat menyebabkan makanan tidak layak konsumsi saat diterima oleh para siswa.

“Ketepatan waktu dalam pendistribusiannya juga menjadi penting untuk diperhatikan agar kehadiran program MBG ini benar-benar menjawab persoalan sesuai dengan spirit awal kehadiran program ini,” tegas dia.

Program Makan Gratis Butuh Kesiapan Total

Program MBG yang digagas pemerintah mendapat perhatian dari kalangan akademisi. Pengamat pendidikan dari Unika St. Paulus Ruteng Ruteng, Marsel Ruben Payong, menyambut baik inisiatif tersebut, namun mengingatkan bahwa pelaksanaannya masih menghadapi berbagai kendala, terutama di daerah-daerah seperti Flores.

“Ini program besar dan bersifat sistemik karena melibatkan banyak komponen dan aktor. Harus dipastikan dulu kesiapan dari semua aktor, terutama penyedia layanan,” ujar Marsel saat dihubungi, Jumat, 13 Juni 2025.

Ia menekankan, dapur umum yang menjadi ujung tombak program tidak bisa bekerja sendiri. Keberhasilan program sangat bergantung pada ketersediaan bahan pangan dari para mitra seperti petani, nelayan, peternak, pedagang, hingga distributor.

Pengamat Pendidikan sekaligus Dosen Unika St. Paulus Ruteng, Marsel Ruben Payong. (Foto: HO)

“Semua harus dipastikan bekerja dan menyiapkan layanan sesuai timeline yang telah disepakati. Kalau satu rantai terganggu, program bisa macet,” jelasnya.

Khusus di Flores, Marsel menilai tantangannya lebih rumit. Pasokan bahan pangan di wilayah ini masih banyak bergantung dari luar daerah, mulai dari telur, daging, hingga buah dan sayur. Kondisi ini menjadi sinyal bahwa daerah belum sepenuhnya siap menjalankan program secara mandiri.

“Telur, daging, bahkan buah dan sayur mayur kita masih banyak pasok dari luar. Ini jadi alarm bahwa kita belum terlalu siap,” ujarnya.

Ia mendorong agar pemerintah daerah tidak bersikap pasif, tetapi segera mengambil langkah proaktif untuk memperkuat rantai pasok lokal. Menurutnya, pemberdayaan petani dan peternak lokal harus menjadi prioritas, didukung dengan intervensi dan subsidi.

“Misalnya petani punya lahan tapi tidak punya modal, maka pemerintah harus hadir memfasilitasi akses ke lembaga keuangan untuk bantuan modal. Dinas terkait juga segera beri pelatihan-pelatihan teknis agar mereka siap memenuhi kebutuhan program,” tutup Marsel.

Senada, Dian berharap agar Program Makan Bergizi Gratis dapat terus berjalan tanpa hambatan, mengingat manfaat besar yang telah dirasakan baik oleh anak-anak maupun para orangtua.

“Anak-anak sangat antusias mengikuti program ini, dan kami, para orangtua, merasa sangat terbantu,” ujarnya.

Ia menilai, program ini sangat penting untuk memastikan anak-anak mendapatkan asupan gizi yang cukup setiap hari. Meski demikian, Dian menyoroti beberapa hal yang menurutnya perlu diperbaiki agar pelaksanaan program bisa lebih optimal.

“Menu makanan harus memenuhi standar gizi yang sesuai dengan kebutuhan anak-anak. Kualitas makanan juga perlu dijaga agar tetap baik,” jelasnya.

Dian juga mengusulkan agar pihak sekolah atau penyelenggara program lebih sering menyediakan sayur-sayuran dan menambahkan susu sebagai pelengkap nutrisi. Namun, ia mengingatkan agar tidak menggunakan susu jenis UHT.

“Lebih baik jika diganti dengan susu yang lebih segar atau memiliki kandungan nutrisi lebih tinggi,” sarannya.

Ia bahkan menyatakan kesediaannya untuk ikut terlibat langsung dalam proses pengawasan program guna memastikan kualitasnya tetap terjaga.

“Saya bersedia ikut terlibat dalam pengawasan program ini,” tegas Dian.

Enggan Berkomentar

Penyedia layanan Menu Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman (MBG) di Kabupaten Manggarai Barat dari Yayasan Sejahtera Desaku, Kosmas Janggat, enggan memberikan komentar terkait persoalan pengelolaan Dapur MBG.

Ia menyarankan agar konfirmasi langsung diarahkan kepada pihak Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Manggarai Barat.

“Ini pertanyaan harusnya ditujukan ke KaSPPG. Karena mereka pengelola Dapur MBG. Mereka perwakilan dari Badan Gizi Nasional yang ada di setiap dapur MBG,” tulis Kosmas saat dikonfirmasi VoxNtt.com melalui pesan WhatsApp, Rabu, 11 Juni 2025.

Kosmas menegaskan, Yayasan Sejahtera Desaku hanya bertindak sebagai penyedia dapur beserta perlengkapannya.

“Kami hanya sebagai penyedia dapur serta peralatan dapur dan peralatan ompreng/alat makan. Semua urusan KaSPPG,” lanjutnya.

Hingga berita ini diterbitkan, VoxNtt.com masih berupaya mendapatkan tanggapan resmi dari SPPG Manggarai Barat.

Beberapa kali upaya konfirmasi melalui pesan WhatsApp kepada Kepala SPPG Manggarai Barat, Dania Ulfi Ningrum, belum mendapat jawaban. Pesan hanya terlihat centang dua, tanpa balasan.

Pada Jumat, 13 Juni 2025, VoxNtt.com juga melakukan kunjungan langsung ke Dapur Yayasan Sejahtera Desaku untuk mencari kejelasan lebih lanjut. Namun, hanya bertemu dengan salah satu pekerja di lokasi tersebut.

Saat ditanya mengenai keberadaan Kepala SPPG Manggarai Barat, pekerja tersebut mengaku tidak mengetahui.

“Tidak tahu, mungkin (Ibu) lagi sibuk,” ujarnya singkat sambil berlalu.

VoxNtt.com akan terus mengupayakan konfirmasi guna mendapatkan informasi yang utuh dan berimbang terkait pengelolaan Dapur MBG di wilayah Manggarai Barat.

Penulis: Sello Jome