Kupang, Vox NTT- Pemuda Nagekeo Kupang yang tergabung dalam Aliansi Persatuan Mahasiswa Asal Negekeo (PERMASNA) dan Forum Peduli Perempuan Nagekeo Kupang (FPPN) mendatangi kantor DPRD NTT, Rabu (15/08/2018), sekitar pukul 15:00 Wita.
Mereka diterima langsung oleh ketua DPRD NTT Anwar Pua Geno, Wakil Ketua Yunus Takandewa, dan Anggota Komisi 5 Winston Rondo.
Kedatangan aliansi ini sehubungan dengan kasus dugaan penganiayaan dan pemerkosaan yang menimpa calon tenaga kerja wanita (TKW) berinisial MN asal Desa Ulupulu, Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Nagekeo. Kabarnya, MN diduga dianiaya dan diperkosa oleh oknum bernama Markus Kewo.
Koordinator Aliansi Pemuda Nagekeo Kupang, Yohanes Care meminta pimpinan DPRD NTT agar segera mendesak Polda NTT menuntaskan masalah yang menimpa MN.
Baca Juga: Tak Layani Nafsu Perekrut, Calon TKW Dianiaya Hingga Kritis
Polda NTT melalui kewenangannya, tegas Yohanes, harus mengembalikan penyelesaian kasus yang menimpa MN ke Polres Ngada.
Menurut dia, kasus ini bukan sekadar tindak pidana ringan, tetapi tindak pidana perdagangan orang, yang mana semuanya bermula di wilayah kerja Polres Ngada.
Yohanes juga mengingatkan kondisi kesehatan korban yang tidak memungkinkan untuk memperlancar proses penyidikan di Polres Kupang Kota. Itu sebabnya harus diselesaikan di Polres Ngada.
“Melalui DPRD NTT kami minta Kapolda segera memerintahkan pihak Polres Ngada untuk segera menetapkan Markus Kowe, Beni Banoet, dan Vero sebagai tersangka dalam kasus yang menimpa sodari MN,” tegas Mantan ketua Umum Permasna Kupang itu.
Dia juga mendesak Kapolda NTT untuk segera memberikan sanksi, bahkan memecat penyidik Polsek Boawae atas nama Bripka Rio Marthen Mauren.
Bripka Rio, kata Yohanes, tidak bekerja secara profesional dalam menangani kasus yang menimpa MN.
“Dan juga mencopot Kapolsek Boawae karena kelalaiannya dalam melakukan pengawasan terhadap proses penyelidikan kasus itu,” ujarnya.
Dia berharap, DPRD NTT melalui Komisi 5 kembali memperketat dan mengawasi kantor-kantor PJTKIS.
“Terutama kantor cabangnya terkait dengan prosedur penampungan terhadap calon TKI/TKW. Dari kasus RN ini bisa kita lihat bahwa masih banyak PJTKIS yang tidak menjalankan tugas perekrutan TKI sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam aturan ketenagakerjaan. PJTKIS ini segera dicabut izinnya agar tidak ada lagi korban tindak pidana perdagangan orang,” harap mantan aktivis PMKRI Cabang Kupang itu.
Terpisah, Ketua FPPN Kupang Yohana Medho mengatakan, sebagai perempuan dari Nagekeo yang berada di Kota Kupang dirinya sangat kecewa dengan kasus human trafficking dan kekerasan terhadap perempuan.
“Sebagai perempuan yang terlahir dan dibesarkan dari Nagekeo yang juga sebagai ketua peduli perempuan Nagekeo yang berada di Kota Kupang sangat kecewa dengan kasus HT dan kekerasan terhadap perempuan, dan semoga pelakunya cepat tangkap,” harap Medho.
Perempuan yang inisial MN itu, kata dia, punya hak yang sama untuk mendapat perlindungan dan keadilan secara hukum.
“Perempuan bukan untuk diperjualbelikan atau diperlakukan secara tidak bermoral oleh kaum adam,” ujar mantan Ketua umum Permasna Kupang itu.
Dia mengimbau kepada Pemerintahan Provinsi NTT dan daerah agar secara tegas menyelesaikan kasus perdagangan orang.
“Semoga pelaku dan oknum-oknum yang terlibat dalam kasus ini agar segera ditangkap,” harapnya.
Menurut Medho, pemerintah desa punya anggaran dana desa dan alokasi anggaran untuk pemberdayaan masyarakat.
“Apa salahnya itu digunakan untuk pelatihan-pelatihan keterampilan bagi kaum prempuan di desa-desa agar mereka punya keahlian khusus untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki, sehingga mereka tidak harus ke luar daerah tetapi sebaliknya mengembangkan potensi diri dengan bekal keterampilan yang ada,” tandasnya.
“Kasus ini sangat serius jangan sampai akan ada korban-korban berikutnya lagi, oleh karerna itu kepada pihak yang berwajib agar selesaikan kasus ini dengan jujur dan tegas,” tambah Medho.
Menurut dia, Kabupaten Nagekeo punya banyak potensi sumber daya alam. Oleh karena itu, pemerintah harus mengembangkan potensi yang ada.
“Kaum perempuan juga jangan mudah dirayu oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, harus melalui prosedur yang benar dan legal,” ujarnya.
Dia menambahkan, kaum perempuan harus bersatu untuk membongkar setiap ketidakadilan dan penindasan yang terjadi pada kaum prempuan.
“Perempuan sebenarnya punya potensi yang begitu besar, jangan takut untuk melawan ketidakadilan yang terjadi pada perempuan. Satu kata ‘lawan’,” tegas Alumni Unwira Kupang itu.
Sementara itu, Ketua DPRD NTT Anwar Pua Geno mengatakan, sebagai wakil rakyat tentu terima pengaduan pemuda Nagekeo Kupang. Dia berjanji akan melakukan koordinasi dengan Kapolda NTT.
“Nanti saya koordinasi dengan Kapolda NTT agar kasus ini tetap selesaikan di Polres Ngada. Dan segera tangkap pelakunya, kami akan terus koordinasi dengan Kapolda untuk serius tangani kasus ini,” tegas Anwar.
Anwar juga meminta agar aparat penegak hukum bekerja secara profesional dan transparan kasus yang menimpa MN.
“Harus mengusut dan terus mencari pelakunya bernama Markus Kewo ini. Harus cari tahu kenapa Markus ini sampai hilang, apakah dia ada kemauan sendiri atau ada orang ikut untuk dihilangkan misalnya,” ujarnya.
Menurut Anwar, NTT adalah provinsi darurat perdagangan orang.
“Karena itu kami setiap kasus seperti ini dewan cepat merespon dan saya langsung koordinasi dengan Kapolda NTT,” tandasnya.
Senada dengan Anwar, Anggota Komisi 5 DPRD NTT Winston Rondo menyatakan, memberikan keadilan kepada MN itu tugas kemanusiaan.
“Tidak ada urusan apakah itu suka sama suka tetapi perjuangan kita untuk MN adalah poin utama kita,” kata Rondo.
Masalah ini, kata Rondo, ada urusannya dengan PJTKIS atau tempat penampung TKI dalam dominan kejahatan human trafficking.
“Tentu ini sudah jamak itu pelecehan seksual bahkan perbudakan seksual yang terjadi di tempat penampungan TKI, kita berharap agar tidak ada MN yang lain jadi korban,” ujarnya.
DPRD NTT, lanjut dia, mendorong Kapolres Ngada agar kasus ini segera ditindaklanjuti. Apalagi ada bukti-bukti yang kuat mengenai pelecehan seksual dan pemerkosaan.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba