Oleh: Markus Makur
Koordinator KKI Peduli Sehat Jiwa Manggarai Timur
Hujan gerimis membasahi bumi Manggarai Timur dari Kota Waelengga, ibu kota Kecamatan Kota Komba, Rabu (8/2/2023). Saya berangkat dengan angkutan pedesaan rute Waelengga-Borong. Angkutan pedesaan itu bernama Bemo Pujangga.
Saya berangkat pukul 08.20 Wita. Keberangkatan kali agak terlambat dari biasanya. Bersyukur bemo masih ada yang berangkat ke Borong.
Hati saya bersyukur. Tujuan saya ke Borong hari itu berbagi ilmu jurnalistik dan pengalaman sebagai jurnalis kepada SMPN 12 Kota Komba yang dilaksanakan pukul 13.00 Wita.
Sebelum ke SMPN 12 Kota Komba di Kelurahan Tanahrata, saya turun di rumah anggota Komunitas Peduli Kemanusiaan Manggarai Timur. Bernama Om Pedro, biasa disapa.
Ia menyambut saya di tempat usaha kecilnya. Saya dan Om Pedro sudah saling kenal sejak 2018 lalu.
Kami saling berbagi kisah pelayanan pada kemanusiaan, khususnya melayani difabel dan disabilitas mental.
Kemudian, ia mengontak salah satu anggota lainnya, Polisi Hery, biasa disapa. Perjumpaan iman secara spontanitas. Kami memegang Sabda yang disampaikan Santo Yakobus, ” Iman tanpa perbuatan adalah mati.”
Secara sederhana saya memahami sabda ini, “saya tidak mau mati bersama imanku mati. Imanku sebaiknya hidup dengan perbuatan-perbuatan nyata.”
Ini hasil refleksi saya selama berkarya pada kemanusiaan. Seluruh perbuatan saya digerakkan iman yang selalu meminta saya untuk terlibat aktif. Pro aktif. Berpihak pada orang kecil yang belum disentuh.
Kami bertiga berbagi cerita sambil minum kopi yang disuguhkan om Pedro, di sela-sela itu, saya mengontak guru Krispinus Lois Gonzales yang biasa disapa Guru Lois. Tak lama berselang, guru Lois tiba dengan sepeda motor.
Secara spontan, iman kami menunjukkan arah agar bergegas ke dua kakak beradik yang menderita lumpuh layu.
Sebelumnya, Om Pedro dan Polisi Hery sudah mengunjungi mereka bersama Wakil Bupati Manggarai Timur, Siprianus Habur pada awal Januari 2023.
Kami berempat mengendarai sepeda motor. Saya dibonceng Guru Lois. Kurang lebih pukul 11.00 Wita, kami tiba di rumah yang jaraknya tak jauh dari rumah Om Pedro.
Saat tiba di kediaman itu di Kompleks Lingkodia, Kelurahan Kota Ndora, Kecamatan Borong, kami disambut oleh Laurensius Koe, ayah dari kedua anak itu. Selanjutnya disambut juga anak sulungnya.
Kami berempat dipersilakan duduk di kursi yang sudah disediakan di ruang tamu. Sementara itu, Yohanes Fakukundus (17), biasa disapa Fandy hanya terbaring di kasur.
Ia menderita lumpuh layu. Awalnya lahir normal dan sehat. Menginjak usia 7 tahun. Ia menderita sakit.
Sejak sakit, ia tidak pernah mengenyam pendidikan di sekolah dasar. Awalnya saat jalan-jalan di sekitar rumah, ia selalu jatuh, bangun susah.
Sejak usia 7 tahun itu ia hanya tidur. Kurang lebih selama 10 tahun ia hanya terbaring ditempat tidur.
Ia sempat berobat ke RSUD Ben Mboi 2019. Dokter ahli saraf di RSUD Ben Mboi Ruteng mendiagnosisnya dengan derita saraf.
Dokter sarankan untuk berobat ke salah satu rumah sakit di Denpasar, Bali, tapi orangtuanya tidak memiliki cukup uang untuk berobat ke salah satu rumah sakit di Denpasar, Bali. Awalnya tidak sakit, tapi tidak kuat berdiri dan jatuh.
Ia adalah anak kedua dari pasangan Laurensius Koe dan Maria Yasinta Titu.
Tak lama kemudian, Laurensius mengangkat anak ketiga, Ignasius Niki, (15), yang masih terbaring di kamar sebelah dari ruang tamu.
Ia juga derita lumpuh layu sejak usia 8 tahun. Ia sempat mengenyam pendidikan kelas I Sekolah Dasar, tapi kemudian tidak sekolah lagi karena derita yang dialaminya.
Kini kakak beradik ini hanya bisa terbaring ditempat tidur. Ia sudah 7 tahun menderita lumpuh layu dan terbaring di tempat tidur.
Ia juga sempat berobat di RSUD Ben Mboi Ruteng 2019 bersama kakaknya dan diagnosa dokter ahli saraf, kakak adik ini menderita saraf.
“Tiap pagi dan sore, saya dan istri saya memandikan, memberi makan minum dan membuangkan kotoran BAB. Kami merawat anak kami dengan penuh kasih sayang walaupun anak kami sedang menderita lumpuh layu,” ucap ayah mereka, Laurensius Koe, (42) saat dijumpai relawan KKI Peduli Sehat Jiwa, Rabu (8/2/2023) pagi.
Laurensius, Ayah mereka adalah seorang petani dan tukang ojek. Sesekali membawa kendaraan kalau orang butuh sopir.
Laurensius mengatakan, ia memiliki 4 orang anak. Dua perempuan dan dua laki-laki. Anak sulung sudah tamat SMK, tapi tidak lanjut karena tidak ada biaya untuk biaya kuliah sedangkan anak ke 4 sedang mengenyam pendidikan kelas VI sekolah dasar.
Laurens menjelaskan, selama dua anak mereka derita lumpuh layu, petugas Pemerintah paling datang ambil foto dan pulang. Tidak ada realisasinya. Tapi, kini ada perhatian.
“Bulan lalu, saya ke Kupang untuk bertemu Menteri Sosial RI, Ibu Risma. Saya berterima kasih atas perhatian pemerintah. Dalam waktu dekat akan dibawa untuk periksa ulang kesehatan mereka,” jelasnya.
Saat anggota komunitas KKI Peduli Sehat Jiwa dan Komunitas Peduli Kemanusiaan berjumpa mereka di kediaman, keduanya sedang tidur dan nonton game main bola di handphone milik orangtua.
Mereka menghibur diri dengan nonton game main bola di handphone. Kondisi kaki dan tangan dari kakak beradik ini mengecil.
Sebelum kami pulang, kami bertanya apakah kedua anak ini sudah menerima Sakramen Komuni Suci
Pertama, ayahnya menjawab belum. Kami bilang kita menginformasikan kepada Pastor agar kedua anaknya menerima Sakramen Komuni Suci Pertama dari sisi pelayanan rohaninya.
Saya dan Guru Lois melanjutkan perjalanan ke SMPN 12 Kota Komba di Kisol. Saya berbagi ilmu jurnalistik dan pengalaman suka duka menjadi seorang jurnalis.
Kurang lebih dua jam, saya membawa materi dasar menulis berita kepada 35 anak yang memiliki minat di dunia tulis menulis.
Tepat pukul 16.00 Wita, kami pulang ke Borong dan berjumpa dengan satu relawan KKI Peduli Sehat Jiwa, Upenk Keor di salah satu tempat minum air kelapa muda.
Selanjutnya, kami lapar dan makan di salah satu warung di Kota Borong. Waktu terus berjalan. Saya renung dalam hati ” Berjalan Bersama Orang Samaria sebagaimana dikisahkan dalam Sabda Allah.
Tepat pukul 19.00 Wita, kami berempat bertemu Romo Hans Jondo, Pr di Pastoran Paroki Santo Gregorius Borong.
Saat berjumpa dengan Romo Hans Jondo, ia sedang duduk santai di kursi di depan kamarnya, ia sedang bercerita dengan Romo Anton, Pr dari Seminari Santo Yohanes Labuan Bajo.
Selanjutnya dengan gaya santai dan penuh humor, kami menyampaikan niat baik kepada Romo Hans Jondo, Pr.
Kami menyampaikan bahwa ada dua anak yang derita lumpuh layu belum menerima Komuni Suci Pertama.
Tak lama kemudian, Guru Lois menunjukkan foto kedua anak ini kepada Romo Hans dan Romo Anton.
Tanggapannya sangat luar biasa, Romo Hans menyampaikan bahwa ia akan memimpin misa komuni Suci Pertama, Kamis (9/2/2023).
Tapi, ia bilang agar menyampaikan kepada Ketua Komunitas Basis Gerejani (KBG) setempat sesuai prosedural dalam Gereja Katolik.
Dari pastoran, kami menuju ke rumah Ketua KBG setempat. Saat kami tiba, orangtua dari anak ini juga tiba.
Kami menginformasikan bahwa kami baru pulang dari Romo Hans. Ini semua jalan Tuhan, saya ungkapkan dalam hati karena urusannya sangat lancar.
Tuhan selalu ada untuk orang-orang yang berbuat baik dengan sukarela bagi sesama yang tak berdaya.
Ketua KBG mengatakan, tidak ada kendala untuk perayaan Misa Komuni Suci Pertama bagi kedua anak itu.
Setelah perjumpaan demi perjumpaan yang penuh rahmat, kami mengutus Guru Lois untuk bertemu Romo Hans di rumah Pastoran untuk menanyakan kepastian jam perayaan.
Dan melalui komunikasi via telepon seluler, Guru Lois menyampaikan bahwa Romo Hans sudah menentukan waktunya, pukul 16. 00 Wita. Kami semua mengucapkan “Syukur kepada Tuhan”.
Menerima Komuni Suci Pertama dalam Gereja Katolik di atas Kursi Roda
Laurensius Koe dan istrinya, Maria Yasinta memakaikan baju kemeja putih dan sarung tenun Ngada kepada Yohanes Fakundus Koko dan Ignasius Niki.
Laurensius dan Maria merupakan orang tua dari Yohanes Fakundus Koko (17) dan Ignasius Niki (15), dua kakak beradik ini derita lumpuh layu, Kamis (9/2/2023).
Keduanya sudah mandi dan sangat bersih untuk mempersiapkan diri menerima komuni suci pertama atau Sakramen Ekaristi dalam Gereja Katolik.
Tepat pukul 16.20 Wita, Pastor Hans tiba di halaman rumah mereka. Sekitar 40 umat hadir untuk sama-sama menyaksikan dan mengikuti perayaan misa komuni suci pertama dalam aturan Gereja Katolik yang sangat langka dan mengharukan.
Pastor Hans Jondo, Pr dari Paroki Santo Gregorius Borong, Kevikepan Borong, Keuskupan Ruteng, NTT memimpin perayaan Komuni Suci Pertama bagi kakak beradik yang lumpuh layu tersebut.
Hadir juga Wakil Bupati Manggarai Timur, Siprianus Habur untuk menyaksikan peristiwa yang mengharukan tersebut.
Dalam kotbahnya, Pastor Hans Jondo, Pr mengungkapkan perayaan ini adalah perayaan Kasih dalam misa Komuni Suci Pertama bagi dua kakak beradik yang lumpuh layu sungguh mengharukan.
Ini merupakan perayaan rohani bagi kakak beradik yang menderita lumpuh layu. Ini perayaan syukur bahwa kakak beradik ini sudah menyambut Tubuh dan Darah Kristus.
“Selama ini saya belum menerima kabar ini dari komunitas Basis Gerejani (KBG) dan orangtuanya. Semalam, Rabu (8/2/2023), saya mendapatkan informasi dari beberapa anggota komunitas dan relawan yang peduli pada difabel di Manggarai Timur bahwa kakak beradik yang lumpuh layu belum menerima sakramen Komuni Suci Pertama dalam Gereja Katolik. Mendengar kabar itu, saya menyampaikan kepada mereka bahwa, Kamis (9/2/2023), saya yang pimpin misa Komuni Suci Pertama tersebut dan itulah yang terjadi sore ini. Semua ini atas kebaikan dari sesama yang peduli bagi sesama. Jadikanlah ini sebagai peristiwa syukur dalam keluarga kita masing-masing dan saling peduli, ” jelasnya.
Terharu dan Meneteskan Air Mata
Wakil Bupati Manggarai Timur, Siprianus Habur saat menyaksikan peristiwa berahmat dan langka itu sangat terharu dan meneteskan air mata saat misa berlangsung.
“Selama misa, saya sangat terharu dan meneteskan air mata betapa Tuhan selalu ada untuk sesama yang sedang menderita sakit. Selama ini, saya baru pertama kali melihat dan menyaksikan serta mengikuti misa Komuni Suci Pertama bagi difabel. Saya baru 2 bulan sebagai Wakil Bupati Manggarai Timur. Peristiwa ini untuk membuka mata pemerintah untuk prioritas dan peduli pada pelayanan kepada difabel di Manggarai Timur,” jelasnya.
Sebagai Wakil Bupati Manggarai Timur, Habur mendiskusikan dan membagikan kepada seluruh perangkat daerah dan masyarakat untuk memiliki hati dan peduli kepada orang-orang menderita sakit.
“Ini kunjungan kedua saya kepada kakak beradik yang derita lumpuh layu. Dan Jumat (20/2/2023), kakak beradik ini akan berobat di dokter ahli saraf di Kota Ruteng. Pemerintah siap memfasilitasi kendaraan untuk mengantar mereka bersama orangtuanya,” ungkapnya.
Laurensius Koe, ayah dari Fandy dan Egen sebagaimana biasa disapa, mengungkapkan rasa terima kasih kepada komunitas yang peduli dengan penderitaan yang dialami kedua anaknya.
Bahkan, peristiwa berahmat bagi kedua anak mereka merupakan campur tangan Tuhan melalui sesama yang peduli kepada kami sekeluarga.
Ia juga menyampaikan terima kasih kepada Pastor Hans Jondo, Pr yang memimpin perayaan misa Komuni Suci Pertama bagi kedua anak mereka yang dilangsungkan di rumahnya.
“Saya ucapkan terima kasih. Saya juga berdoa agar kita semua selalu sehat untuk aksi Kasih bagi sesama yang membutuhkan sentuhan Kasih,” ucapnya.
Sebagaimana diamati, relawan KKI Peduli Sehat Jiwa Manggarai Timur, Kamis(9/2/2023) saat perayaan dilangsungkan, pemimpin lagu dengan lagu pembukaan menyanyikan lagu Anak-anak Sahabat Yesus dan anak-anak datang padaKu, semua umat yang mengikuti misa itu sangat terharu, berlinang air mata dan sebagiannya meneteskan air mata atas peristiwa langka dan rahmat bagi Kakak beradik yang menerima Sakramen Komuni Suci Pertama dalam kursi roda karena keduanya tidak bisa duduk dan berdiri.