Kupang, Vox NTT– Surat edaran Sekda Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Fransiskus Salem selaku ketua panitia seleksi (Pansel) Sekda NTT dinilai cacat hukum sejak diterbitkan 8 Mei 2017 lalu.
Pasalnya surat edaran bernomor 51/PANSEL-JPT/V/2017 itu tidak mempunyai dasar hukum yang jelas sehingga terkesan ada kepentingan politik di balik edaran tersebut.
Adapun beberapa persyaratan pendaftaran yang ditemukan tidak memiliki landasan hukum seperti: 1). Berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Lingkungan Pemerintahan Provinsi NTT; 2). Memperoleh persetujuan tertulis dari pejabat Pembina kepegawaian; 3). Memilik pangkat/golongan ruang serendah-rendahnya Pembina Utama Madya (IV/d); 4). Menduduki jabatan eselon II-a pada 2 (dua) jabatan yang berbeda; 5). Menduduki jabatan sekurang-kurangnya eselon II-a dan minimal telah 5 (lima) tahun secara terus-menerus saat mendaftar, dan beberapa persyaratan lainnya.
Persyaratan ini bertentangan dengan PP No. 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil khususnya di Pasal 107 Poin b yakni:
- Memiliki kualifikasi pendidikan paling rendah sarjana atau diploma IV;
- Memiliki Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar kompetensi Jabatan yang ditetapkan;
- Memiliki pengalaman Jabatan dalam bidang tugas yang terkait dengan Jabatan yang akan diduduki secara kumulatif paling singkat selama 7 (tujuh) tahun;
- Sedang atau pernah menduduki JPT pratama atau JF jenjang ahli utama paling singkat 2 (dua) tahun;
- Memiliki rekam jejak Jabatan, integritas, dan moralitas yang baik;
- Usia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun; dan
- Sehat jasmani dan rohani.
Pakar Hukun Tata Negara (HTN) Undana Kupang, Dr. Jhon Tuba Helan setelah membaca salinan edaran yang dikeluarkan Sekda ini menyampaikan persyaratan dimaksud ilegal karena tidak memiliki dasar hukum bahkan bertentangan dengan hukum yang berlaku.
“Dalam surat edaran ini saya melihat tidak punya dasar hukum yang menentukan persyaratan itu, dan ketika kita melihat ada sebagian persyaratan dalam edaran itu tidak ada dalam PP No. 11 Tahun 2017 sebagai rujukan hukum dalam pengangkatan Pejabat Tinggi maka kita bisa katakan bahwa persyaratan-persyaratan tertentu itu ilegal atau bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan” jelasnya saat dijumpai VoxNtt.com pada Kamis (25/5/2017) malam di kediamannya.
Mestinya menurut Jhon, demikian ia disapa, Sekda atau Pansel mencantumkan dasar hukum dari persyaratan-persyaratan itu agar memiliki landasan hukum bukan berdasarkan kehendak orang-orang tertentu saja.
BACA:Ini Kriteria dan Tahapan Seleksi Sekda NTT Menurut PP No 11 Tahun 2017
Sebelumnya kepada media ini Rabu (17/5/2017) di ruang kerjanya, Sekda Salem enggan berkomentar soal edaran ini lantaran tidak memegang arsip dari edaran yang sudah ditandatanginnya.
“Sebaiknya menemui Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD)” kata Salem kepada wartawan.
Sementara PLT BKD, Mulu Belasius saat ditemui mengaku tidak mengetahui soal isi edaran itu sehingga dirinya tidak bisa memberikan banyak komentar.
Menananggapi pernyataan Sekda dan PLT BKD yang seolah-olah tak tahu ini Jhon merasa ada sesuatu yang aneh karena mana mungkin seorang sekda tak mempunyai arsip dokumen yang ditanda tanganinya.
BACA:Hingga Saat Ini, Belum Ada Pejabat yang Mendaftar Jadi Sekda NTT
Menurut dia mestinya semua pejabat atau badan yang berurusan dengan seleksi Sekda ini harus tahu akan persyaratan itu dan tentu harus berdasarkan hukum.
Jhon menjelaskan pihak yang merasa keberatan bisa menyampaikan kepada panitia seleksi. Namun jika tetap dipaksakan, Sekda terpilih dapat digugat di Pegadilan Tata Usaha Negara (TUN). (Boni Jehadin/VoN).