Borong, Vox NTT-Kartu Petani Sejahtera (KPS) menjadi kabar gembira bagi masyarakat miskin khususnya petani dan buruh tani selama pemaparan program pasangan calon Benny K Harman-Benny Litelnoni (Harmoni) di NTT.
Solusi BKH mengentas kemiskinan NTT dinilai masyarakat menyentuh langsung persoalan kemiskinan yang sekian tahun mendera daerah ini.
Bagaimana tidak, persoalan modal usaha petani, pupuk, bibit, keterampilan, dan gagal panen adalah akar soal mengapa 85% orang miskin NTT terus terjebak dalam kemiskinan pelik. Sejumlah persoalan di atas menjadi program unggulan BKH yang disederhanakan dengan Kartu Petani Sejahtera. Kegunaan kartu ini yakni:
Pertama, pemerintah menyediakan bantuan modal usaha paling banyak Rp.10 juta untuk keluarga miskin.
Kedua, bantuan pupuk dan bibit agar produktivitas panen meningkat.
Ketiga, agar ada keadilan harga, pemerintah bersama BUMD akan membeli produk petani sesuai harga yang layak.
“Peran BUMD ini juga akan membantu petani mengatasi harga yang jatuh. Pemerintah wajib membelinya,” kata BKH.
Keempat, petani diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengikuti pelatihan keterampilan bekerja melalui pengadaan Balai Latihan Kerja (BLK).
Kelima, mengadakan asuransi gagal panen. Program ini untuk membantu petani yang tanamanya diserang hama, bencana longsor, banjir bandang, puting beliung, dan lain-lain.
Keenam, menyediakan beasiswa khusus bagi anak-anak petani yang berprestasi sehingga bisa melanjutkan sekolah.
Di setiap titik kampanye dialogis, program ini menuai banyak simpatik.
BKH sendiri bahkan menyuruh masyarakat untuk mencatat dan merekam apa yang dia sampaikan sebagai bukti apabila terpilih menjadi gubernur NTT.
Bentuk dukungan mereka beragam. Ada yang rela datang berjalan kaki dari kampung-kampung, meninggalkan pekerjaan, bahkan memberi bekal makanan ringan untuk BKH. Pisang, ubi, dan buah-buahan adalah cenderamata khas kampung yang selalu diberikan.
Dari semua bentuk dukungan itu, apa yang terjadi di kampung Poeng, Manggarai Timur menjadi kenangan tersendiri bagi BKH.
Aura senja di kampung ini membangkitkan semangatnya saat memaparkan visi-misi dan program unggulan Harmoni.
Foto: Rombongan Harmoni saat disambut masyarakat Poeng
Tim sampai di kampung ini pada Jumat (27/04/2018) pukul 16.00 wita
Cahaya senja memberi sensasi tersendiri di kampung yang di kelilingi gunung-gunung ini.
Semarak penjemputan di gerbang kampung dan iringan lagu “Ngkiong” dari masyarakat bagaikan vitamin politik yang membakar semangat BKH.
Usai berorasi selama 30 menit, riuh tepuk tangan menggema di halaman kampung (compang) Poeng.
BKH berorasi tepat di tangga masuk rumah adat Poeng atau dalam bahasa setempat disebut Mbaru Gendang. Sementara tua-tua adat duduk berjejer rapi di belakang dan samping BKH.
Saat hendak turun dari podium sederhana itu, dari samping kanan tampak dua orang ibu mendekati BKH. Langkah mereka lugu dan malu-malu.
Seorang ibu bernama Katarina Mambu (55), menggegam tangan sambil memeluk BKH lalu kembali ke tempat duduknya.
Begitu pula Monika Idik (70), memeluk BKH cukup lama. Namun dia tidak langsung kembali ke tempat duduknya.
Nenek berusia renta ini merogoh sesuatu dari sakunya lalu diselip ke saku baju BKH. Nenek ini memberikan pecahan Rp.100 ribu untuk BKH.
“Pa Benny jangan lihat nilainya. Ini bentuk dukungan dan doa kami agar pa Benny berhasil dan jalankan program itu” kata Monika kepada BKH.
Foto: Ibu Monika dan Katarina saat menyambangi BKH usai memaparkan visi-misinya
BKH sendiri tampak terharu. Matanya berkaca-kaca mendengar ucapan nenek ini. Lazimnya pemberian seperti ini datang dari kandidat yang gemar bagi-bagi uang.
“Terima kasih mama, kalau saya menang saya akan kembali lagi ke kampung ini siap bangun petani NTT” kata BKH sambil mencium kening nenek Monika.
Foto: Moment ketika nenek Monika dicium BKH usai memberikan uang wujud dukungan
Gemuruh sorakan diiringi tepuk tangan kembali menggema seisi kampung. Satu per satu masyarakat yang hadir di situ bersalaman dengan BKH.
Tokoh Manggarai yang juga menjadi tim sukes Harmoni, Martinus Nahas mengatakan pemberian uang kepada kandidat adalah bentuk doa dan dukungan. Dalam budaya Manggarai ini disebut Wuat Wai.
Dalam konteks politik, demikian Nahas, pemberian uang doa dan dukungan seperti ini jarang terjadi. Namun bisa dibenarkan karena kandidat sama seperti seorang anak yang merantau membutuhkan dukungan.
“Ini uang wuat wai. Nilai dan budaya dalam diri seorang nenek masih kuat terjaga” pungkasnya.
Dalam konteks politik, dukungan riil seperti sarat makna simbolik.
“Ini merupakan simbol dukungan. Maknanya sangat dalam yakni kandidat yang bersangkutan harus mampu memperjuangkan kepentingan rakyat. Kandidat yang didukung adalah mandat kepentingan rakyat. Itu tujuan demokrasi sesungguhnya” jelas Nahas.
Foto: BKH saat memaparkan visi misi Harmoni di halaman kampung Poeng
Selain itu, Nenek ini sesungguhnya sedang menasehati kita agar jangan menerima politik uang.
“Praktek jual beli suara telah merusak tatanan demokrasi. Yang banyak uang jadi pemimpin sementara yang punya integritas dan keikhlasan disingkirkan,” ketua Ikatan Keluarga Manggarai Raya (IKMR) Kupang ini.
Setelah pamit dari kampung ini, BKH dan rombongan kembali melanjutkan perjalanan. Rombongan meninggalkan gerbang kampung tepat pukul 18.30 wita.
Penulis: Irvan K