Ruteng, Vox NTT – Demonstrasi yang dilakukan Pimpinan Lembaga Pengkaji Peneliti Demokrasi Masyarakat (LPPDM) terkait persoalan kemacetan air di Ruteng mengandung daya dan tepat guna publik, menurut penilaian tokoh masyarakat, Agus Kabur.
Menurut Agus, masalah kemacetan air di Ruteng merupakan persoalan dasar yang serius, sehingga perlu ada penanganan lebih lanjut.
LPPDM melalukan demonstrasi di Ruteng pada Senin 13 Januari 2025.
Demonstrasi itu dilakukan di dua tempat, yakni di Kantor Perumda Tirta Komodo sebagai perusahan daerah yang mengurus air minum bersih dan Kantor Bupati Manggarai sebagai pihak yang punya perusahan itu.
Langkah Ketua LPPDM Marselinus Nagus Ahang, untuk berdemo mendapat apresiasi Agus Kabur.
Ia menilai, langkah yang diambil Marsel dan lembaganya merupakan “Power Entry Point“, titik masuk untuk membenah sistem sehingga ada nilai tepat guna publik dan bermanfaat bagi kepentingan banyak orang.
Marsel dalam orasinya menyampaikan bahwa aksi tersebut sebagai respons atas kelurahan masyarakat perihal berkurangnya pasokan air minum bersih terutama di wilayah Kecamatan Langke Rembong.
Ia juga menyoroti biaya bulanan para pelanggan air Perumda Tirta Komodo yang tetap normal atau bahkan masih tinggi meskipun air jarang mengalir.
Mantan Anggota DPRD Kabupaten Manggarai itu pun menilai persoalan kekurangan air minum bersih belakangan ini sebagai bukti buruknya kinerja manajemen perusahaan daerah Kabupaten Manggarai yang memiliki otoritas penuh mengelola air minum
Setidaknya empat poin dalam aksi itu disuarakan melalui pernyataan sikap;
Pertama, mendesak Bupati Manggarai segera memberhentikan Marsel Sudirman dari jabatannya sebagai Direktur Utama (Dirut) Perumda Tirta Komodo Ruteng.
Kedua, mendesak Bupati Manggarai agar mengadakan evaluasi mendalam atas kinerja manajemen Perumda Tirta Komodo Ruteng
Ketiga, meminta Bupati Manggarai agar dengan segera membentuk panitia seleksi (Pansel) pengangkatan Dirut yang baru, Direktur Keuangan dan Direktur Operasional
Keempat, meminta Bupati Manggarai untuk mengevaluasi kembali pemberian ijin produksi air mineral kemasan di Kabupaten Manggarai.
Bagi Agus Kabur, semua tuntutan dan pernyataan sikap LPPDM ini menjadi sumber energi inspiratif baru untuk mengungkapkan perspektif yang jauh lebih bermanfaat bagi kepentingan publik sekaligus memberi pemahaman kepada pemerintah tentang urusan dasar
Agus berkata, demo harus dilihat sebagai keluhan atau jeritan masyarakat. Demo adalah wujud dari demokrasi demi kepentingan umum yang lebih baik.
Demo yang diwakili oleh LPPDM ini mengharuskan jajaran pemerintah daerah untuk mengintrospeksi diri, refleksi dan review terhadap kebijakan publik selama 4 tahun terakhir.
Sebab menurut Agus, dalam penataan urusan pemerintahan secara normatif sudah ditentukan beberapa hal, yakni ada urusan dasar, urusan wajib dan urusan pilihan.
Karena itu bicara air minum merupakan urusan dasar, urusan konkuren yang wajib dipenuhi pemerintah karena menyangkut kebutuhan hajat hidup orang banyak.
“Saya kasih contoh yah. Urusan dasar itu air minum, urusan wajib itu jalan raya, jembatan, listrik, sedangkan yang lainnya urusan pilihan. Mengapa urusan dasar harus dipenuhi yah karena logikanya meski tidak ada jalan, tidak ada jembatan atau tidak ada listrik orang tetap cari air minum,” jelas Agus.
“Konkretnya, urusan air minum ini harus didahulukan baru urusan wajib dan urusan pilihan. Pemerintah harus paham itu,” tambah Agus.
Dalam tiga urusan pemerintah ini, sambung Agus, ada imperatif moral yuridis agar anggaran yang sedikit itu harus dimobilisasi ke urusan dasar.
Disinilah harapan masyarakat kepada penyelenggaraan pemerintah 5 tahun ke depan untuk lebih responsif terhadap kebutuhan dasar.
“Kata kuncinya kebijakan publik itu harus transparan dan akuntabel, baik substansi maupun prosedural,” tutur Agus.
Secara positif thingking, kata Agus, masyarakat patut berterimah kasih kepada Marsel Ahang atas kepeduliannya merespons kebutuhan dasar, kendati secara kasat mata ada contradictio in visio yang jika dibandingkan proyek non kebutuhan dasar, yakni “Natas Labar” mampu menghabiskan belasan miliar, sementara air minum masih susah.
Kendati demikian, Agus kurang sependapat jika tuntutan Marsel Ahang hanya lebih kepada soal pergantian Dirut Perumda, Marsel Sudirman.
Menurut dia, itu hanya tuntutan murahan dan sampah, karena masalah air tidak harus menggantikan Dirut.
Siapapun Dirut kalau ada masalah yah tetap menjadi masalah bersama. Sehingga yang perlu dituntut adalah masalah teknis yang mengharuskan pemerintah untuk buka mata secepatnya memperbaiki dan mengalokasikan anggaran untuk mengatasi persoalan air minum,” ungkap Agus.
Marsel Sudirman dalam klarifikasinya tidak menanggapi pernyataan sikap LPPDM yang mendesak bupati untuk mencopotnya, karena menurut dia, itu ranah dan kewenangan bupati selaku atasan.
Ia hanya memberikan jawaban teknis yang menjadi tuntutan LPPDM dalam aksi demonstrasinya.
Terkait mutu pelayanan Perumda Tirta Komodo Ruteng tentang dua poin utama yang menjadi dasar aksi LPPDM, yaitu kurangnya pasokan air minum bersih dan masih tingginya beban biaya yang dibayarkan pelanggan setiap bulan di tengah kondisi air jarang mengalir, Marsel Sudirman menjelaskan, masalah mendasar yang menyebabkan kurangnya pasokan air minum bersih di wilayah Kecamatan Langke Rembong belakangan ini karena debit air dari sejumlah sumber berkurang atau menurun.
Hal tersebut diketahui dari hasil pengukuran yang dilakukan Perumda Tirta Komodo sebanyak dua kali sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP), yakni saat musim kemarau dan musim hujan.
Pengkuran itu, kata Marsel, bertujuan untuk mengetahui perubahan kondisi debit air saat musim hujan dan musim kemarau.
Sebagai contoh salah satu sumber air Wae Reget di wilayah Kelurahan Bangka Leda yang mengalami penurunan debit.
“Awalnya debit air Wae Reget adalah 8 liter/detik, lalu dilakukan pengukuran Bulan Februari Tahun 2022 (curah hujan tinggi), debitnya masih tetap yaitu 8 liter/detik,” jelas Marsel.
“Lanjut di tahun yang sama, dilakukan pengukuran kembali pada bulan Agustus dan November (kemarau panjang) debitnya mengalami penurunan dari 8 liter/detik menjadi 7 liter/detik dan menurun lagi dari 7 menjadi 6,8 liter/per detik lalu menurun lagi dari 6,8 menjadi 4,98 liter/per detik,” jelasnya lagi.
Ia mengatakan, kondisi debit air mengalami fluktuatif dan itu nyaris terjadi pada semua sumber air yang digunakan saat ini sehingga sangat berpengaruh terhadap pelayanan
Terkait beban biaya bulanan pelanggan yang tetap tinggi di tengah berkurangnya pasokan air, Marsel Sudirman menjelaskan bahwa itu tercatat secara sistematis pada meteran setiap pelanggan, bukan diatur oleh perusahaan atau pegawai
“Beban biaya yang dibayarkan pelanggan setiap bulan sudah berdasarkan yang tertera di dalam meteran yang difoto atau didokumentasikan oleh petugas lapangan” jelas dia.
Mantan Kasdim Manggarai itu juga membantah penggunaan istilah krisis air minum bersih di Langke Rembong yang disebut LPPDM.
Menurutnya, disebut krisis apabila tidak ada pasokan air sama sekali. Yang terjadi saat ini adalah pengaturan jadwal penyaluran saja.
Pihaknya terus berupaya untuk mengatasi berkurangnya debit air dengan menanam pohon di sekitar sumber sekaligus berupaya mencari sumber air lainnya, tidak hanya di Kecamatan Langke Rembong tetapi juga di berbagai wilayah Kabupaten Manggarai.
Penulis: Berto Davids