Waingapu, VoxNtt.com- Kehadiran PT. Muria Sumba Manis (MSM) di wilayah Desa Wanga dan Katawang, Kecamatan Umalulu, Sumba Timur sampai saat ini masih menuai pro-kontra.
Arfian Umbu Deta, dinamisator WALHI Sumba Timur, kepada VoxNtt.com (19/11) menyampaikan semenjak pembangunan 5 waduk untuk kepentingan produksi perusahan tebu tersebut, telah terjadi pengurangan debit air untuk sawah warga seluas 583 Ha di Desa Wanga dan Desa Katawang.
Menurut Alfian, investasi perkebunan tebu berawal dari kebijakan pengembangan tebu di Indonesia yakni pengembangan wilayah history dan non history.
Pengembangan wilayah history itu berkaitan dengan pengembangan tebu dari zaman Belanda, seperti di Jawa dan Sumatra. Sedangkan pengembangan wilayah non-history itu seperti di NTT, khususnya di Kabupaten Sumba Timur.
Dikatakan Alfian, setiap pengembangan wilayah ini memiliki kebijakannya masing-masing. Khusus kebijakan pengembangan wilayah non history, harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan sebagaimana tercantum dalam undang-undang 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengolahan Lingkungan Hidup.
BACA: Kami Bukan Humba Yang Menuju Kemusnahan
Selain itu, kata Alfian, pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa pembangunan ekonomi nasional diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Sedangkan kewajiban investor, lanjutnya, perlu melakukan analisis dampak lingkungan (AMDAL) terlebih dahulu. Apabila berdampak baik terhadap lingkungan, baru kemudian perusahaan melakukan pengoperasiaan.
BACA:Menelisik Ritual Kalarat Wai Dalam Kebudayaan Sumba
“Kenyataan yang terjadi di lapangan, semenjak pembangunan perusahan ini terjadi pengurangan debit air yang dialami masyarakat Desa Wanga dan Desa Katawang untuk mengairi sawah. Akibatnya warga mengalami penurunan produksi tanamannya selama 4 tahun dan masyarakat tidak dapat membajak sawah lagi selama 2 tahun belakangan ini” ungkap Alfian saat dihubungi VoxNtt.com (19/11)
Fakta dan Temuan
Diungkapkan Alfian, dalam kesepakatannya perusahaan dengan Pemda Sumba Timur masih pada tahap pencarian data, tetapi pada kenyataannya perusahaan sudah pada tahap konstruksi, seperti membangun embung dan jalan yang luasnya 20 meter.
“Irigasi yang digunakan oleh masyarakat selam ini sudah dipakai oleh perusahaan” kata Alfian.
BACA: Investasi PT. MSM Berdampak pada 583 Ha Sawah Masyarakat Sumba Timur
Karena itu, masyarakat menuntut agar secepatnya sawah mereka kembali diairi karena telah mengalami kekeringan selama hampir dua tahun terakhir.
“Dalam hal ini pemda harus tegas dengan perjanjian yang telah dibuat dan jika tidak sesuai dengan kesepakatan, supaya perusahaan segera mangkarak” jelasnya.
Selama ini pantuan WALHI, memang ada upaya dari Perusahaan dengan memasang pipa yang berdiameter 10 cm untuk mengairi sawah warga, namun hanya menghasilkan 700 liter perdetik sementara untuk mengairi sawah seluas lahan 583 hektar, sangat tidak cukup.
BACA: Bupati Sumtim: PT.MSM tidak ditolak warga
“Di tengah kekurangan debit air, sebagian warga tidak kehilangan akal. Adapun sejumlah warga yang berupaya menggali sumur dan menariknya dengan menggunakan mesin. Itu berarti warga harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 500.000 dalam seminggu untuk membeli solar” ujar Alfian. (Andre/VoN)