Jakarta, VoxNtt.Com-Undang-Undang Tabungan Rakyat (Tapera) dibuat guna mengatasi masalah kekurangan dana efektif jangka panjang untuk pembiayaan perumahan. Di sisi lain, besaran iuran yang diatur melalui Peraturan Pemerintah mengenai Tapera, masih memberatkan pengusaha.
Hal ini menjadi topik utama dalam seminar Undang-Undang Tapera, yang diselenggarakan oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia.
Acara yang berlangsung di Hotel Grand Sahid Jaya-Jakarta pada Kamis, (27/10) ini mengusung tema “Solusi dan Langkah Nyata Pelaksanaan Undang-Undang Tapera Dalam Rangka Mensukseskan Program Nawa Cita”.
Ketua umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Rosan P. Roeslani, mengatakan sebaiknya UU Tapera tidak memaksakan pengenaan beban bagi pemberi kerja atau perusahaan.
Menurut dia, target kepesertaan TAPERA seharusnya lebih menyasar pada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan pekerja informal yang telah menjadi peserta BPJS ketenagakerjaan.
Lanjut dia, Sumber pendayaannya dapat diambil dari APBN-APBD, atau dari sumber pembiayaan publik lainnya yang selama ini sudah dipungut dari pelaku usaha melalui pajak.
“Pemerintah sudah berkewajiban menyediakan perumahan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Pekerja formal tidak perlu dibebani iuran sebagaimana isi UU Tapera”, kata Rosan.
Pengusaha, demikian Rosan, seharusnya diberikan ruang dan tidak langsung dikenakan iuran Tapera, sehingga iuran itu tidak semakin memberatkan pihak pengusaha atau pemberi kerja.
Wakil ketua umum Kadin bidang Hubungan Antar Lembaga, Bambang Soesatyo, mengatakan penerapan Tapera bila tidak disikapi dan dilaksanakan dengan bijaksana, maka dapat menimbulkan permasalahan sosial yaitu ketidakadilan.
“Karena semua orang wajib melakukan iuran, tapi tidak semua orang bisa menikmati. Penerima manfaat hanya mereka yang berpenghasilan rendah, di bawah upah minimum regional (UMR). Tidak semua perusahaan memiliki tenaga kerja yang memiliki pendapatan di bawah UMR”, tegas Soesatyo.
Sementara itu, Ketua Komite Tetap Kadin Bidang Hubungan Antar Lembaga dengan Swasta, Ikang Fawzi, mengatakan pemerintah harus bertanggung jawab penuh dalam penyediaan fasilitas perumahan bagi MBR.
Pemerintah seharusnya lebih dulu mewujudkan target membangun sejuta rumah dan memperkuat kerjasama dengan pihak pengembang serta memastikan dukungan infrastruktur dan keringanan perizinan.
“Pengusaha UU Tapera harus adil, tidak hanya bagi MBR tetapi juga tidak memberatkan bagi pengusaha. Pemerintah harus lebih intensif menyediakan fasilitas rumah yang layak dan terjangkau”, kata Ikang.
Seperti diketahui sebelumnya, keberadaan UU Tapera diharapkan mampu mengurangi angka kebutuhan rumah (backlog). Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan angka backlog mencapai 13,5 juta unit. Sejak tahun lalu pemerintah melakukan upaya mengurangi angka backlog melalui Program Satu Juta Rumah. (Ervan/VoN)