Kupang, VoxNtt.com – Wacana masa jabatan presiden tiga periode hingga kini terus bergulir di NTT. Menanggapi hal itu, tokoh asal Nusa Tenggara Timur (NTT), Frans Kape ikut berkomentar.
Menurut dia, wacana tersebut sengaja digulirkan untuk kepentingan politik sekelompok orang yang merasa diuntungkan dari pemerintahan saat ini.
“Itu wacana. Desas-desus keinginan sekelompok orang. Menginginkan presiden tiga periode. Pertanyaannya, masa jabatan presiden tiga periode ini untuk apa dan untuk siapa?, “kata Frans Kape kepada VoxNtt.com di kediamannya, Senin (03/05/2021) malam.
Bahkan Frans Kape menyebut, dua periode presiden saja merupakan waktu yang cukup lama, apalagi tiga periode.
“Karena Jokowi sendiri sudah menyatakan tidak bersedia untuk berkuasa selama tiga periode, lalu mengapa wacana itu terus digulirkan?” ungkapnya.
Ia juga mengatakan wacana presiden tiga periode itu hanya untuk kepentingan kelompok tertentu. Kelompok tertentu ini kata dia, adalah kelompok mapan dan oligarki. Menurut Kape, oligarki itu terbentuk melalui elaborasi antara pemodal dan penguasa.
“Makin lama suatu rezim berkuasa tentu semakin menguntungkan oligarki yang membayangi pemerintahan. Motif mereka adalah menjadikan kekuasaan sebagai jalan menumpuk kekayaan,” jelas Kape.
Frans Kape juga menegaskan, kalau wacana presiden tiga periode itu dipaksakan, maka negara ini kembali ke nuansa orde baru yang kuat dengan pengkultusan individu dan pemujaan kepada seorang tokoh.
“Tidak ada orang lain, hanya pak saja yang bisa. Maka pak itu bisa tiga, empat periode. Ini bahayanya. Ini kita mau mengkultuskan siapa? Jokowi nggak mau dia, lalu kita mau mengkultuskan siapa? Apa setan yang mau kita kultuskan itu,” ujarnya.
Bahaya dari pengkultusan individu seperti ini akan melahirkan pemerintahan yang antikritik dan bersifat represif.
“Yang paling berbahaya sampai pada tahap penindasan hak-hak sipil. Itu berbahaya. Dan menurut saya demokrasi itu mati, “katanya.
Konteks NTT
Dalam konteks lokal di NTT, Kape melihat wacana ini terus bergulir dengan tujuan memenuhi hasrat pragmatisme politik elit lokal. Aktor politik lokal yang merasa diuntungkan, kata dia, memanfaatkan kecintaan rakyat NTT terhadap Jokowi yang meningkat untuk meraup suara.
“Padahal Jokowi telah menyatakan bahwa dirinya tidak bersedia,” tuturnya.
Jadi menurut dia, jika ada orang NTT yang terus menggulirkan isu tersebut itu sama dengan menampar muka presiden Jokowi.
“Kalau ada di NTT yang memiliki niat Jokowi 3 Periode dengan alasan Jokowi baik, mereka itu yang menampar muka presiden Jokowi.”
Karena Jokowi dianggap baik oleh sebagian besar rakyat NTT, lanjut Kape, hal itu juga dimanfaatkan partai dan kelompok tertentu untuk mendapat simpatik rakyat pada pileg dan pilpres nanti.
Penulis : Tarsi Salmon