Oleh: Yohanes Rudin
Calon Misionaris SVD.
Kini Sedang Menjalankan OTP di Tchad- Afrika.
Di depan rumah tua, ada seorang pria muda sedang duduk membaca koran sambil menikmati secangkir kopi dan sebatang rokok sampoerna.
Dilihat dari raut wajahnya, ia seakan sedang memikirkan sesuatu yang mungkin agak sulit diselesaikan dengan akal sehat.
Oleh karena itu, sang sahabat mencoba mengahampirinya dan menyapa dengan penuh keakraban.
Karena memang pada dasarnya bahwa mereka berdua adalah sepasang sahabat, sehingga ketika sang sahabat menyapanya dia pun juga membalasnya tanpa ada keraguan.
Ketika sang sahabat duduk di sampingnya, sang kawan pun langsung menawarkan kepada sang sahabat untuk minum kopi dan sang sahabat pun mengiyakannya.
Lalu ia menyuruh saudarinya untuk membuat secangkir kopi untuk sang sahabat. Tidak lama kemudian saudarinya itu muncul untuk mengantarkan secangkir kopi.
Sambil menikmati kopi, sang sahabat mencoba untuk minta pendapatnya tentang situasi negara saat ini, yang menurut sang sahabat bahwa negara saat ini sedang tidak baik-baik saja.
Lalu sang kawan menanggapi atas apa yang dikatakan oleh sang sahabatnya dengan menyatakan bahwa negara saat ini sedang tidak baik-baik saja.
Keadilan telah menjadi milik para penguasa bukan lagi milik bersama, kemerdekaan hanya dialami oleh
sekelompok orang yang memiliki kekayaan dan kaum mayoritas.
Orang yang selama ini dipercayakan untuk menjaga keamanan mayarakat telah membuat sebuah kegaduan yang
membuat masyarakat sulit untuk percaya kepada mereka.
Lalu dia menyatakan bahwa jika kita
ingin memiliki sebuah keadilan di negara ini dan merasa merdeka, maka kita harus memiliki kuasa penuh dan bergabung dalam kompolotan para penguasa yang memakai topeng kebaikan, padahal di balik topeng itu terselubung sebuah kejahatan yang tidak bisa diampuni.
****
Sebelum secangkir kopi tenggelam di dalam lambung dan gelas tergeletak tanpa disentuh di atas meja, sang sahabat menyampaikan suatu niat yang lahir dari dalam dirinya.
Sang sahabat menyatakan kepada kawannya bahwa dia ingin mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah
dalam periode ini.
Oleh karena itu saya minta pendapat dari kamu sebagai seorang kawan yang
cukup peduli dengan situasi negara saat ini. Sang kawanpun hanya tersenyum saat
mendengarkan niat baik dari sahabatnya itu. Namun ia tetap memberikan dukungan atas niat baik dari sahabatnya itu.
Dan sang kawan pun berusaha untuk memberikan beberapa masukan kepada
sahabatnya itu sebelum terjun ke dunia politik.
Sang kawan menyatakan bahwa, “jika engkau memiliki niat untuk menjadi pemimpin daerah, tolong jangan memiliki hati hanya saat menjelang pemilu dan setelah mendapatkan kursi, engkau mulai lupa akan orang yang telah memberikan dukungan kepada dirimu. Jangan ikut politik dengan niat untuk merampas uang
rakyat, tetapi ikutlah dalam dunia politik dengan niat untuk merampas hak rakyat dari para pejabat yang kerapkali menjual hak rakyat. Kalau sudah menjadi seorang pemimpin, jangan pernah menghindar dari rakyat tetapi berusahalah untuk berbaur dengan mereka dan mendengarkan segala keluh kesah mereka, lalu engkau perjuangkan atas nama rakyat agar segala apa yang mereka keluhkan engkau bisa penuhi. Jangan pernah menutup telinga dari jeritan para rakyat, jangan menutup mata dari segala penderitaan yang dialami oleh rakyat, jangan menutup hati untuk menaruh rasa peduli pada rakyat, jangan menutup mulut untuk menyalurkan jeritan rakyat kepada kepala negara. Tetapi berusahalah untuk memenuhi seluruh janji yang pernah engkau ungkapkan saat berkampaye. Sebab engkau dipercayakan untuk melayani rakyat bukan untuk dilayani oleh rakyat. Jangan hanya memaksa rakyat untuk membayar pajak, tetapi engkau sendiri tidak pernah mentaatinya dan tidak pernah memaksa pemimpin di pusat untuk memperbaiki fasilitas yang digunakan oleh rakyat, seperti jalan dan fasilitas lainnya. Tunjukkan kepada rakyat hasil pembayaran pajak itu dengan pembangunan untuk perkembangan bangsa dan negara bukan pembangunan untuk pribadi”.
Terima kasih teman untuk segala nasehat dan masukannya. Semoga apa yang engkau katakan tadi dapat saya cernah dan bisa tunjukkan dalam dunia nyata saat jadi pemimpin nanti.
Saya secara pribadi juga ingin memperjuangkan seluruh hak rakyat yang telah dirampas oleh para pejabat yang bejat.
Saya juga ingin maju, karena mau memperbaiki situasi negara dan bangsa saat ini, yang di mana selama berada dalam masa jabatan pemimpin sekarang tidak ada tanda-tanda perubahan atau perkembangan.
Kata sang sahabat setelah mendengarkan nasihat dan masukan dari sang kawan.
****
Sahabat, saya ingin jika engkau mau ikut dalam pemilihan kepala daerah dalam periode tahun ini, tolong engkau jangan memberikan kritikan kepada pemimpin yang sedang menjabat saat ini hanya karena merasa benci dengan dirinya, tetapi berilah kritikan kepadanya karena mungkin kinerjanya kurang begitu memuaskan.
Memberikan kritikan juga perlu ada bukti yang valid, jangan memberikan kritikan tanpa ada bukti. Sebab jika engkau mau memberikan kritikan, harus kritikan yang bisa membangun persatuan dan demi perkembangan bangsa, bukan hanya sekadar kritikan supaya orang tau bahwa engkau begitu peduli dengan rakyat.
Berikan kritikan itu harus karena ada rasa cinta dengan NKRI dan demi perkembangan bangsa, bukan kritikan hanya karena engkau tidak suka atau benci dengan pemimpin saat ini.
Sebab perkembangan bangsa akan terus maju jika intlektual bisa bekerjasama dengan suara hati.
Mengkritik seorang pemimpin memang tidak ada salahnya, hanya perlu diperhatikan bahwa kritikan itu diberikan bukan hanya untuk mencari sensasi tetapi untuk perkembangan bangsa.
Dan jangan menyebarkan hoaks untuk menarik simpatik publik, tetapi sebarkan bukti yang valid kepada publik agar mereka bisa yakin dan percaya dengan dirimu.
Jangan berpidato di depan publik dengan kalimat yang menarik ternyata isinya kosong dan berbicara hanya untuk mencari suara supaya bisa menang saat pemilihan nanti, tetapi berpidatolah di depan publik dengan suara yang
tegas dan pasti.
Jangan berkoar-koar sana-sini hanya untuk menjelekkan nama pemimpinmu saat ini tetapi berkoarlah demi menyempurnakan visi dan misimu, agar jika engkau sudah menjadi seorang pemimpin tidak bekerja di luar visi dan misi yang engkau buat dengan hati.
Jangan pernah menjual keadaan rakyat, agar engkau dipeduli dan diagungkan oleh rakyat, tetapi berusahalah untuk ada dan hidup bersama dengan rakyat, agar engkau bisa merasakan dan mendengarkan segala jeritan hati mereka.
Jangan engkau membeberkan berita bahwa engkau bisa merasakan segala penderitaan rakyat, pada hal engkau sendiri bisa tidur dengan nyenyak di
atas kasur yang tebal dan halus, bisa menikmati seluruh fasilitas yang elit, mengkonsumsi makanan dan minuman yang lengkap dan sehat, dan engkau pada sebenarnya tidak pernah alami
seperti yang rakyat alami.
Jangan berkata-kata hanya untuk menujukkan kesombongan diri,
tanpa ada pengalaman yang nyata, dan mencelekkan nama pemimpin saat ini yang pada sebenarnya dia sudah ada pengalaman nyata dalam melakukkan seluruh apa yang engkau katakan.
Sebab kesombongan tidak bisa membuktikan bahwa engkau bisa melakukan semua apa yang engkau katakan, tetapi pengalaman nyatalah yang membuktikan bahwa ternyata engkau
bisa.
Sebab rakyat tidak lagi membutuhkan argumen yang sistematis dan terstruktur, tetapi yang mereka butuhkan adalah kalimat singkat, jelas dan padat, namun dalam dunia nyata sangat
sitematis dan terstruktur”.
Terima kasih kawan, karena telah mengingatkan saya. Kata sang sahabat kepada kawannya yang telah mengingatkan dia.
****
Selamat berjuang sahabat! Saya hanya bisa mendukungmu dengan seuntaian doa yang selalu kupanjatkan.
Sedangkan untuk menarik perhatian rakyat, saya tidak bisa membantunya bukan karena saya tidak mendukung dirimu tetapi karena saya tidak ingin terlibat dalam dunia politik.
Dan satu hal yang perlu saya sampaikan, bahwa tolong jangan menggunkan politik identitas.
Karena negara kita adalah negara yang memiliki banyak budaya, bahasa dan agama.
Kita akan selalu bersatu dan negara terus berkembang, jika para pemimpin bisa menyatukan rakyat dan bekerja untuk semua rakyat bukan hanya untuk kaum mayoritas, kaum berkuasa, dan kaum yang memiliki kekayaan.
Kata sang kawan kepada sahabatnya, sebelum sang sahabat pamit pulang.
Terimakasih kawan untuk dukunganmu.
Kata sang sahabat, sambil memberikan senyuman sebagai akhir dari pembicaraan saat itu.