Kupang, Vox NTT- Lahan seluas 1000 hektar yang terletak di Desa Kuimasi, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang, NTT tengah bersengketa.
Sengketa ini melibatkan keluarga Manbait dari suku Manbait dengan PT. Sasando yang mendapat dukungan dari pemerintah provinsi NTT.
Pernyataan dukungan pemprov dituangkan dalam Surat Dukungan bernomor 521.3/280/83-BANGPRODA tahun 1983.
Menurut Wensus Bait, alih waris tanah tersebut, hingga kini keberadaan PT. Sasando tidak diketahui.
“Alamat, jajaran direksi dan komisarisnya pun kami tidak tahu,” terang Bait yang sebelumnya mengaku sudah melacak keberdaan PT tersebut.
Bait menyebut selama ini lahan tersebut telah diklaim sepihak PT Sasando. Padahal perjanjian awalnya, di atas lahan tersebut digunakan untuk kebun percontohan pengembangan tanaman padi, jagung dan tanaman palawija.
Awalnya, demikian Bait, fetor Manbait atas nama Nikolas Bait (Alm) memberitahukan kepada Thertius Bait (Alm) bahwa perusahaan negara Mekatani 07 yang diwakili Pelapelapon minta lahan 1000 Ha untuk digarap sebagai kebun contoh.
Thertius kemudian menyerahkan tanah yang terbentang dari Oelamasi sampai Lili ini untuk digarap PT. Mekatani.
Waktu itu, perjanjian kontraknya disampaikan secara lisan melalui upacara adat ‘siri pinang’ pada tahun 1962.
Perjanjian menyepakati, Perusahaan Negara Mekatani dapat menggunakan lahan tersebut selama lima tahun dan dapat diperpanjang apabila masih membutuhkannya.
Perjanjian juga menyebut PN Mekatani tidak diperbolehkan menjual dan menggadaikan tanah tersebut ke pihak manapun.
Bait melanjutkan, pada tahun 1970 John Henuhili dari PT. Sasando melakukan kerja sama dengan PN Mekatani untuk bidang usaha pertanian dan peternakan.
Tahun 1971, PN Mekatani dilikuidasi. Seluruh pegawai beserta aset-asetnya diserahkan ke Pemerintah Daerah (Pemda).
Tanah seluas 1000 Ha itu pun ikut diserahkan tanpa sepengetahuan alih waris. Sedangkan kerja sama antara Mekatani dan PT. Sasando tidak diputuskan.
“Seharusnya saat itu ada pemutusan kontrak antara Mekatani dan Sasando, sehingga tanah milik kami kembali diserahkan” kata Bait.
Tahun 1983, lanjut Bait, Pemda NTT mengeluarkan surat dukungan kepada PT. Sasando untuk mengusahakan pengembangan pertanian dalam bentuk pengolahan terpadu.
Dikatakan Bait, saat itu surat dukungan ini dibuat Pemda untuk mengantisipasi gugatan Yeremias Loe. Gugatan ini tidak direspon karena semua pihak tahu bahwa tanah ini milik suku Manbait.
“Tahun 2012-2014, Daniel Neolaka dan Jose Belo meminta saya untuk buka kebun untuk tanam ubi dan jagung” lanjut Bait.
Namun, pada 5 Juli 2014, kebun yang dikerjakan Daniel dan Jose dirusak oknum yang menyebut diri dari PT. Sasando.
Wens Bait menambahkan, keluarga dan suku Manbait tidak pernah menyerahkan tanah itu kepada PT. Sasando.
“Waktu itu tanah ini tidak dikasi kembali. Tiba-tiba sudah jadi milik PT Sasando, tapi kita tidak tahu. Sehingga dorang (mereka) ofer-ofer dari tangan ke tangan sampai di PT Sasando ini,” kata Wensus kepada VoxNtt. Com, di kediamannya, Senin (27/8/2018).
Keluarga Manbait Dapat Intimidasi
Masalah kemudian muncul ketika keluarga Manbait berusaha menduduki tanah itu. Bait mengaku mendapat intimidasi dari seseorang yang benama Benyamin.
“Dia bawah spanduk gambar tengkorak dengan pistol. Datang bawah spanduk di situ. Jadi dia klaim itu, saya suruh anak-anak kasih turun. Setelah anak-anak kasih turun dia langsung bawah pulang itu spanduk,” kisah WensBait.
Pada saat itu lanjut dia, pihak PT Sasando tidak melawan tetapi melapor keluarga Manbait ke Polres Kupang.
“Kami pergi menghadap ke Polres. Kita berharap waktu itu bisa bertemu langsung dengan PT Sasando tapi tidak pernah muncul. Dorang hanya kasih keluar sertifikat. Kami kaget ko sudah ada sertifikat. Kapan kami serahkan hak atas tanah itu?” ungkap Wens.
Setelah pihak keluarga melacak, ternyata PT Sasando telah mengeluarkan sertifikat atas nama PT Sasando.
“Kami tidak tau itu sertifikat dari mana, pelepasan hak dari siapa. Kami tidak tau apakah mereka dapat itu sertifikat dari dinas pertahanan. Kami tidak tau,” tegasnya.
Kasus ini juga kata dia, sempat dilaporkan ke pemerintah kabupaten Kupang, tetapi pihak pemerintah tidak serius menyelesaikan persoalan ini.
“Kita sudah pergi di Bupati beberapa kali tapi tidak bisa menyelesaikan. Sama saja, bahkan dia bilang tinggal saja yang penting jangan ribut. Dia (Bupati) bilang begitu saja. Dia sudah tahu kalau tanah ini milik kami dan berkas kami sudah kasih ke dia, sejarah tanah, sejarah keturunan. Pokoknya lata bupati yang menguasai tanah Fatuleu ini keluarga Manbait,” ungkap Wens.
Dia berharap, pemerintah segera menyelesaikan persolan ini dan segera kembalikan tanah ini ke keluarga Manbait.
Bupati Kupang Tahu Asal Usul Tanah
Bupati Kabupaten Kupang, Ayub Titu Eki mengaku mengetahui asal-usul tanah sengketa ini.
Dia membenarkan jika keluarga Manbait sudah bertemu dengannya untuk membicarakan tanah itu. Ayub bahkan menyebut kasus ini sebagai manipulasi belaka.
“Akhir-akhir ini kalau mau omong, itu manipulasi belaka. Saya tahu kronologisnya. Tanah itu dipinjamkan untuk kepentingan Peternakan, lalu begitu dipinjamkan belum satu tahun sudah dikerjasamakan tanpa pemilik tanah ulyat tahu,” kata Ayub seperti dilansir Beritaflobamora.com di rumah jabatannya Kamis (14/08/2018) lalu.
Bupati Ayub juga mengaku sudah ke Jakarta untuk memperjuangkan tanah itu dikembalikan ke pemilik ulayat.
“Baru-baru di Jakarta kita berkelahi. Mereka bilang sama saya bahwa anda plin-plan karena tidak mengakui Hak Guna Usaha ( HGU ). Saya bilang, sebagai Pejabat Negara saya ingin menyelamatkan muka Negara, karena keluarnya Surat Keputusan (SK) itu tidak betul. Untuk apa saya bekukan, saya juga dipilh oleh rakyat untuk saya membela hak – hak masyarakat, akhirnya bertengkar sampai hari ini,” tutur Bupati Ayub.
Bupati Kupang dua periode ini juga berkomitmen untuk memperjuangkan kasus ini bersama masyarakat pemilik ulayat.
“Saya membela rakyat saya terhadap keputusan-keputusan bodoh,” terang Ayub.
Hingga berita ini dirilis, VoxNtt.com belum berhasil mendapat konfirmasi dari perwakilan PT. Sasando.
Tanggapan akan dimuat setelah mendapat otoritas resmi yang mewakili jajaran direksi/kepengurusan PT. Sasando.
Penulis : Tarsi Salmon
Editor : Irvan K