Oleh: Suster Vinsensia Surya Daima
Mahasiswi semester VII STIPAS St. Sirilus Ruteng
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragam baik dari aspek budaya, bahasa, agama, ras, dan suku.
Akhir-akhir ini keberagaman ini selalu dibicarakan dan dijadikan suatu persoalan yang tak henti-hentinya dalam kehidupan masyarakat Indonesia terutama dalam perbedaan agama.
Agama bukan lagi sebagai suatu keniscayaan, kekayaan dan anugerah dari Allah kepada manusia, melainkan dijadikan sebagai sarana ketidaknyamanan atau kekacauan antarumat beragama.
Sebagai masyarakat Indonesia sangat prihatin dengan masalah tersebut. Agama dijadikan kepentingan politik dari suatu kelompok tertentu tanpa memikirkan konsekuensi bagi masyarakat pada umumnya.
Sebagai masyarakat Indonesia, sangat bersyukur karena kita memiliki beranekaragam bahasa, suku, budaya,dan agama.
Bukan hanya itu, tetapi juga memiliki alam yang indah yang dianugerahkan oleh Allah sendiri untuk kita.
Jika, semua orang Indonesia mampu melihat semuanya itu dengan kacamata Allah sendiri yang telah menciptakan kita menurut gambar citra-Nya sendiri maka, dengan demikian setiap insan yang berada di muka bumi Indonesia ini mampu menerima setiap perbedaan yang ada.
Di Indonesia mengakui enam agama yaitu Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu.
Pancasila merupakan dasar Negara Republik Indonesia. Dari lima sila yang tertuang dalam Pancasila semuanya mengandung makna penting baik relasi dengan Allah maupun dengan sesama sebagai fundamental filosofi kehidupan warga negara Indonesia.
Dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terutama Pasal 29 yang berbunyi bahwa negara berdasar atas KeTuhanan yang Maha Esa dan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama tertentu dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing.
Dari pernyataan ini sangat jelas bahwa sila pertama Pancasila yang merupakan dasar negara Republik Indonesia adalah keTuhanan yang Maha Esa.
Dari pernyataan ini mau menyatakan bahwa kita berasal dari Allah, kita semua adalah anak-anak Allah, mengimani satu Allah. Namun ada perbedaan perspektif dari setiap agama.
Sebagai warga negara Indonesia hendaknya hidup kita sesuai dengan Pancasila yang menuntun kita untuk hidup rukun, damai, adil dan sejahtera baik dengan Allah maupun dengan sesama manusia.
Indonesia memiliki lambang negara yaitu Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika berbeda-beda tetapi satu.
Pertanyaanya apakah kita telah mewujudkan semboyan itu dalam relasi kita dengan sesama yang beragam untuk menjadi satu?
Dalam ensiklik Paus Fransiskus Fratelli Tutti berbicara tentang persaudaraan dan persahabatan. Kita semua adalah saudara, karena kita berasal dari satu Allah yang sama.
Gereja menghargai tindakan Allah dalam agama-agama lain, dan “tidak menolak apa pun, yang dalam agama-agama itu serba benar dan suci. Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran yang […] tidak jarang memantulkan sinar kebenaran yang menerangi semua orang. Namun, sebagai orang Kristen kita tidak dapat menyembunyikan bahwa “jika musik Injil berhenti bergetar di dalam batin kita, kita akan kehilangan kegembiraan yang mengalir dari bela rasa, kelembutan yang berasal dari kepercayaan, kemampuan untuk rekonsiliasi yang menemukan sumbernya dalam pengetahuan bahwa kita selalu diampuni serta diutus.
Bagi kita, sumber martabat dan persaudaraan manusiawi ini ditemukan dalam Injil Yesus Kristus.
Dari situ “muncul bagi pemikiran Kristiani dan bagi tindakan Gereja, keutamaan yang diberikan pada hubungan, pada perjumpaan dengan misteri suci orang lain, pada persekutuan universal dengan seluruh umat manusia sebagai panggilan untuk semua. Sebagai orang Kristiani kami meminta agar, di negara-negara di mana kami adalah minoritas, kebebasan kami dijamin, sama seperti kami mendukung kebebasan mereka yang bukan Kristen di mana mereka adalah minoritas. Ada hak asasi manusia yang tidak boleh dilupakan di jalan persaudaraan dan perdamaian, yaitu kebebasan beragama bagi pemeluk semua agama.
Kebebasan ini menunjukkan bahwa kita dapat “membangun harmoni dan pemahaman antarbudaya dan agama yang berbeda. Itu juga memberi kesaksian bahwa hal-hal yang kita miliki bersama begitu banyak dan penting sehingga memungkinkan untuk menemukan jalan hidup berdampingan yang tenang, teratur dan damai, dengan menerima perbedaan-perbedaan dan bersukacita sebagai saudara karena menjadi anak-anak dari satu Allah.
Karena itu, Paus mengajak kita semua agar keluar dari egoisme dan membuka diri serta menemukan yang lain.
Hidup keagamaan dan kerohanian kita tak saja diukur dengan kesalehan individual atau dengan radikalisme dan intoleransi.
Tapi dengan cinta kasih, yang menuntun kita untuk mencari apa yang lebih baik bagi sesama.
Kristus sendiri telah mengatakan bahwa kita semua adalah saudara dan saudari seperti yang diamanatkan oleh Yesus sendiri dalam Injil Yohanes, 15:15.
Mari, kita hidup untuk saling mengasihi satu sama lain tanpa memandang latar belakang karena kita semua adalah ciptaan Tuhan.
Kita tanamkan perbedaan itu dalam suatu taman yang indah dan kita tatakan taman itu dengan baik agar tumbuh berbagai jenis bunga dengan warna warni dan memberikan semangat kepada setiap insan untuk tetap memuji dan memuliakan nama Allah menurut iman yang telah dianugerahkan oleh Allah sehingga terciptanya kedamaian, ketenangan dan keharmonisan dalam hidup bersama.
Sebagai insan yang memiliki hakikat yang sama seperti Allah yaitu mencintai. Setiap agama mengajarkan tentang cinta kasih.
Dengan demikian, tidak ada satu agamapun yang mengajarkan amoral. Namun, demi egoisme, manusia memakai cara apapun, termasuk cara yang bertentangan dengan ajaran agama, demi mengalahkan musuh-musuhnya.
Melihat kenyataan yang terjadi di Indonesia memang sangat diprihatinkan. Diilhami oleh iman akan Allah, mari kita bersama-sama bergandengan tangan berusaha sekeras mungkin menghentikan segala bentuk kekacauan dengan menyerukan dan melaksanakan kasih dan pengampunan kepada semua yang terlibat dalam konflik.
Paus Fransiskus melalui ensiklik Fratelli Tutti “Persaudaraan Universal” mengajak kita semua untuk saling menghargai dan saling menghormati, sebab baik kaum Muslim, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu adalah manusia, ciptaan dan gambaran Allah.
Memang, ada rupa-rupa masalah yang mengganggu hubungan antara umat beragama. Namun, masalah -masalah itu tidak dapat diatasi dengan tindakan amoral, melainkan dengan dialog yang jujur, tulus dan terbuka.
Mari kita hidup menurut iman yang kita miliki, karena iman kepada Allah mempersatukan dan tidak memecah belah.
Iman itu mendekatkan kita, kendatipun ada berbagai macam perbedaan, dan menjauhkan kita dari permusuhan dan kebencian” (Paus Fransiskus).