Atambua Vox NTT-Erik Morales Franciskus Nahak (10) warga RT 04, RW 02 Nenuk, Desa Naekasa, Kecamatan Tasifeto Barat, Belu ditolak pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Atambua.
Bocah itu merupakan peserta Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan menderita sakit panas tinggi dan muntah-muntah.
Saat dibawa orangtuanya untuk berobat di IGD dan Poli Anak RSUD Atambua, Sabtu (10/03/2018), pihak RSUD menolak memberikan pelayanan lantaran tidak membawa rujukan dari RS Marianum Halilulik.
Gabriel Nahak, Ayah kandung Erik kepada VoxNtt.com mengakui bahwa anaknya menderita sakit panas tinggi dan muntah-muntah sejak dua hari lalu.
Lantaran sibuk dengan pekerjaan, Gabriel tidak sempat membawa anaknya ke Rumah Sakit sehingga dirinya baru mengantarkan anaknya untuk berobat ke RSUD Atambua hari ini.
“Kebetulan anak ini panas tidak turun dari kemarin dulu, tadi pagi saya bawa ke sini (IGD) karena terlalu parah dan dia jatuh (pingsan). Sampai di sini suruh muat di tempat tidur. Tidak sempat periksa ada perawat yang bilang suruh bawa ke rawat jalan, ke poli anak,” kisah Gabriel.
Saat di Poli Anak, ada petugas medis yang meminta Gabriel untuk menunjukan surat rujukan dari RS Halilulik sebagai fasilitas tingkat I tempat dimana Erik harus lebih dahulu dirawat.
Karena tidak bawa surat rujukan, anaknya tidak dapat diberi pelayanan oleh pihak RSUD Atambua.
“Ke poli anak disuruh ambil nomor antrian dan tunggu. Lalu ditanya bawa kartu apa? Saya bilang kartu KIS. Lalu ditanya lagi surat rujukan, saya bilang rujukan belum kalau bisa tangani dulu. Kalau bisa dirawat dulu. Tapi tidak bisa harus bawa rujukan asli. Ke Halilulik ini jauh, rawat dulu karena anak sudah setengah mati (sekarat),” ungkap Gabriel dengan nada kesal.
Disampaikannya bahwa petugas sempat menawarkan untuk memberikan pelayanan tapi pasian akan dikenakan tarif sebagai pasien umum.
“Mereka bilang kalau begitu rawat umum saja, karena ini aturan. Saya bisa bayar tapi kartu KIS ini seperti apa?,” tanya Gabriel.
Gabriel mengaku kecewa dengan sikap petugas medis yang tidak mau memberikan pelayanan kepada anaknya yang sudah lemah. Padahal dia sudah menegaskan akan kembali ke Rumah Sakit untuk mengambil surat rujukan, asalkan anaknya mendapatkan penanganan medis terlebih dahulu.
“Tadi datang tidak ada penanganan sama sekali, dokter hanya nonton saja lalu bilang anak tidak apa-apa. Ini bagaimana? Saya maunya ditindak medis dulu baru divonis bahwa tidak apa-apa,” tutup Gabriel.
Terpisah, kepala RSUD Atambua, Drg. Ansila Eka Mutty membantah bahwa pihaknya enggan memberikan pelayanan.
Ansila, begitu biasa ia disapa mengatakan sebenarnya Erik tidak dalam kondisi kritis sehingga dianjurkan untuk ke poli rawat jalan.
“Kalau dia tidak dalam keadaan darurat maka dia harus dirawat di poli rawat jalan dan itu dia harus bawah surat rujukan karena itu kewajiban dari pasien BPJS. Sebagai pasien BPJS, kalau dia mau datang ke poli rawat jalan maka harus bawa rujukan” katanya.
Dikatakan apabila pasien dalam keadaan darurat dan dibawa ke IGD, maka pihak RSUD langsung memberikan pelayanan tanpa meminta pengurusan administrasi.
“Kalau dalam keadaan darurat dan pasien datang ke IGD maka tanpa surat apapun atau rujukan tetap kami layani dan itu yang sudah kami buat” ungkap Ansila.
Ansila mengakui bahwa pasien pengguna kartu BPJS dan KIS harus tahu perbedaan rawat jalan dan rawat inap atau pelayanan gawat darurat.
Atas kejadian ini, Dirut Ansila mengatakan akan meminta pihak BPJS melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tahu tentang mekanisme pelayanan kesehatan di RSUD.
Penulis:Marcel Manek
Editor: Irvan K