Memori Kelabu
Jengkrit dalam sunyi bernyanyi
Kunang-kunang membawaku dalam harap
Dia isnpirasi tanpa ketergantungan, semoga
Hati resah bukan pasrah
Langkah henti bukan malas
Puasa suara, bukan habis gagasan
Tertegun dalam gelap
Mencari inspirasi di bawah purnama
Rembulan sedikit memisahkan gelap
Sinarmu, kesetian sang mentari
Kutitipkan doa pada Pemilikmu
Berharap mengutus penguatku kini
Teras rumahku adalah saksi
Pelita mengusik air mata dalam gelap
Tersipuh sedih yang hampa
Memori kembali menepi
Dia menguatkan. Sungguh.
Hingaa tubuh tercabik-cabik
Hati teriris
Air mata menghujani pipi
Teringat masa lalu yang amat rapuh
Dari huniku untukmu
Hadirkan kebaikan dalam hidupmu
Pastikan langkah dan aksimu mulia
Matangkan katamu, benarkanlah sikapmu
Air Mata Bumi
Biarlah bumiku menikmati embun pagi
Jangan biarkan tanganmu melukainya
Biarlah bumiku mengalirkan air yang berlimpah
Jangan biarkan cara yang membawa gersang
Ini air mata bumi
Tanda untuk bumi air mata, kelak
Caci
Menyapa, memanggil, menanam dan mempersatukan
Caci, menari dalam alunan gong dan gendang
Caci, tertulis dalam lembaran kitab adat
Caci, memberi arti setiap gerak
Caci, memberi cerita setiap peristiwa
Caci, memperkaya pesona tanah lahir, hidup dan mati
Caci memerangi kemapanan
Caci memekarkan keindahan
Menyatukan jiwa-jiwa insan kelana
Caci, meraya dalam nusantara
Cemeti, melukis keberanian mengundang ketabahan
Tameng, membuka kesetian pada kaki yang berpijak
Larik saksi akan Langit yang melindugi
Melambungkan syukur pada Yang Esa.
*) Penulis adalah alumnus pendidikan Teologi STKIP St. Paulus Ruteng, sekarang tinggal di Ruteng. E.mail: felikshatambent92@yahoo.com /felikshatamntt@gmail.com