Kupang, Vox NTT – Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu Laiskodat meminta gereja untuk terlibat aktif dalam gerakan perang melawan sampah, khususnya sampah plastik.
Menurutnya, gereja tidak hanya berupaya dalam mengusahakan kebersihan spiritual, tetapi juga kebersihan lingkungan.
“Saya minta para diakon yang sudah ditahbis harus mampu tunjukkan jati dirimu sebagai orang bersih. Bukan hanya bersih secara spiritual, tapi juga aktif untuk melihat lingkungan bersih. Kalau lihat umat buang sampah, tegur. Makan permen, buang sembarang, tegur. Isap rokok, buang sembarang, tegur. Minum aqua, buang sembarang, tegur. Jangan pernah berhenti untuk untuk ingatkan umat agar hidup bersih,” kata Gubernur Viktor saat memberikan sambutan pada acara pentahbisan Diakon di Kapela Seminari Tinggi Santo Mikael Penfui, Kupang, Jumat (31/05/2019).
Menurut Viktor, perang terhadap sampah adalah pekerjaan bersama. Ini tanggung jawab pemerintah dan gereja. Bukan pemerintah saja, bukan gereja saja. Tapi keduanya punya tanggung jawab bersama.
“Selalu saya katakan di mana-mana, pemerintah provinsi NTT tidak akan mampu membawa visi dan mimpi besarnya selama gereja tidak berperan aktif secara luar biasa. Gereja harus mulai mendorong umatnya untuk mengelola sampah dengan baik. Saya bilang, perang terhadap sampah. Kalau boleh, lihat siapa saja yang buang sampah, tegur khususnya sampah plastik karena daya rusaknya luar biasa,” jelasnya.
Viktor mengaku, secara pribadi ia sangat terganggu dengan stigma kota terkotor yang disematkan pada kota kasih, kota Kupang.
Sebagai gubernur yang lahir dan besar di Kupang serta sekarang memerintah dan berkantor di kota itu, Viktor merasa tertantang untuk menunjukan kepada kepada semua orang bahwa stigma itu tidak tepat.
“Kita sedang berperang karena ini memberikan stigma buruk kepada kita, sebagai orang-orang kotor. Ini perang kita. Kita harus merefleksi diri untuk menjadi manusia-manusia yang bisa merubah yang tidak mungkin jadi mungkin. Tiap pagi kalau saya keliling, lihat sampah, hati saya sedih,” tegasnya
Tantangan untuk mengubah pola pikir dan kebiasaan masyarakat, kata Viktor, memang bukan hal yang mudah.
“Setiap hari jumat dan sabtu, kita gerakan banyak orang termasuk ASN untuk membersihkan sampah, namun hari senin sampah ada lagi. Tapi ini tantangan bagi kita. Tidak boleh berhenti mengingatkan masyarakat,” tandasnya.
“Sebagai Gubernur saya menekankan dan mendorong kita untuk berubah dari waktu ke waktu. Saya menghimbau kita untuk tanam kelor. Orang kadang anggap remeh tentang kelor. Tapi (tanaman) ini berkat yang Tuhan beri untuk NTT. Saya minta para diakon selain urus (layani) umat, urus juga tanam kelor,” ungkapnya.
Permintaan Kelor dari Jepang
Dalam sambutannya pula Viktor mengatakan, bulan Oktober mendatang Pemprov NTT merencanakan ekspor kelor perdana ke Jepang. Satu bulan sebanyak 40 ton dalam bentuk bubuk.
”Tapi kita tidak sanggup penuhi itu. Sekarang pemerintah dorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam hal ini. Dan gereja harus berperan aktif di sana. Itu harus kita lakukan. Karena kelor bertahan sampai 60 tahun. Jangan pernah capeh untuk kerja dan kerja,” ujarnya.
Sementara itu, Uskup Atambua Mgr, Dominikus Saku, selaku Uskup Pentahbis dalam sambutannya mengatakan, makna dari tahbisan diakon adalah pelayanan. Itu menghadirkan kegembiraan dalam pelayanan supaya semakin banyak orang dibawa keluar dari keterkungkungan.
“Apa yang dikatakan Bapak Gubernur merupakan tantangan bagi gereja khususnya para pelayan umat. Banyak yang hanya bergerak seputar altar. Kita ditantang untuk perluas altar Tuhan agar menjangkau pelayanan yang lebih luas dan sampai orang terjauh. Bukan hanya pada orang tetapi juga bidang-bidang. Gereja kalau hanya terpaku pada bidangnya sendiri lama-lama akan jadi kerdil. Kita harus bekerja secara baru, kreatif dan inovatif,” ujar Mgr. Domi Saku.
Untuk diketahui, Amada 18 Diakon yang ditahbiskan dengan rincian 8 orang dari Keuskupan Agung Kupang, 8 dari Keuskupan Atambua dan 2 dari Keuskupan Weetebula
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba