Borong, Vox NTT- Polemik pemotongan gaji guru THL oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P&K) Manggarai Timur (Matim), Frederika Soch akhirnya selesai dan menjadi kabar gembira bagi para guru THL.
Polemik berkepanjangan yang selama ini menyedot perhatian publik itu dinilai Ketua DPRD Matim, Luko Modo itu sebagai dinamika biasa dalam demokrasi.
Karena itu Luko, demikian ia disapa menegaskan, pemotongan gaji guru THL bukan kisruh melainkan perbedaan pandangan. Hal itu disampaikan Luko, saat ditemui sejumlah awak media di ruang kerjanya, Selasa (4/9/2018).
Menurut Luko, perbedaan itu bermula ketika pemerintah dan DPRD keliru menafsirkan APBD yang ada. Pemerintah berpikir, permintaan lisan dari BPK untuk memperbaiki dipahami sebagai instruksi, harus segera memperbaiki tanpa melalui prosedur. Sementara di lain sisi DPRD konsisten sesuai prosedur.
“Memang benar, ketika kemarin konsultasi dengan BPK, kami juga mendiskusikan itu untuk penyesuaian gaji. Tidak berarti tidak melalui prosedur. Kan ada prosedurnya. Akhirnya pas setelah pulang dari BPK, lalu pulang dari biro keuangan propinsi, kemarin sudah mencapai kata sepakat, TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) bersama Dinas PK dan Bupati, sudah bertemu, sudah menjelaskan hasilnya. Dan mereka sepakat bahwa itu harus dibayar sesuai dengan perencanaan yang ada dalam APBD, Perbub yang ada sesuai dengan rekomendasi,” ungkapnya.
Baca: Kadis Ika: DPRD Matim Seperti Anak TK
Sehingga, demikian Luko, gaji guru TH tetap Rp. 1.250.00, sementara guru Bosda dibayar Rp.700.000.
“Jadi, sudah selesai. Tinggal kami ini ke depan, kawal sudah. Kapan pemerintah mau membayar itu,” tambah politisi partai Demokrat itu.
Pemecatan Guru Bukan Urusan BPK
Luko juga mengatakan, terkait pemecatan terhadap guru itu bukan urusan BPK. Menurutnya BPK tidak mengurus hal-hal teknis di dinas.
Karena itu lanjut dia Pemda dan DPRD harus melakukan rekonsiliasi untuk membahas nasib para guru yang sebelumnya dipecat sang kadis.
Luko berharap dalam rekonsiliasi tersebut pihak dinas dapat mengakomodir kembali guru-guru tersebut.
“Karena itu saya bilang, kalau memang BPK sudah bilang kita ikuti Perda yang ada, kita ikuti. Maka dengan sendirinya kita akan buat rekonsiliasi lagi. Harus diakomodir kembali,” ucapnya.
Luko menduga, pemecatan itu bermula ketika Kadis PK berbeda pendapat dengan para guru kemudian berbuntut saling beradu argument hingga mengeluarkan kata-kata tidak sopan.
“Selama ini ibu Ika berbeda pendapat dengan anak-anak ini. Dan mungkin ada kata-kata yang tidak sopan, baik secara lisan maupun tulisan, ya dalam dinamika pembangunan kan, itu pasti selalu ada,” jelasnya.
Penulis: Nansianus Taris
Editor: Boni J