Oleh: Toni Mbukut
(Alumnus Pascasarjana STFK Ledalero)
Suasana menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) kabupaten Manggarai semakin hari semakin hangat. Jagat media sosial (medsos) dan kehidupan sehari-hari masyarakat diwarnai oleh cerita-cerita mengenai pilkada. FB, IG, WA menjadi media yang paling ramai dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membahas situasi teranyar menjelang pilkada 09 Desember mendatang.
Namun demikian, mama-mama dan bapak-bapak di kampung-kampung yang tidak tahu menggunakan berbagai aplikasi medsos juga tak kalah seru membahas tema pilkada di kebun-kebun atau di rumah-rumah saat bertandang (lejong). Bahkan, saking antusiasnya masyarakat dengan pilkada, topik tentang virus korona seakan tenggelam.
Ada kesan bahwa orang apatis dengan isu tentang virus korona. Buktinya, kendati dari hari ke hari orang yang positif korona di kabupaten Manggarai terus meningkat, pertemuan atau tatap muka dengan paslon di berbagai kampung tetap ramai dipadati warga. Warga sangat berapi-api menyambut kedatangan paslon dengan berkonfoi dan berkumpul di jalanan serta di halaman-halaman rumah adat, tanpa memikirkan resiko tertular virus korona.
Di tengah antusiasnya masyarakat membahas tema tentang pilkada Manggarai, ada kalangan tertentu yang memanfaatkan situasi ini untuk menyebarkan berbagai berita bohong (hoaks) entah di medsos maupaun dari mulut ke mulut (radio mulut).
Berbagai berita bohong tersebut menjadi konsumsi publik dan menimbulkan konflik di kalangan masyarakat. Konflik tersebut ada yang berwujud perkelahian secara fisik dan ada juga yang berwujud perkelahian secara verbal.
Potensi konflik di Manggarai menjadi semakin besar karena hanya ada dua paslon yang hendak bertarung di pilkada 09 Desember mendatang. Kedua paslon ini melahirkan dua kubu besar di tengah masyarakat. Ada kubu yang mendukung paslon Deno-Madur dan ada kubu yang mendukung paslon Heri-Heri.
Sejauh ini, menurut pengamatan saya, berita bohong cepat sekali menyebar di masing-masing kubu dan membuahkan komentar-komentar tak sedap di jagat media sosial. Bahkan ada yang secara gamblang membuat narasi yang bersifat negatif dan menyudutkan orang-orang tertentu.
Berbagai berita bohong dan narasi yang bersifat negatif itu sudah dan pasti akan memicu perkelahian di kalangan masyarakat, entah perkelahian secara fisik maupun secara verbal.
Kasus perkelahian secara fisik memang sejauh ini masih minim. Namun hal ini tidak berarti bahwa tidak ada kasus sama sekali. Kasus perkelahian fisik tetap terjadi, tetapi skalanya kecil dan mampu ditangani oleh pihak keamanan.
Sementara itu, kasus perkelahian secara verbal sejauh ini terjadi cukup masif di jagat medsos. Berbagai grup di FB misalnya sering menampilkan status dan komentar saling mencaci maki serta narasi-narasi negatif yang menyerang paslon atau bahkan menyerang orang secara personal.
Kekerasan verbal di jagat medsos tersebut kontraproduktif dengan tatanan nilai budaya Manggarai yang menjujung tinggi kesantunan dalam berkomunikasi. Kekerasan verbal di medsos tersebut juga berpotensi menelurkan kekerasan fisik di dunia nyata. Selain itu, kekerasan veral di medsos dan juga berbagai berita bohong dapat berujung masalah hukum dan akhirnya berurusan dengan pihak kepolisian.
Sebelum potensi konflik yang lebih besar terjadi di Manggarai, alangkah baiknya berbagai kalangan, terutama kedua paslon berusaha menghentikan penyebaran berbagai berita bohong dan narasi negatif di jagat medsos maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Bagaimana caranya? Menurut saya, cara yang paling ampuh adalah dengan giatkan kampanye program dan visi misi di medsos maupun dalam berbagai kesempatan pertemuan bersama masyarakat. Program-program yang ditawarkan mesti masuk akal dan terukur. Masuk akal dan terukur berarti di dukung dengan penjelasan yang memadai, seperti dari mana sumber dananya, bagaimana prosesnya dan bagaimana pertanggung jawabannya.
Kedua paslon mesti menjadi garda terdepan untuk memberi pencerahan politik kepada masyarakat, bukannya mengelabui masyarakat dengan tawaran-tawaran yang terdengar bombastis atau lebih buruk lagi jika setiap pertemuan dengan masyarakat hanya dimanfaatkan untuk melintani dosa dan kelemahan paslon kompetitor guna menurunkan elektabilitas lawan dan menaikan elektabilitas sendiri di mata masyarakat. Strategi seperti itu, selain licik juga secara langsung menampilkan miskinnya kreativitas paslon dan timnya.
Perlu juga diingat bahwa proses pilkada kita terjadi di tengah wabah virus korona. Seluruh masyarakat mesti memperhatikan dan taat pada protokol kesehatan guna mencegah penularan virus korona. Kedua paslon mesti menjadi garda terdepan untuk menaati protokol kesehatan.
Proses pilkada tidak boleh mengorbankan kesehatan masyarakat. Namun demikian, kedua paslon tentu membutuhkan kehadiran masyarakat untuk mendengarkan kampanye dan orasi politik di berbagai kampung. Demi mencegah virus korona, kedua paslon mesti membatasi jumlah warga yang hadir, mengusahakan sabun cuci tangan dan membagikan masker kepada masyarakat yang menghadiri pertemuan. Prinsipnya, masyarakat mesti tetap sehat agar bisa hadir di TPS pada tanggal 09 Desember mendatang.