Bajawa, Vox NTT- Para tersangka dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) tahah Malasera, Kelurahan Danga, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo mengajukan praperadilan atas status mereka.
Mereka keberatan menjadi tersangka atas kasus pelepasan hak atas tanah aset Pemkab Nagekeo kepada PT.Prima Indo Megah itu. Karena itu, para tersangka melakukan gugatan atas keputusan pihak Kejari Ngada.
“Pada hari Senin tanggal 22 Mei 2017 kemarin saya Meridian Dewanta Dado dan Silvester Nong Manis selaku Kuasa Hukum (tersangka) telah mengajukan permohonan Praperadilan melalui Pengadilan Negeri (PN) Bajawa melawan Kejaksaan Negeri Ngada (Kajari Ngada),” kata Meridian Dewanta Dado kepada VoxNtt.com, Selasa (23/5/2017) malam.
Meridian mengaku, permohonan praperadilan mereka telah terdaftar di PN Bajawa dengan registrasi perkara Nomer: 01/PID.PRA/2017/PN.BJW.
Dia menegaskan, pihaknya mengajukan praperadilan karena ada fakta hukum yang bisa membuktikan bahwa dalam proses penyidikan kasus Malasera. Kejari Ngada telah melakukan penetapan tersangka, penyitaan dan penggeledahan secara illegal dan melanggar hukum.
Sebelumnya melalui Surat Perintah Penyidikan (SPP) Nomer: PRINT – 01/P.3.18/Fd.1/01/2015 sampai dengan Nomer: PRINT – 07/P.3.18/Fd.1/01/2015 tertanggal 5 Januari 2015. Kejari Ngada telah menetapkan 7 orang sebagai tersangka kasus Malasera tersebut.
Ketujuhnya yakni; Yohanes Samping Aoh, Yulius Lawotan, Firdaus Adi Kisworo, Wake Petrus, Fransiskus Rogha (Alm), Ahmad Rangga dan Monika Ernestina Imaculata Saquera
Kemudian kata Meridian, SPP Nomer: PRINT – 01/P.3.18/Fd.1/01/2015 sampai dengan Nomer: PRINT – 07/P.3.18/Fd.1/01/2015 tertanggal 5 Januari 2015 tersebut telah dicabut karena dinyatakan tidak sah oleh PN Bajawa.
Pencabutan itu melalui putusan praperadilan Nomer: 01/PID.PRA/2015/PN.BJW tertanggal 1 Juni 2015. Putusan tersebut mengabulkan permohonan praperadilan dari tersangka Firdaus Adi Kisworo.
Akibat dari putusan praperadilan itu dan dengan merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomer: 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 maka Kejari Ngada membuka kembali proses penyidikan baru atas kasus Malasera.
Itu berdasarkan SPP Nomer: PRINT – 01/P.3.18/Fd.1/02/2016 sampai dengan Nomer: PRINT – 05/P.3.18/Fd.1/02/2016 tertanggal 2 Februari 2016 dan Sprindik Nomer: PRINT – 36/P.3.18/Fd.1/12/2016 tertanggal 6 Desember 2016.
Sprindik ini telah diperbaharui dan ditambah dengan SPP Nomer: PRINT – 29/P.3.18/Fd.1/10/2016 sampai dengan Nomer: PRINT – 33/P.3.18/Fd.1/10/2016 tertanggal 3 Oktober 2016 dan Sprindik Nomer: PRINT -06/P.3.18/Fd.1/02/2017 tertanggal 13 Februari 2017.
Atas dasar Sprindik-Sprindik terbaru itulah kata Meridian, Kejari Ngada langsung kembali menetapkan Yohanes Samping Aoh cs sebagai para tersangka.
Walaupun pada saat itu belum ditemukan adanya hasil perhitungan kerugian keuangan negara yang nyata dan pasti jumblahnya.
Menurut Meridian, Kejari Ngada dalam menetapkan tersangka kasus Malasera semestinya berpedoman pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomer: 25/PUU-XIV/2016 tanggal 25 Januari 2017 yang menggariskan Tindak Pidana Korupsi sebagai delik materil atau delik yang mensyaratkan adanya akibat berupa unsur kerugian keuangan negara yang harus dihitung secara nyata atau pasti.
Dikatakan, proses penetapan tersangka kasus Malasera seharusnya dilakukan setelah Kejari Ngada memiliki hasil perhitungan kerugian keuangan negara dari lembaga audit yang berwenang.
Pihak Meridian telah mengantongi fakta hukum bahwasanya Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (LHPKKN) dari BPKP Perwakilan NTT baru diperoleh oleh Kejari Ngada pada bulan Januari 2017.
Sehingga bila merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomer: 25/PUU-XIV/2016 tanggal 25 Januari 2017 maka penetapan tersangka oleh Kejari Ngada terhadap Yohanis Samping Aoh cs adalah terlalu prematur.
Itu karena dilakukan sebelum adanya bukti hasil audit perhitungan kerugian keuangan Negara. Bahkan bila merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomer: 4 Tahun 2016, maka hanya BPK lembaga satu-satunya yang memiliki kewenangan konstitusonal untuk melakukan audit perhitungan kerugian keuangan Negara.
Sehingga, LHPKKN dari BPKP Perwakilan NTT yang dikantongi oleh Kejari Ngada juga bukan merupakan bukti hukum yang sempurna. Sebab diperoleh melalui lembaga yang tidak memiliki kewenangan secara konstitusional.
Meridian mengatakan, lebih fatal lagi adalah proses permintaan audit perhitungan kerugian keuangan negara dalam kasus Malasera dilakukan oleh Kejari Ngada kepada BPKP Perwakilan NTT sejak bulan Januari 2015. Sehingga dasar perolehan bukti perhitungan kerugian keuangan negara oleh Kejari Ngada tersebut adalah illegal
Karena, nyata-nyata dilandasi oleh SPP Nomer: PRINT – 01/P.3.18/Fd.1/01/2015 sampai dengan Nomer: PRINT – 07/P.3.18/Fd.1/01/2015 tertanggal 5 Januari 2015 yang sudah dinyatakan tidak sah atau tidak berlaku lagi berdasarkan Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Bajawa Nomer : 01/PID.PRA/2015/PN.BJW tertanggal 1 Juni 2015.
“Kami juga memiliki fakta hukum bahwa proses penyitaan barang bukti kasus Malasera oleh Kejari Ngada adalah dilandasi oleh penetapan ketua Pengadilan Tipikor Kupang Nomer : 01/Pen.Pid.Sus/2015/PN.Kpg tertanggal 19 Januari 2015,” ujar Meridian.
Penetapan itu yakni melakukan penyitaan terhadap tanah seluas 140.020 M2 dan sertifikat hak guna Bangunan Nomor: 6 sampai dengan Nomor: 57 atas nama PT Prima Indo Megah.
Sedangkan proses penggeledahan yang dilakukan oleh Kejari Ngada di Kantor Sekda Kabupaten Nagekeo, Kantor DPPKAD Kabupaten Nagekeo, Kantor Bagian Hukum Kabupaten Nagekeo, Kantor Dinas Tata Kota Perumahan dan ESDM Kabupaten Nagekeo serta Kantor Pertanahan Kabupaten Nagekeo adalah berdasarkan penetapan ketua Pengadilan Tipikor Kupang Nomer: 02/Pen.Pid.Sus/2015/PN.Kpg tertanggal 19 Januari 2015.
Penyitaan dan penggeledahan sesuai penetapan ketua Pengadilan Tipikor Kupang Nomer: 01/Pen.Pid.Sus/2015/PN.Kpg dan penetapan ketua Pengadilan Tipikor Kupang Nomer: 02/Pen.Pid.Sus/2015/PN.Kpg tertanggal 19 Januari 2015 oleh Kajari Ngada
Itupun harus dinyatakan tidak sah sebab payung utama proses penyitaan dan penggeledahan itu rupa-rupanya masih berpijak dan berlandaskan pada SPP Nomer: PRINT – 01/P.3.18/Fd.1/01/2015 sampai dengan Nomer: PRINT – 07/P.3.18/Fd.1/01/2015 tertanggal 5 Januari 2015
SPP ini sudah dibatalkan berdasarkan Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Bajawa Nomer: 01/PID.PRA/2015/PN.BJW tertanggal 1 Juni 2015.
“Pada pokoknya kami siap membeberkan bahwasanya dalam proses Pelepasan Hak Atas Tanah Aset Pemkab Nagekeo Kepada PT.Prima Indo Megah Sebagai Pembangunan Rumah Murah di Malasera – Kelurahan Danga, Kecaman Aesesa, Kabupaten Nagekeo – Provinsi NTT adalah didasari oleh motif luhur para pihak untuk memajukan pembangunan dan perekonomian daerah ,” kata Meridian.
Sehingga kata dia, dipastikan tidak ada bukti-bukti niat jahat dan perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangan demi keuntungan diri sendiri atau orang lain.
“Ini kami meyakini Pengadilan Negeri Bajawa kelak berkenan mengabulkan Permohonan Praperadilan kami secara keseluruhan dan menyatakan bahwasanya Sprindik-Sprindik dari Kejari Ngada dalam Kasus Malasera adalah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat,” tukas Meridian. (Arkadius Togo/VoN)