Oleh: Fransiskus Bustan
Guru Besar Undana Kupang
Suatu fakta yang berterima secara umum atau berlaku semesta, uang memang bukan segala-galanya bagi manusia (money is not every thing).
Akan tetapi, dalam konteks tertentu, uang bisa berupa rupa menjadi segala-galannya (money is every thing) atau segala-galanya adalah uang (every thing is money).
Mengapa? Karena, dengan kekuatan yang dimikinya, uang bisa berbicara banyak yang mempengaruhi sikap dan perilaku manusia, tanpa mempersoalkan perbedaan suku, agama, dan ras
Manifestasi kekuatan uang (the power of money) dalam mempengaruhi sikap dan perilaku manusia diisyaratkan secara tersurat dan tersirat melalui sebuah adagium atau pepatah bahasa Inggris, When money talks, nobody checks grammar.
Secara leksikal, pepatah ini berarti “Ketika uang berbicara, tidak seorang pun mengecek tata bahasa” dalam bahasa Indonesia.
Ditilik dari satuan kebahasaan yang digunakan, adagium atau pepatah itu tidak boleh dilihat sebagai sebuah bongkah sintaksis atau kepingan kalimat lepas konteks.
Karena kehadirannya dalam wacana komunikasi niscaya bersumber pada realitas faktual yang ada dan ditemukan dalam berbagai konteks kehidupan kita sebagai manusia.
Mencermati konteks sebagai lingkungan nirkata yang melatari penggunaan, adagium atau pepatah tersebut menyiratkan suatu makna penting bahwa uang mempunyai pengaruh yang sangat sangat kuat terhadap seseorang dalam mengambil keputusan dan melaksanakan tindakan.
Ketika uang berbicara, sebagaimana dikemukakan dalam adagium atau pepatah di atas, orang tidak mempertimbangkan lagi secara cermat dan saksama kaidah dan norma yang berlaku. Kaidah dan norma tersebut dianalogikan secara metaforis dengan tata bahasa sebagai salah satu komponen bahasa.
Kaidah dan aturan tata bahasa merupakan salah satu sumber rujukan dalam menentukan baik dan benarnya kalimat yang digunakan ketika kita berkomunikasi melalui bahasa. Tata bahasa adalah salah satu komponen sebagai unsur bawahan yang membentuk dan menandakan keberadaan dan kebermaknaan bahasa sebagai suatu sistem.
Manifestasi kemampuan uang sebagai bahasa dalam berbicara untuk mempengaruhi keputusan dan tindakan seseorang dapat ditelusuri dan dijejaki dalam ranah politik. Sebagaimana disinyalir melalui informasi yang berseliweran di berbagai media komunikasi, manifestasi kekuatan uang berbicara dalam ranah politik terjadi dalam kontestasi pesta demokrasi.
Hal itu ditandai, antara lain, dengan penerapan politik uang sebagai salah satu ancangan politik transaksional demi mencapai kemenangan. Ketika uang berbicara, seperangkat kaidah sebagai asas utama yang menafasi kontestasi pesta demokrasi dikangkangi secara sengaja tanpa mengecek lagi kaidah sintaksis politik yang berlaku.
Preferensi atau pilihan politik rakyat sebagai akar rumput yang semula konsisten sesuai arahan hati nurani dengan berpilar pada asas utama pesta demokrasi, Vox populi, vox Dei ‘Suara rakyat, suara Tuhan’ mengalami pembiasan makna. Siratan maknanya berubah rupa menjadi “Suara rakyat, suara uang” sesuai kaidah sintaksis politik yang disepakati ketika proses transaksi berlangsung.
Pembiasan makna tersebut bergeser dari perspektif religius menuju perspektif politis demi memperoleh kekuasaan melalui cara yang tidak halal alias tujuan menghalalkan cara.
Meskipun secara metaforis uang bisa berbicara dalam berbagai bahasa dan tentang berbagai aspek yang mencoraki kehidupan kita sebagai manusia, kita jangan tanya soal agama tatkala uang mulai berbicara. Mengapa? Karena uang sama sekali tidak mengenal perbedaan agama.
Banyak fakta menunjukkan bahwa, apapun agama yang dianut seseorang, ketika uang mulai berbicara melalui bahasanya, semisal dalam kontestasi pesta demokrasi, orang itu tidak lagi mengecek secara cermat dan saksama kaidah sintaksis agama yang dianutnya.
Karena itu, apa yang terjadi ketika uang berbicara tentu bukan sebuah ironi dalam perpektif linguistik melalui lensa adagium atau pepatah, tetapi merupakan sebuah bahan refleksi dan introspeksi dalam mendandani sikap dan perilaku kita ke depan dalam memahami dan memaknai uang sebagaimana mestinya. Semoga …