Betun, Vox NTT- Malaka adalah salah satu kabupaten yang menggelar Pilkada serentak pada 9 Desember 2020 mendatang.
Sejumlah pihak menaruh harapan terhadap calon Bupati dan Wakil Bupati di kabupaten yang dimekarkan dari Belu itu. Salah satunya, Benyamin Mali, Dosen Pendidikan Agama Katolik Universitas Bhayangkara Jakarta.
Menurut dia, pemimpin di Malaka harus meniru dan menghayati model kepemimpinan Nabi Nehemia.
Dikatakan, KPU menuntut visi dan misi dari calon pemimpin. Sebenarnya ini hal biasa dalam demokrasi di Indonesia.
Namun, masalah penting yang wajib didiskusikan adalah ada atau tidaknya daya pikat yang tinggi bagi rakyat. Daya pikat itu kemudian yang membuat rakyat tergerak dengan sendirinya untuk memilih pemilik visi-misi.
Menurut Benyamin, daya pikat itu tidak segampang berorasi politik di atas mimbar Pilkada. Daya pikat untuk merebut hati rakyat adalah program kerja yang strategis.
Di dalamnya tentu saja rakyat pemilih menangkap suatu kesungguhan niat dan kepastian bahwa kebutuhan riil, harapan dan impian mereka akan terealisasi dalam masa kepemimpinan pemilik visi-misi.
Alumnus Seminari Menengah Lalian (1974-1977) itu menambahkan, visi-misi itu sendiri harus sungguh merasuki seluruh aspek kepribadian para calon pemimpin di Malaka. Kepribadian menyasar ke akal, hati, dan emosi.
Dengan demikian, perwujudan visi-misi merupakan ekspresi kepribadian pemimpin. Artinya, visi-misi itu akan dijalankan berdasarkan pertimbangan akal-budi yang matang, dorongan suara hati yang tulus, dan dikobarkan oleh gairah emosi yang menyala-nyala.
Benyamin menegaskan, gaya kepemimpinan Nabi Nehemia memang demikian.
Ketika beberapa musuhnya mencoba membujuknya untuk mengabaikan bahkan meninggalkan pekerjaannya, dia menjawab, “Aku tengah melakukan suatu pekerjaan yang besar. Aku tidak bisa datang! Untuk apa pekerjaan ini terhenti oleh sebab aku meninggalkannya dan pergi kepada kamu!” (Nehemia 6: 3).
Pikiran dan konsentrasi Nehemia itu tunggal, tidak bercabang. Dia fokus pada proyek-proyeknya. Berkomitmen dan berbulat tekad untuk menyukseskan proyek-proyeknya. Dia menyadari bahwa pekerjaan penting dan besar yang sedang dikerjakannya bertujuan bukan untuk kepentingannya sendiri, melainkan untuk kepentingan seluruh bangsa.
Benyamin menegaskan, kehidupan dan karier seorang pemimpin yang sukses dan hebat akan lahir ketika dia berkomitmen dan bertekad-bulat untuk meraih visi dan misi besar. Visi-misi itu telah dicanangkannya sejak ia maju mencalonkan diri.
Tujuan terbesar dari visi itu adalah kesejahteraan (prosperity) dan keamanan (security) seluruh rakyat yang dipercayakan kepadanya.
Tidak ada hal lain dalam batinnya selain visi-misi yang mulia dengan tujuan besar itu.
Jika mau diungkapkan dalam bahasa iman Kristiani, berdasarkan intisari pewartaan Yesus, tujuan terbesar itu adalah Kerajaan Allah, suatu kondisi kehidupan yang memperlihatkan secara konkret bahwa sekarang dan di sini Allah sedang meraja atas manusia dan kehidupannya.
Dikatakan, tanda bahwa Allah sekarang meraja dapat dilihat pada mukjizat-mukjizat Yesus: mengusir roh jahat, menyembuhkan orang sakit, memberi makan kepada ribuan orang, membangkitkan orang mati, dan menenangkan taufan-badai.
Pengajaran-pengajaran-Nya pun membangkitkan pengharapan dan memberi pencerahan tentang siapa Allah itu sesungguhnya.
“Tentang dan dalam hal komitmen tunggal ini, kita bertemu dengan dan mengenal sekian banyak pemimpin yang terganggu konsentrasinya oleh hal-hal sepele, lalu mengabaikan dan meninggalkan visi luhurnya yang utama,” ujar Benyamin kepada VoxNtt.com, Selasa (28/07/2020).
Pemimpin Harus Peka
Tak hanya itu, menurut Benyamin pemimpin di Malaka harus peka.
Pelengkap-penyempurna visi-misi tersebut adalah kemampuan melihat masalah-masalah daerah yang hendak dipimpinnya. Kemudian, kepiawaian mengelompokkan masalah-masalah itu berdasarkan skala prioritas. Ada masalah yang inti dan fundamental sifatnya. Ada masalah yang sifatnya sekunder karena lahir sebagai akibat dari masalah inti dan fundamental itu.
Tentang hal ini seorang pemimpin, kata Benyamin, harus selalu sadar bahwa kapan pun dia mencoba melakukan suatu pekerjaan besar, aneka ragam masalah akan serta-merta menghampirinya.
“Ketika dia mulai menanam padi, dia sudah harus menyadari dan tahu dengan pasti bahwa rerumputan akan serta-merta tumbuh bersamaan dengan padi,” terang Benyamin.
Menurutnya, seorang pemimpin harus punya kepekaan yang tajam. Nabi Nehemia memiliki kepekaan yang tajam itu.
Setiap kali muncul jebakan “bad-man”, dia merasakannya. Sebagai contoh, dia tahu apa yang direncanakan oleh para musuh yang selalu mengkritiknya: “Mereka berniat mencelakakan aku” (Nehemia 6: 2).
Dan ketika orang-orang yang sama ini menuduh dia mengangkat dirinya menjadi raja untuk akhirnya memberontak melawan raja Persia, Artahsasta, Nehemia dengan tenang berkata, “…Hal seperti yang kausebut itu tidak pernah ada. Itu isapan jempolmu belaka.” Karena mereka semua berusaha menakut-nakutkan kami, pikirnya: “Mereka akan membiarkan pekerjaan itu, sehingga tak dapat diselesaikan.” (Nehemia 6:8-9).
Banyak Berdoa
Nehemia adalah seorang pecandu doa. Doa selalu menjadi respons pertamanya, terlepas dari apa yang terjadi.
Perhatikanlah dalam Nehemia 6 bahwa dia tidak bersikap defensif. Dia juga tidak membalas ketika para musuhnya mulai membuat tuduhan palsu. Dia hanya mengatakan “Hal seperti yang kausebut itu tidak pernah ada. Itu isapan jempolmu belaka” (Nehemia 6:8-9).
Dengan kata lain, Nehemia hanya berkata kalem, “Apa yang mereka katakan itu tidak benar, hoaks, bohong” dan lalu dia membawa hal itu dalam doa-doanya saban hari.
Benyamin menegaskan, itu semua yang perlu dilakukan oleh seorang pemimpin.
“Jika orang salah menuduh Anda sebagai pemimpin, Anda tidak perlu melawan, membela diri, atau bahkan menyeret orang-orang itu ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik. Katakan saja, itu tidak benar, hoaks, bohong, dan persembahkan semua tuduhan palsu itu kepada Tuhan,” pungkas Benyamin.
Kegigihan yang Berani
Pelengkap-penyempurna visi-misi yang berikut adalah kegigihan yang penuh keberanian.
Seperti kata pepatah “Ketika kita menanam padi, rerumputan akan serta-merta tumbuh bersama dengan padi”. Maka selama menangani proyek-proyek besar untuk mewujdkan visi yang luhur itu, seorang pemimpin tidak boleh loyo, patah semangat, lalu dengan mudah menyerah hanya karena ada begitu banyak kritikan, cemoohan, bahkan tuduhan orang lain.
Pemimpin seharusnya terus melakukan apa yang telah dicanangkannya dalam visinya.
Kegigihan penuh keberanian selama masa-masa sulit bukan berarti tidak takut. Sebab keberanian tidak berarti tidak ada rasa takut.
Keberanian menggerakkan seorang pemimpin untuk bergerak maju kendatipun sebagai manusia, ada juga rasa takut. Rasa takut membuat seorang pemimpin selalu berhati-hati.
“Lagi-lagi di sini, Nehemia memberi contoh. Dalam bab 6:11-14, Nehemia berkata, “Orang manakah seperti aku ini yang akan melarikan diri?” Tentu saja, Nehemia merasa takut. Dia tahu hidupnya dalam bahaya, tetapi Nehemia tahu dia berada di dekat garis finish. Dia menolak untuk menyerah dan melarikan diri,” tutur Benyamin Mali.
“Pelajaran untuk para pemimpin ialah Tuhan tidak pernah menghendaki kita lari dari situasi yang sulit. Sebaliknya, Tuhan ingin kita menghadapi masalah ketika kita mengejar yang terbaik dari Tuhan untuk kepentingan seluruh rakyat dan daerah yang kita pimpin,” tambah dia.
Menurut Benyamin, sejarah sudah membuktikan bahwa tips kepemimpinan ala Nabi Nnehemia itu selalu bermanfaat untuk diterapkan bagi suatu kepemimpinan yang mau sukses.
Penulis: Frido Umrisu Raebesi
Editor: Ardy Abba