Labuan Bajo, Vox NTT-Pestiwa hilangnya Rinta Paul Mukkan, wisatawan asal Singapura di perairan Gililawa, kawasan Taman Nasional Komodo (TNK), Kamis, 13 Juli 2017 lalu mendapat sorotan sejumlah pihak.
Sebelumnya, Association Of The Indonesia Tour and Travel (Asita) Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) meminta wisatawan yang ingin melakukan diving (Selam) di Perairan Labuan Bajo agar menggunakan Dive Master lokal ketimbang membawa sendiri dari Luar.
Menurut pihak Asita Mabar, hilangnya Paul Rinta Mukkam diduga karena pihak wisatawan tidak membawa dive master lokal.
Pasalnya, dive master lokal penting dipakai guna mengetahui keadaan arus di spot diving di Perairan Labuan Bajo.
Kali ini sorotan lain datang dari Scuba School Internasional (SSI) Dive Master Instructor Labuan Bajo, Stanislaus Stan.
Stanislaus mengatakan selaku instruktur dive master di Labuan Bajo, pihaknya merasa malu dengan kejadian tenggelamnya wisatawan saat melakukan diving di lokasi itu.
Apalagi lokasi peristiwa tenggelamnya wisatawan di Labuan Bajo pada tempat yang sama dan kronologis yang sama pula.
Namun, tidak ada evaluasi bagi Perusahan Dive di Labuan Bajo.
Menurutnya, evaluasi bagi Perusahan Dive, dive guide dan pelaku wisata di bidang dive sangatlah penting. Hal itu agar peristiwa tenggelamnya wisatawan saat diving tidak terjadi secara terus menerus di Labuan Bajo.
Atas kejadian seringnya wisatawan tenggelam saat diving di Labuan Bajo, SSI Dive Mater Instructor Labuan Bajo mengusulkan sejumlah hal yaitu; pertama, pemerintah harus segera menyediakan Hyperbaric Chamber (terapi medis dimana pasien dalam suatu rungan menghirup oksigen murni 100% bertekanan tinggi).
Hal itu pernah diusulkan sejak Sail Komodo 2013 lalu ,namun sampai hari ini belum ada realisasi.
Kedua, Para dive guide tidak boleh merasa hebat dan luar biasa hanya mengukur dari senioritas dan akumulasi dive log yang angkanya fantastis.
Melainkan selalu membuka diri untuk berdiskusi, menyamakan standard safety yang bersifat khusus dan extra.
Terlepas dari prosedur standar yang didapat dari asosiasi , Ratio perlu menjadi bahan pertimbangan, untuk daerah Komodo, untuk open water, ratio 1:2. Untuk AOW ke atas, hanya maksimal 1:4.
Ketiga, sebelum diving dibuatkan kesepakatan antara tiga pihak anatara lain dive guide, tamu diver, dan pihak kapal tentang emergency procedure.
Keempat, bagi kapal wisata sangat tidak dibenarkan setelah melepas wisatawan diving lalu kapal bergeser pindah.
Baik kapal maupun Speedboat wajib menunggu sampai minimal 15 menit, baru boleh pindah. Itu untuk memastikan semua tamu sudah aman selama proses turun.
Baca:
Crew kapal wajib ikut saat breafing sebelum diving mulai dilakukan dan sama-sama menyepakati hal-hal yang akan dilakukan bilamana ada hal darurat terjadi.
Kelima, Pengusaha Dive Center tidak boleh mengejar keuntungan yang banyak dengan memaksa dive guide menghandel tamu dengan ratio diluar 1: 4.
Perusahaan wajib menjamin semua crew kapal memahami prosedur. Hal ini bukan saja terkait asuransi semua para dive master atau dive guide, melaimkan lebih kepada pencegahan.
Stanis Stan mengharapkan untuk lima hal tersebut sangat diperlukan duduk bersama Pemerintah, Pengusaha Dive Center, Dive Guide, crew kapal diving, SAR dan pihak Balai TNK untuk melahirkan kesepakatan bersama.
Itu demi menjaga pengelolaan industri pariwisata di Mabar lebih baik lagi. (Gerasimos Satria/AA/VoN)