Kita memelihara motif lagu kita dengan menciptakan lagu-lagu baru tetapi tidak kehilangan sidik jari NTT. Bagus seperti Satu Sikka atau Nyong Franco. Ke depannya kalau ada lagi konser jazz atau apa di Flores atau NTT, kita harus wajibkan setiap musisi untuk menyanyikan minimal dua lagu tanah kita.
Sikka, VoxNtt.com-Pada 18 Oktober 2016 lalu, Kontributor VoxNtt.com, Are de Peskim berkesemptan mewawancarai musisi jazz asal Nusa Tenggara Timur, Ivan Nestorman saat acara Maumere Jazz Fiesta, musik dan juga lingkungan di Maumere
Pertemuan kami dengan musisi handal NTT ini, berlangsung berkat bantuan dari sang istri Kaka Katarina Mogi yang menjadi inspirasi utama Ivan dalam menciptakan lagu fenomenal “Mogi”.
Berikut petikan wawancan kami bersama Ivan Nestroman
VoN: Bagaimana kesan dan penilaian Bung Ivan terhadap Maumere Jazz Fiesta?
Ivan Nestorman: Secara keseluruhan kesannya bagus. Animo masyarakat juga sangat tinggi. Pada dasarnya masyarakan kan butuh hiburan jadi musik apa pun apakah itu jazz atau rock pasti tetap akan ramai.
Jadi ada pengalaman baru yang disediakan oleh Event Organizer (EO) baik untuk musisinya maupun untuk masyarakat yang mengunjungi atau datang ke Maumere Jazz Fiesta.
Orang Maumere pertama kali mendengar jazz dan musisi-musisinya pertama kali menampilkan jazz serta pertama kali berkunjung ke Flores. Jadi ada satu mutualisme rasa lah.
VoN: Mengapa Bung Ivan menyajikan jazz dengan masukan-masukan reggae?
Ivan Nestorman: Jazz itu kan sebuah konsep musik. Saya kebetulan juga menyukai musik reggae dan biasa menyanyi reggae jadi saya masukkan irama reggae ke dalam jazz.
Musik-musik tanah kita juga kan kuat unsur reggaenya sehingga ada motif tradisionalitas. Jadi sebagai konsep musik itu yang bisa kita sajikan kepada mereka.
Kita tidak bisa membawa jazz yang dari Amerika secara utuh ke masyarakat kita. Jadi sebuah sajian neoversi musik jazz dengan muatan tradisi musik kita menjadi jazz yang ada sudah ada rasa kontemporer dan universal serta relevan.
VoN: Terkait venue hutan bakau yang menjadi pilihan lokasi diselenggarakannya Maumere Jazz Fiesta kemarin, bagaimana tanggapan Bung Ivan?
Ivan Nestorman: Saya langsung berpikir bahwa ini ada hubungannya dengan lingkungan. Soal Ekologi. Jazz lingkungan lah.
Kalau soal panorama sih kita ini luar biasa indah. Maumere itu luar biasa indah, Ende juga luar biasa indah, dan saat ini dengan Syahrani kami sedang mengunjungi Bena dan mereka terkejut terkagum-kagum melihat Flores.
Yang harus diperhatikn kalau di venue kemarin itu masih kurang pohon sehingga masih panas. Kita jadi target matahari. Kalau tahun depan dibuat lagi sebaiknya ada sengon atau pohon-pohon kelapa.
Selain itu perlu diperhatikan juga oleh EO adalah keberlanjutan ekosistem di kawasan hutan bakau tersebut karena hutan flora dan fauna yang selama ini terbiasa dengan suasana hening lalu dengan hadirnya bunyi musik dan pengunjung yang membludak dari hari biasa apakah berdampak negatif atau tidak.
VoN: Bicara soal lingkungan juga, bagaimana tanggapan Bung Ivan soal eksploitasi tambang di Flores?
Ivan Nestorman: Saya menolak tambang dan eksploitasi sumber daya alam yang merusak lingkungan di Flores serta NTT.
Saya ketua Forum Anti Tambang NTT (Nusa Tenggara Timur Tolak Tambang/NT4). Kami sudah selenggarakan konser anti tambang dalam rangka mengkampanyekan penolakan terhadap penambangan di Flores salah satu alasannya karena Flores itu pulau yang kecil.
Jadi kalau ada investor-investor yang mau mengeksploitasi tambang di wilayah kita yah sebaiknya kita tolak lah.
VoN: Prinsip yang paling penting yang harus menjadi pegangan masyarakat dan pemerintah kita di daerah itu apa?
Ivan Nestorman: Mari kita menjadikan Tuhan sebagai terang dan kearifan lokal kita dalam hal lingkungan sebagai penuntun.
Dalam budaya Manggarai kami menyebut Tuhan dengan “Mori”, kalau di Flores Timur disebut “Tuan Deo”, di Ende disebut “Du’a Ngga’e”, kalau di Maumere disebut “Amapu” atau “Ama Lero Wulan Reta, Ina Nian Tana Wawa”.
Nah, lagu “More Sambi” itu kan mau menyerukan agar kita jadi itu artinya bahwa kita minta kepada Tuhan untuk menjadi obor atau terang untuk membimbing hidup kita dan menjadi sumber sukacita kita.
VoN: Tadi Bung Ivan sampaikan bahwa Flores ini indah. Menurut Bung Ivan apakah kita orang orang Flores sudah berdaulat dan berdaya di atas keindahan alam kita atau belum?
Ivan Nestorman: Memang ini pertanyaan yang unik. Apakah mau menjadi Tuan di tanah sendiri? Memang kita ini kan sedang dalam kondisi berbenah diri. Dalam situasi ini kita tidak bisa sendiri karena kita tidak punya modal.
Pada kenyataannya di Flores ada orang Prancis, Jerman, dan Swiss dan lain-lain yang membeli tanah di Flores. Mereka memiliki kafe-kafe dan lain sebaginya.
Tetapi itu memang merupakan gejala yang terjadi dimana-mana. Mereka membeli tanah di Labuan Bajo, Lembata, dan dimana-mana. Nah kita sebagai orang terdidik yang sekarang sudah sadar perlu mengingatkan saudara-saudara kita agar tidak menjual lahan miliknya kepada orang lain tetapi cukup menyewakannya.
Sehingga suatu saat apabila kita sudah siap mengusahakannya sendiri kita masih bisa memanfaatkan tanah tersebut. Berbahaya bila keindahan pantai-pantai kita tidak bisa kita nikmati karena daerah tersebut sudah dibeli oleh orang baik itu orang asing maupun sesama orang Indonesia yang kadang-kadang juga mewakili kepentingan usaha orang asing.
Kan undang-undang nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang sangat kuat semangat privatisasinya tetapi sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Saya salah satu yang turut terlibat dalam aksi-aksi demontrasi ke Mahkamah Konstitusi di Jakarta waktu itu. Kita harus himbau masyarakat kita. Macam di Lembata atau Labuan Bajo ada orang Prancis punya.
Sedangkan kalau kita sesama orang Indonesia, semua punya hak di negara kesatuan ini. Yang dimaksudkan dengan menjadi tuan di tanah sendiri itu misalnya kalau di dunia musik kita harus berjuang supaya lagu-lagu Flores jangan kemudian lagu-lagu asing yang justru lebih kuat pengaruhnya di Flores.
Kita memelihara motif lagu kita dengan menciptakan lagu-lagu baru tetapi tidak kehilangan sidik jari NTT. Bagus seperti Satu Sikka atau Nyong Franco. Ke depannya kalau ada lagi konser jazz atau apa di Flores atau NTT, kita harus wajibkan setiap musisi untuk menyanyikan minimal dua lagu tanah kita.
Misalnya, Andre Hehanusa wajib nyanyi lagi kita apakah itu mau dibuat jazz, reggae atau apa pun. Kami pernah selenggarakan festival di Kupang dan kami wajibkan para peserta untuk memasukkan dua lagu tanah kita ke dalam repertoar mereka.
Termasuk di Maumere untuk tahun berikutnya kita harus usulkan EO untuk lakukan hal serupa dan melibatkan musisi-musisi muda dari tanah kita yang membawakan musik-musik lokal baik itu yang masih asli maupun yang sudah ada unsur kontemporernya. Itu salah satu contoh berdaulat di tanah sendiri. (Are de Peskim/VoN)
Keterangan: Foto Feature oleh Cesc Djo saat konser di Bajawa, (18/20)