Oleh: Patris Benefaciendo Bulu Manu
Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Widya Mandira Kupang
Gereja dalam penggembalaan Paus Fransiskus adalah Gereja yang berciri sinodal, Gereja yang berjalan bersama.
Gereja yang tidak hanya melakukan pertemuan untuk diskusi tentang masalah-masalah yang ada dalam kehidupan Gereja tetapi Gereja yang berjalan bersama sebagai satu persekutuan umat Allah.
Dengan kata lain Gereja yang sinodal yang dimaksudkan oleh Paus Fransiskus ialah bagaiamana kita menjadi Gereja atau menjadi persekutuan umat Allah.
Paus Fransiskus mengajak seluruh Gereja universal untuk melakukan sinode dan hal ini merupakan yang pertama kalinya dalam Gereja, sinode yang dilakukan dengan melibatkan seluruh umat Allah untuk berjalan bersama.
Ada 3 poin penting yang ditekan oleh Paus Fransiskus, yakni Gereja sebagai persekutuan, partisipasi dan misi.
Gereja yang sinodal artinya Gereja yang bersifat terbuka , mendengar dan berkomunikasi.
Di sini dapat dilihat bahwa Gereja menyadari akan pentingnya komunikasi sebagai penghubung untuk pewartaan Gereja itu sendiri.
Gereja yang ada dalam dunia turut berkomunikasi tidak hanya dengan Tuhan (relasi vertikal) melainkan juga dengan seluruh umat manusia untuk dapat berjalan bersama (relasi horizontal). Hal ini ditegaskan juga dalam Konsili Vatikan II yakni Inter Merifica.
Kita adalah Gereja itu sendiri. Kita dipanggil untuk menghayati diri kita sebagai pribadi yang berguna bagi diri kita dan orang lain.
Maka kita harus mempunyai sikap partisipasi dan aktif dalam hidup kita agar kita mampu menjadi agen yang berguna dalam karya-karya kerasulan hidup Gereja.
Gereja yang berjalan bersama membutuhkan pribadi yang aktif, pribadi yang mau untuk keluar dari zona nyamannya dalam kesendirian dan masuk dalam zona nyaman dalam persekutuan.
Gereja sebagai persekutuan. Di sini kita didorong untuk menyadari dalam proses sinodal bahwa Gereja adalah kita.
Gereja bukan untuk pihak-pihak tertentu atau yang dikhususkan. Kita dipanggil untuk menyadari bahwa Gereja adalah kita semua.
Di sini persekutuan dalam Gereja yang dimaksud adalah persekutuan yang dibangun dalam persekutuan dengan Allah Tritunggal Maha Kudus.
Gereja yang sinodal memberikan dampak positif kepada manusia di zaman ini.
Manusia yang semulanya mulai mementingkan dirinya akibat perkembangan teknologi, faktor pekerjaan ataupun lingkungan diajak untuk berjalan bersama, meninggalkan kesendiriannya untuk masuk dalam kebersamaan.
Manusia saling membutuhkan dan harus bersosialisasi dengan manusia lain.
Dalam hal ini manusia sebagai individu memasuki kehidupan bersama dengan individu lain.
Agar dapat berjalan bersama kita perlu membiarkan diri dididik oleh Roh Kudus agar memiliki mentalitas sinodal sejati.
Kesadaran ini penting sebab manusia hanya dapat berjalan bersama ketika ia berani keluar dari dirinya dan berjalan bersama dengan orang lain.
Dalam berjalan bersama ada esensi yang dapat ditemukan yakni kebersamaan, orang saling berbicara atau bertukar pikiran dan juga tujuan tertentu yang ingin dicapai.
Di sini perlu disadari bahwa kehadiran kita menampakkan kebersamaan sebagai anggota Gereja yang satu dan sama.
Kita tidak sendirian. Kita disadarkan untuk berjalan bersama dan merefleksikan bersama perjalanan bagaimana menghidupi persekutuan, mewujudkan partisipasi dan membuka diri untuk bermisi.
Kepenuhan dari proses sinodal sejatinya hanya dapat hadir jika Gereja-gereja setempat terlibat dalam proses itu.
Maka di sini umat Allah dituntut partisipasi aktif untuk terlibat dalam sinodal.
Inilah kesempatan yang paling baik untuk mengambil bagian dalam melakukan apa yang bisa kita lakukan.
Dengan aktif terlibat kita juga turut dalam pewartaan terhadap diri kita sendiri dan orang lain.
Paus Fransiskus berkata: “Kita berasal dari budaya dan masyarakat yang berbeda, kita berbicara bahasa yang berbeda dan mengenakan pakaian yang berbeda. Kita berbeda dalam banyak hal, tetapi tidak ada yang menghentikan kita untuk bertemu dan bersukacita bersama”.
Ini berarti bahwa pada hakikatnya manusia yang adalah makhluk sosial (ens sociale) dalam hidupnya dengan segala rutinitasnya tidak menjadi penghambat untuk bertemu dan bersukacita bersama.
Gereja yang mempunyai kedudukan sesuai apa yang dipandang tidak menjadi penghambat untuk dapat berjalan bersama.
Justru dari perbedaan yang ada dapat membuat Gereja kaya akan makna karena semua anggota Gereja dapat berjalan bersama.
Ketika Gereja berjalan bersama, di situlah persekutuan, partisipasi dan misi dapat dijalankan.
Oleh karena itu, kita diajak untuk memberi diri menjadi agen dalam mewujudkan Gereja yang berjalan bersama dalam persekutuan, partisipasi dan misi.