Kupang, Vox NTT- Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Kupang menggelar aksi mimbar bebas, Rabu (27/09/2017) di depan Marga PMKRI, Jln. Jend. Soeharto No. 20 Naikoten 1, Kota Kupang.
Aksi ini untuk mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tengah diterpa hak angket. Menurut mereka (PMKRI), hak angket yang digulirkan oleh beberapa partai seperti Golkar, PDIP dan Nasdem adalah upaya untuk melemahkan KPK yang selama ini gencar memberantas korupsi.
“Kami melihat KPK hari ini dalam kondisi yang tidak aman. Bahwa dengan bergulirnya hak angket oleh partai-partai itu adalah upaya untuk melemahkan dan mempersempit ruang gerak KPK dalam upaya pemberantasan korupsi, khususnya kasus E-KTP,” ungkap ketua termandat PMKRI Cabang Kupang sekaligus Presidium Gerakan Kemasyarakatan, Adrianus Oswind Goleng saat diwawancarai VoxNtt.com usai melakukan orasi.
Selain melemahkan KPK, Oswind demikian ia disapa, melihat hak angket ini berpotensi untuk melindungi Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar sekaligus Ketua DPR RI, Setya Novanto yang sekarang sudah menjadi tersangka kasus E-KTP.
Hak angket juga dinilai melindungi komplotan koruptor lainnya terutama dugaan 185 orang anggota DPR RI yang disinyalir ikut keciprat dana korupsi E-KTP senilai Rp. 2,3 trilyun sebagaimana disebutkan dalam surat dakwaan Imran dan Sugiarto.
Lanjut Oswind, aksi bertajuk “Save KPK” ini sekaligus meminta agar beberapa partai yang terus berusaha menggulirkan angket ini segera dihentikan dan mendukung KPK, memroses hukum Novanto.
Jika tidak, tegas Oswind, PMKRI akan mengampanyekan tolak partai-partai tersebut dan diadili secara politik, yakni tidak boleh dipilih dalam setiap pemilu karena berpotensi melindungi koruptor.
Oswind menambahkan, Novanto adalah otak dari semua upaya pelemahan terhadap KPK. Karena bermula dari dia dijadikan tersangka yang berujung pada munculnya praperadilan terhadap KPK dan hak angket. Pada hal, menurut dia Novanto mesti menunjukan sikap kenegarawanannya sebagai Ketua DPR RI yang taat hukum.
“Bagi kami sikap Novanto yang tidak koperatif ini, tidak menunjukan sikap layaknya seorang negarawan dalam menjalankan proses hukum. Sebagaimana kalau kita katakaan bahwa hari ini hukum harus ditegakan setegak-tegaknya tanpa memandang bulu, siapapun dia dan apapun statusnya,” tegas Oswind.
Tegas dia, apabila merujuk pada UU MD3 khususnya pasal 79 maka apa yang dilakukan oleh DPR ini tidak sesuai perintah UU. Karena itu menurut dia DPR dan partai yang mendukung hak angket ini, salah alamat dan tidak mengerti perintah UU.
“Klau mencermati UU MD3 Pasal 79 tentang tugas dan fungsi hak angket, maka tidak sesuai. Sebab tertera dengan sangat jelas pada pasal 79 mengatur bahwa hak angket itu hanya tertuju pada lembaga pemerintah seperti Presiden. Sedangkan KPK merupakan lembaga independen dan tidak di bawah naungan lembaga negara manapun. Sehingga menurut kami, hak angket cacat secara administrasi,” tegasnya lagi.
Selain tak memahami isi pasal 79 UU MD3, Oswin juga menilai hak angket ini tak memenuhi syarat dan melanggar Pasal 201 UU MD3. Kata dia, secara jelas hak angket harus ada perwakilan dari semua Fraksi yang ada di DPR.
“Yang terjadi adalah hanya 7 Fraksi dan hari ini hanya tersisa 3 fraksi yakni Golkar, PDIP dan Nasdem. Karena itu kami akan mengampanyekan menolak partai-partai yang mendukung hak angket, baik secara nasional maupun di NTT. Karena bagi kami yang mendukung hak angket, secara tidak langsung memberi celah untuk kemudian otak-otak dan koruptor bertumbuh subur di republic ini. Sehingga kami menolak dan mengecam partai-partai pendukung hak angket,” tuturnya.
Untuk mengakhiri kisruh di antara KPK dan DPR Kordinator Lapangan, Oktovianus Kewohon meminta agar Presiden segera turun tangan dan bersikap tegas.
Sikap tegas Presiden kata dia sangat penting mengingat partai yang bersi keras mengusung hak aknget ini masuk dalam koalisi pemerintahan Joko Widodo.menurut dia selama hak angket ini digulirkan, presiden terkesan tidak berbuat apa-apa dan memilih diam
Terkait dengan sikap presiden yang terkesan diam di tengah ketegangan akibat kasus ini, maka kata dia patut diduga Presiden ikut terlibat dalam scenario melemahkan KPK, karena tidak berupaya untuk menetralkan situasi ini.
“Pertanyaan PMKRI, kenapa Presiden diam? Apakah sedang mencari posisi aman untuk kepentingan politik 2019? Karena partai-partai yang terlibat adalah partai-partai besar dan masuk dalam kualisi pemerintahan Presiden Jokowi,” ujar Vian
Karena itu lanjut Vian, PMKRI mendesak Presiden harus segera turun tangan untuk menetralkan keadaan ini.
“Jika hak angket yang dirumuskan itu benar-benar melemahkan KPK, kami berharap agar Presiden bisa menyuarakan untuk memberhentikan kerja tim Pansus ini dan biarkan KPK menjalankan misinya memberantas Korupsi,” tegasnya lagi.
Untuk diketahui, aksi ini akan berlangsung selama 3 (tiga) hari yakni mulai hari ini sampai Jumat (29/09/2017). Kemudian dilanjutkan dengan long march ke Kantor DPRD untuk menyerahkan petisi dukung KPK yang ditandatangani masyarakat.
“Kami meminta dukungan masyarakat untuk menandatangani petisi dukung KPK, sebagai bentuk komitmen bersama kita untuk mendukung KPK, menolak hak angket, tangkap Novanto dan stop politisasi KPK. Petisi-petisi ini nanti diserahkan kepada DPRD Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan harapan bisa diteruskan ke atas,” tutup Vian. (Tarsi Salmon/BJ/VoN)