Borong, Vox NTT-Ketua Komisi Pemilihan Umum Manggarai Timur (KPU Matim), Adiranus Mbalur menanggapi dugaan kasus pelanggaran Pemilu yang disampaikan Calon DPRD Provinsi NTT Dapil 4, Fransiskus Sarong. Kasus itu terjadi di berbagai TPS yang ada di Matim.
“Semua proses di TPS itu dengan saksi dengan pengawas TPS, kalau ada selisih-selisih begitu salah satu cara adalah mencocokan C1 nya teman-teman di TPS atau teman-teman pengawas di TPS,” ujarnya saat dihubungi VoxNtt.com, Minggu (21/04/2019).
Setelah itu, kata dia, dengan saksi yang bersangkutan.
Diakuinya, laporan seperti itu bisa saja ada. Tetapi untuk meluruskan cara pandang itu bisa membandingkan C1.
Dijelaskannya, tentang teknis sebagaimana yang disampaikan berbeda seperti itu bisa saja. Tetapi pihaknya akan memegang dulu C1 nya supaya ada kesamaan data.
“Tetapi di sisi lain pelanggaran atau tidak kita belum bisa pastikan, kita hanya bisa mendalami dokumen administrasinya, secara teknis teman-teman KPPS dan teman-teman pengawas TPS,” imbuhnya.
Terkait laporan yang disampaikan, menurut Mbalur, hal tersebut merupakan bagian dari hak peserta pemilu.
“Tidak apa-apa itu hak mereka peserta pemilu kalau kami di penyelenggara baik itu KPU dan barisannya maupun Bawaslu dan barisannya memang punya kewajiban untuk mengklarifikasi itu menjadi suatu persoalan yang jelas sehingga tidak ada yang diuntungkan,” ujarnya
“Memang kita harus melihat di C1 KPU dan Bawaslu dibandingkan saksi Parpol itu,” sambung Mbalur.
Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Matim, Zakarias Gara mengaku pihaknya akan segera melakukan penelusuran terkait persoalan itu.
“Kami masih telusuri,” tulis Zakarias dalam pesan singkat saat dihubungi VoxNtt.com, Minggu siang.
Sebelumnya dikabarkan, calon anggota DPRD Provinsi NTT daerah pemilihan (Dapil) 4, Fransiskus Sarong meminta agar pleno di setiap tingkatan jangan memercayai begitu saja setiap laporan dari TPS.
“Saya mendesak pleno berbagai tingkatan sejak tingkat kecamatan supaya tidak memercayai begitu saja laporan dari setiap TPS,” ujar Frans kepada VoxNtt.com, Minggu (21/04/2019) pagi.
Dikatakannya, pleno itu harus dicek kembali terutama akurasi perolehan suara yang tertulis melalui C1. Selanjutnya, bisa membandingkan dengan catatan pada C1 plano atau dokumen lainnya.
Frans juga mendesak perhatian serius berbagai pihak terkait penyelenggaraan Pemilu, khusunya di Dapil 4 untuk Caleg DPRD NTT (Manggarai, Manggarai Timur dan Manggarai Barat). Itu terutama atas kasus yang menimpanya dan mungkin caleg lainnya.
Hal itu diakuinya, lantaran di TPS 02 Waepoang, Desa Bamo, Kecamatan Kota Komba, perolehan suara seharusnya 24 suara. Namun dalam lembaran C1 tertulis hanya 4 (empat).
Sementara lanjut dia, jumlah suara partai dan calon, totalnya 29 suara.
“Tidak jelas dari mana angka itu, sebab kalau mengikuti catatan suara saya yang tertulis hanya 4, maka total seharusnya hanya 9 (sembilan),” ujarnya.
“Saya bersama tim, Sabtu (20/4/2019) sudah meminta klarifikasi dari: (1) saksi Partai Golkar, Mariana Sendang, (2) Ketua KPPS TPS 02 Waepoang, Stanislaus Jalung dan (3) Ketua Sekretariat PPS Desa Bamo, Fridolinsius Dodik. Semuanya membenarkan suara saya sebanyak 24, yang dikuatkan dengan pernyataan bersama secara tertulis,” sambung Frans.
Frans melanjutkan, sesuai catatan C1 yang diterima, suara yang ia peroleh di Desa Bamo berkurang 20 atau hanya 148 dari seharusnya 168 suara.
Menurutnya, ketiga pihak tersebut membenarkan perolehan suara di Desa Bamo sebanyak 168 suara.
“Bagi saya, kasus ini hanya satu contoh. Kasus serupa lainnya yang menimpa saya terjadi di TPS 04 Mera, Desa Golotolang, Kec. Kota Komba. Dalam C1, suara saya tertulis hanya 7 (tujuh) dari seharusnya 27 suara,” ucapnya.
Frans pun menduga hal ini adalah modus penipuan baru dalam Pemilu.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba